9 - Tak Sendiri

1237 Kata
"Hmmmm… Kapan kita akan sampai di Kuburan Demonic Beast? Apa masih jauh?" tanya Arthur, berjalan dengan langkah malas. Tampak bosan. "Sebentar lagi! Kenapa sungguh tak sabaran!" balas Cecilia, menampilkan wajah kesal. Itu sudah kesekian kalinya Arthur terus bertanya. Sembari menampilkan wajah kesal, Nona Muda Klan Iron Eagle ini, tampak beberapa kali mengerutkan kening. Mengingat jalan atau arah harus dituju. "Hei! Kau benar tahu jalannya bukan?" tanya Arthur. Ikut mengerutkan kening melihat bagaimana Cecilia seperti sedang bingung. "Jika kau terus berbicara dan bertanya, itu malah membuat semakin lama! Jadi lebih baik diam saja!" dengus Cecilia. "Bagaimanapun juga, terakhir aku ikut menyelinap dalam tim ekspedisi Klan Iron Eagle, adalah dua tahun yang lalu! Sudah cukup lama!" lanjut Cecilia. "Ohhh… Kau pernah datang langsung ke Kuburan Demonic Beast?" "Ya! Bukankah sudah kukatakan aku menyelinap? Jika secara terang meminta ikut, pasti Klan, terutama Ayahku tak akan memberi ijin!" balas Cecilia. "Hmmm… Sudah pasti! Dari gambaran kau sampaikan sebelumnya, Kuburan Demonic Beast tampak cukup berbahaya! Akan konyol jika orang lemah seperti kau diijinkan ikut! Cuma menjadi beban!" tanggap Arthur. Mendengar kalimat baru disampaikan Arthur, dimana terlontar terang apa adanya menyebut dirinya lemah, Cecilia yang sempat fokus memperhatikan jalan, lekas menarik tatapan untuk kini mengarahkan tajam pada Arthur. "Siapa kau bilang lemah?" gumam Cecilia. "Hmmm… Apa kau memiliki masalah dengan pendengaran?" tanggap Arthur. Tak langsung menjawab, malah melempar pertanyaan balik sembari menampilkan raut wajah bodoh. "Kau bilang aku Hunter yang lemah?" Cecilia, mengambil langkah mendekat Arthur. "Yahh…! Memang faktanya begitu! Kau lemah!" balas Arthur. Singkat. "Kau…" "Jika aku sebegitu rendah dimatamu, menganggap beban, lalu kenapa masih bertahan bersamaku?" bentak Cecilia. Benar-benar marah. Tersinggung. "Hei…! Bukan aku yang bertahan bersamamu! Itu kau!" balas Arthur. "Bukankah kau yang tak ingin pergi?" lanjut Arthur. Balasan Arthur, sekejap membuat Cecilia terdiam. Wajah marah sempat ia tampilkan, berubah tampak sendu saat gadis ini mulai menundukkan wajah. "Ehhh… Kenapa malah menangis? Dasar aneh!" gumam Arthur. Ekspresi serta tanggapan Arthur, menunjukkan jelas bahwa bocah ini adalah jenis yang tak terlalu peka. Bahkan tak sadar ketika kalimat spontan sempat ia lempar, telah begitu membebani mental lawan bicaranya. "Hei! Kenapa menangis?" lanjut Arthur. Bertanya saat itu Cecilia, untuk beberapa saat hanya diam menunduk. "Kau masih bertanya?" bentak Cecilia, mengangkat wajah. "Kata-kata tadi sempat kau ucap! Itu sungguh kejam! Sungguh tak berperasaan!" lanjut Cecilia. "Kejam? Apaan sih? Apanya yang kejam! Aku cuma mengatakan yang terjadi!" bentak Arthur balik. Mulai merasa tak sabar berurusan dengan hal-hal yang mana menurutnya sangat merepotkan seperti sekarang sedang ia hadapi. "Kau bertanya, aku menjawab! Sisi mana yang kejam?" "Padahal aku sekedar mengikuti arah atau topik pembicaraan kau angkat!" tutup Arthur. "Bagaimana tak kejam menyebut orang lain lemah, terutama itu adalah seorang Hunter tepat didepan wajahnya!" bentak Cecilia. "Ohhh… Jadi itu yang kau permasalahkan?" tanggap Arthur. Ikut menampilkan raut wajah ketat sama seperti saat ini sedang ditampilkan oleh Cecilia kepadanya. "Jika benar, kenapa kau sungguh suka memperumit hal-hal sederhana?" "Tak ingin disebut lemah, maka ya tinggal menjadi kuat!" lanjut Arthur. "Aku tak suka berurusan dengan yang rumit-rumit! Jadi, berhenti mengeluh atau malah menangis tak jelas!" tutup Arthur. Meski tampak masih kesal, nyatanya Cecilia, menangkap atau memasukkan kedalam hati juga kalimat baru disampaikan oleh Arthur. Tanggapan sederhana yang mana keluar spontan dari mulut sosok pemuda serampangan. "Tak ingin disebut lemah, maka tinggal menjadi kuat?" gumam Cecilia. "Sungguh sederhana!" lanjut Cecilia. Masih bergumam lirih. Berbicara kepada diri sendiri. "Arthur, jadi kau bersedia membantu aku untuk menjadi lebih kuat?" tanya Cecilia. Mengangkat wajah untuk kini menatap Arthur dengan sorot mata bergetar penuh harap. "Hmmm… Dari mana kau menyimpulkan seperti itu?" balas Arthur. "Aku tak pernah mengatakan hal-hal macam itu!" lanjut Arthur. "Situasi dari kau tetap berada disini, atau dari aku tak lekas pergi meninggalkan beban, cuma sekedar karena kau yang tahu jalan ke tempat menarik disebut Kuburan Demonic Beast!" "Bagaimanapun juga, aku bisa dikatakan baru di Tartarus Land. Jadi, memiliki pemandu dari penduduk setempat yang menunjukkan arah pada lokasi-lokasi menarik tertentu, adalah hal bagus!" tutup Arthur. Sekali lagi, bocah serampangan berjuluk Putra Kegelapan, menyampaikan kalimat spontan apa adanya seperti tak memiliki filter sama sekali yang mana biasa digunakan tiap individu menjaga perasaan lawan bicaranya. Rangkaian kalimat lekas membuat mata Cecilia, kembali sembab. "Namun…." Cecilia sudah akan sekali lagi menundukkan wajah ketika suara Arthur, terdengar hendak menyambung kalimat yang tadi sempat ia jeda. "Aku memang tak menjanjikan apapun, hanya saja, saat kau tetap berada disekitar, tetap bersamaku, tujuan menjadi kuat, mungkin akan dapat dicapai!" "Bagaimanapun juga, target utama yang hendak kuraih, adalah menaklukan Tartarus Land! Berdiri dipuncak dunia ini!" "Kurangi mengeluh! Cukup jadi pemandu! Antar aku ketempat-tempat menarik! Kita ambil segala sumberdaya berharga, harta, atau pertemuan kebetulan tersedia!" "Hal-hal kusebut diakhir barusan, tentu adalah beberapa dari yang dapat membuat seseorang manusia menjadi lebih kuat!" "Benar begitu?" tutup Arthur. "Sumberdaya berharga, harta, atau pertemuan kebetulan?" gumam Cecilia. Kembali merenung. "Seseorang kukenal dimasa lalu, sosok yang kuanggap satu-satunya layak dipandang lebih tinggi, layak untuk dikejar punggungnya. Sempat mengatakan ini!" "Tak ada yang namanya manusia berbakat atau terlahir dengan bakat spesial di dunia!" "Semua, tergantung pada bagaimana perawatan awal dimiliki!" "Para Tuan Muda kelompok besar, cenderung menjadi berbakat karena sejak lahir, mendapat perawatan tepat serta sumberdaya yang melimpah!" "Faktor yang tentu tak dimiliki oleh sosok lahir dikalangan rakyat biasa!" "Jadi, semua kembali pada perawatan dan Sumberdaya!" "Kita bahkan bisa membuat kelompok generasi muda berbakat sendiri asal memiliki jumlah sumberdaya mumpuni!" tutup Arthur. Untuk kesekian kalinya, Cecilia termenung mendengar bagaimana kalimat penyampaian Arthur. Tak menduga dibalik wajah bodoh kerap ditampilkan pemuda dihadapannya ini, terdapat jenis pemikiran cukup mendalam. "Siapa kau ini sebenarnya?" gumam Cecilia. "Apalagi itu? Aku tentu adalah Arthur Wild! Tuan Muda Pertama dari House of Wildbear!" tanggap Arthur reflek. Spontan sedikit membusungkan d**a tampak penuh kebanggaan memperkenalkan asal-usulnya. "House Wildbear?" gumam Cecilia. Mengerutkan kening. Tentu menjadi heran dan merasa tak pernah mendengar. Karena memang baru disebut oleh Arthur, adalah identitas dirinya dikehidupan sebelumnya. Tak ada eksistensi kelompok disebut House Wildbear di Tartarus Land. "Sudah! Sebaiknya berhenti basa-basi atau melakukan percakapan membuang waktu macam ini!" lanjut Arthur. Tak peduli pada kerutan kening heran Cecilia yang mana masih menatapnya dengan pandangan ganjil. "Apa kau sudah ingat atau sudah menentukan arah?" tanya Arthur kemudin. "Hmmmm…." Pertanyaan Arthur, lekas mengembalikan fokus Cecilia. Mengalihkan pandangan pada sudut arah tertentu. "Bebatuan yang ada disana! Aku ingat pernah melewati ketika ikut rombongan tim ekspedisi Klan Iron Eagle!" ucap Cecilia. "Dari lokasi itu! Kita tinggal melanjutkan beberapa waktu mengikuti jalan bebatuan!" "Seharusnya Kuburan Demonic Beast, sudah tak jauh!" tutup Cecilia. "Begitu?" gumam Arthur. "Ya! Mari bergegas!" balas Cecilia. Tampak sudah hendak akan membuat langkah ketika tangan Arthur, mendahului untuk menggenggam pergelangan tangannya. Menahan langkah gadis itu. "Ada apa?" tanya Cecilia. "Bukankah kau dari tadi tampak terburu?" lanjut Cecilia. Melihat Arthur hanya diam tak menjawab. Fokus menatap arah bebatuan dimaksud. "Hmmmm… Bukan terburu! Cuma bosan saja terus dalam perjalanan!" tanggap Arthur. "Hanya saja! Kurasa kita tak lagi akan menikmati perjalanan ini sendiri!" lanjut Arthur. "Apa maksudmu?" tanya Cecilia. Lekas ikut mempertajam tatapan pada arah sama. Namun, tak menemukan ada satu hal aneh apapun. "Ada kelompok lain! Dari jumlah dan aura, mungkin merupakan tim ekspedisi dari Guild besar tertentu!" ucap Arthur. "Hmmmm… Tidak mungkin! Ini masih bukan periode waktu melakukan penjelajahan di Kuburan Demonic Beast!" tanggap Cecilia. "Begitu? Maka semakin membuat kita perlu waspada!" balas Arthur. "Kelompok yang bergerak pada waktu tak semestinya, jelas merupakan gangguan, atau ancaman bagi kita!" "Bagaimanapun juga, mereka tentu tak berharap sampai ada yang tahu bahwa kelompoknya, sedang melakukan aksi ilegal keluar dari kesepakatan bersama periode perburuan!" "Benar?" tutup Arthur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN