Happy Reading.
"Apa maksud kamu gugurkan? Kamu gila! Kamu yang berbuat, kamu juga harus bertanggung jawab!" ujar wanita yang merupakan mama Delon. Kedatangannya tentu saja membuat keduanya langsung membelalakkan mata.
"Mama. Kok Mama di sini?" Delon dan Sella sama-sama terkejut dengan kehadiran wanita paruh baya itu di ruangan. Dan sepertinya dia mendengar apa yang baru saja mereka bicarakan.
"Iya, ini takdir. Kalau Mama nggak kesini, apa yang akan terjadi sama wanita ini? Sembarangan kamu bilang gugurkan." Tatapan mata marah Siska tertuju pada Delon, tapi justru di sini yang ketakutan adalah Sella. Pasalnya wanita ini dikenal sebagai wanita tegas dan ditakuti banyak orang di perusahaan ini. Sella tentu saja tahu siapa Siska.
Siska mendekat ke arah Sella, menatap wanita muda itu yang masih menundukkan pandangannya itu. Terlihat takut dah gugup, Siska bisa melihatnya. "Kamu beneran hamil?" tanya Siska dingin.
"Maaf, Bu. Tapi saya juga nggak tau. pak Delon yang tiba-tiba aja nuduh saya hamil."
"Delon. Apa kalian sudah tidur satu ranjang?" Kini Siska bertanya kepada Delon. Menatap anaknya dengan tajam.
"Itu ... cuma kesalahan saja, Ma. Kami mabuk dan nggak sengaja—"
"Astaga. Apa yang kamu lakukan? Kamu itu mau nikah Minggu depan. Kenapa kamu bikin masalah? Apa kamu nggak tau ada yang namanya pengaman?" ujar Siska kesal sendiri dengan tingkah putranya itu. Entah sikap seperti itu menurun pada siapa karena Gazelle sang ayah tidak pernah main-main seperti putranya satu-satunya ini.
Sella terkejut akan ucapan ibu dari Delon. Dia memang pernah mendengar Delon akan menikah, ternyata bukan hanya sekedar gosip semata. Meskipun Sella tidak pernah bertatap muka langsung dengan Delon jika di kantor, tetapi gosip tentang CEO baru mereka di kantor begitu santer terdengar. Waktu itu Sella sama sekali tidak peduli.
"Eh, tapi, Bu. Itu belum tentu juga. Saya aja nggak tau apakah saya hamil apa nggak. Jadi, jangan dulu mengambil kesimpulan," ucap Sella cepat sambil menggerakkan tangannya.
"Ayo ke rumah sakit!" perintah Siska.
"Hah? Buat apa? Saya nggak hamil." Sella menolak.
"Kita ke rumah sakit biar tau kamu beneran hamil apa nggak. Hah, anak ini. Bikin masalah saja!"
Siska memaksa Sella dan Delon untuk pergi ke rumah sakit. Sepanjang langkah kaki mereka, beberapa orang menatap bingung pada Sella yang berada di antara ibu dan anak itu. Tentu saja karena Sella bukan siapa-siapa di sana, sehingga kemudian terdengar gumaman di belakang Sella dan mulai bergosip.
Meskipun Delon ogah-ogahan, tetapi pria itu tidak bisa membantah perintah Ibunya. Akhirnya ketiganya sampai di rumah sakit, Sella sebenarnya sejak tadi kesal sekali karena harus menuruti keinginan Siska, tetapi dia bisa apa. Sella hanya berharap jika dirinya tidak hamil.
"Dok, tolong periksa dia, katanya mual-mual," ujar Siska membuat Sella melotot.
"Siapa yang mual-mual?" batin Sella.
Akhirnya Sella hanya menurut, dia berbaring di ranjang dan Dokter itu mengoleskan gel di atas perutnya.
"Selamat, Anda akan menjadi seorang ibu." Dokter wanita itu mengulurkan tangannya kepada Sella. Memberikan selamat sambil tersenyum.
"Hah, maksudnya?" Otak Sella menjadi kosong.
"Anda hamil. Ada bayi di dalam sini." Dokter menjelaskan lagi sambil menunjuk ke sebuah titik yang ada di layar hitam USG.
Bukan hanya Delon yang terkejut, Siska juga sama terkejutnya, tapi kemudian senyum mengembang lebar di bibir Siska.
"Kamu mau jadi Ayah, Delon! Mama mau punya cucu!" teriak Siska penuh kebahagiaan. Sella kembali menjadi bingung, padahal tadi wajah Siska menyeramkan dan dia mengira jika Siska akan murka kepadanya.
"Sudah, kalian cepat menikah. Biar Hannah, Mama yang urus."
Delon tidak terima dengan ucapan sang ibu. "Apa maksud Mama? Aku nikah sama dia?" tunjuk Delon ke arah Sella.
"Iya, tentu aja. Kamu harus tanggung jawab dengan anak yang dikandungnya!" ucap Siska marah.
"Tapi, Bu. Tidak perlu. Lagipula malam itu juga kami nggak sengaja—"
"Apa maksudnya tidak perlu? Kamu itu sedang mengandung cucuku. Meskipun kalian tidak sengaja melakukannya pada malam itu, tapi tetap saja dia harus bertanggung jawab. Apa kamu mau melahirkan anak itu tanpa Ayah?" tanya Siska semakin kesal.
Sella masih belum memikirkan hal itu, semua sangat mendadak untuknya dan dia sendiri tidak menyangka jika dia sedang hamil. Sebab, tidak ada tanda-tanda kehamilan pada tubuhnya. Dia juga tidak merasakan mual dan muntah seperti orang hamil pada umumnya. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Siska adalah benar. Jika anak Kita terlahir dia pasti tidak akan memiliki seorang ayah.
"Pokoknya kalian harus menikah secepatnya. Mama nggak mau kamu jadi laki-laki yang tidak bertanggung jawab!" Ucapan Siska tidak ingin dibantah.
Delon ingin menolak, tetapi kemudian Siska memberinya ultimatum dengan mengancam akan mengambil semua aset yang ada pada Delon sekarang.
Berita tentang kehamilan Sella sampai di telinga Gazelle. Pria berusia hampir enam puluh tahun itu marah kepada Delon dan menyuruhnya untuk menikahi Sella. Delon benar-benar tidak bisa berkutik lagi di hadapan ayahnya.
Mulai hari ini, Sella tinggal di apartemen Delon atas perintah orang tuanya. Delon membiarkan Sella membawa kopernya sendiri. Susah payah wanita itu membawa kopernya sambil jalan terseok-seok.
"Kamar cuma satu. Kamu tidur di luar!" Perintah Delon.
"Iya!"
Sella sudah yakin akan seperti ini. Penolakan Delon kepadanya pasti membuat dirinya akan kesusahan akibat pria ini. Delon tidak lagi berbicara, dia masuk ke dalam kamarnya.
"Huh, dasar cowok nggak peka. Kurang perhatian! Masa tega biarin wanita hamil tidur di sofa?" gumam Sella kesal.
Sella membaringkan tubuhnya yang lelah di sofa panjang itu, tapi dia tidak bisa meluruskan kakinya karena sofa terlalu pendek untuk tubuhnya.
"Nggak enak banget sih. Duh, pengen ke kamar mandi lagi."
Pandangan Sella dia edarkan ke sekeliling, tapi dia tidak mendapati sebuah pintu yang lain. Hanya ada pantry dan kamar saja.
Sella mengetuk pintu kamar Delon, lama hingga laki-laki itu membuka pintunya. Aroma wangi sabun tercium di bawah hidung Sella.
"Ada apa?" tanya Delon sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil.
Sella segera menurunkan pandangannya.
"Saya mau ke kamar mandi, di sini nggak ada kamar mandi di luar?" tanya Sella.
Delon mendesah pelan, membukakan pintu kamar yang lebar untuk Sella.
"Cepat. Jangan lama-lama!" titah pria itu.
Sella masuk ke dalam kamar mandi setelah membawa serta pakaiannya.
"Jangan pakai sabun dan sampo ku!" teriak Delon sebelum Sella masuk ke dalam kamar mandi.
Delon sudah terbiasa hidup sendiri semenjak dulu, dan dia tidak pernah berbagi barang pribadi dengan orang lain.
Sekarang Sella yang berdecak kesal. Bagaimana dia akan mandi jika tidak menggunakan sabun dan sampo?
"Hih, keterlaluan banget jadi orang!"
Sella segera mandi dan mengganti pakaiannya serta di dalam sana.
Saat keluar dari kamar mandi, tiba-tiba saja Delon mendekat dan menyimpan sebuah kertas di atas meja.
"Baca," titahnya.
Sella mengabaikan sisir yang masih menempel di rambutnya dan membaca tulisan tangan di kertas tersebut.
"Surat perjanjian?"
"Hemm."
Sella membacanya hingga selesai, surat perjanjian berisi sebuah kontrak pernikahan yang akan berakhir saat anak itu lahir.
"Eh, apa-apaan ini? Anakku jadi milik Bapak? Nggak ya!"
Sella langsung membuang kertas tersebut dan memegangi perutnya sendiri.
"Terus, kamu maunya gimana? Hidup sama saya selamanya? Saya yang nggak mau. Dengar ya, gara-gara kamu hamil pernikahan saya sama Hannah terancam batal. Jadi, kita lakukan kontrak ini. Tulis saja berapa yang kamu mau kalau angka di sana kurang banyak, dan anak itu jadi milik saya."
Sella memang tidak berharap dia mengandung, tetapi memberikan anaknya kepada Delon bukan hal yang dia pikirkan sama sekali.
"Lebih baik kita nggak usah nikah aja. Biarin saya pergi," ujar Sella dengan tatapan tajam. Wanita itu terlihat mengepalkan kedua tangannya.
"Masalahnya, Mama saya punya sakit jantung. Kalau dia sampai kambuh, orang yang pertama akan saya cari adalah kamu!" tunjuk Delon kepada Sella. Maka dari itu Delon sama sekali tidak bisa menolak keinginan Siska
Sang ibu memiliki riwayat penyakit jantung dan Delon begitu sayang pada Ibunya.
"Loh, kok saya? Nggak bisa gitu dong, Pak!"
"Saya juga akan menuntut kamu sebagai orang yang menjebak saya malam itu."
"Loh, kok—"
"Saya bisa lakukan apa pun yang saya mau. Terserah kamu untuk selanjutnya seperti apa," ucap Delon tidak peduli. Delon meninggalkan Sella yang masih marah.
Sella menatap kesal pria itu.
"Apa yang harus aku lakuin?" Sella mencoba untuk berpikir, tapi semua ini menjadi sulit baginya. Kalau dia tidak menikah, pasti keluarganya akan marah padanya karena hamil di luar nikah, tetapi kalau harus menikah dengan Delon, pria kejam yang tidak memiliki sisi baiknya itu pasti dia akan menerima. Sungguh Sella berada dalam dilema luar biasa, apalagi kedua orang tua Delon sudah mengetahui perihal kehamilannya itu.
"Tuhan, bagaimana ini? Menikah dengan pria kejam itu bukannya impianku!"
Bersambung.