"Good evening..." sapa Daisy ketika ia dan Andrew tiba diruang makan yang dipenuhi oleh keluarga Andrew.
Seketika hiruk-pikuk suara canda tawa itu terhenti dan semua mata tertuju kepada Daisy, menilai wanita itu dari ujung kepala hingga kaki. Terpesona ketika menyadari wanita yang dibawa oleh Andrew sangat cantik dan juga berkelas.
Andrew sungguh beruntung... begitu pikir keluarganya.
Wanita bertubuh gemuk lalu mendekati Daisy dan menyambutnya dengan hangat, "well, terimakasih telah mengundangku Madam, ini sungguh ramai." Ujar Daisy pada Ibu Andrew.
"Please, just Riana... lagipula kami sudah lama tidak berkumpul, ayo bergabunglah bersama kami." Riana menarik tangan Daisy untuk duduk bersama diruang makan tersebut, Daisy sempat menoleh kebelakang melirik Andrew.
Andrew hanya menatapnya tanpa berkedip, oh jantung.. mengapa tidak bisa berhenti berdebar, ujar Andrew dalam hati.
Daisy duduk dikursi tepat disebelah Riana dan juga seorang anak laki-laki berambut pirang, sepertinya keponakan Andrew. Setelah memperkenalkan diri, mereka semua yang ada disana kembali berbincang sembari tertawa.
Daisy hanya tersenyum ringan, keluarga ini sungguh ceria batinnya. Kehangatannya mampu membuat Daisy menyunggingkan senyum, ruangan yang tidak terlalu luas ini begitu padat ditempati oleh belasan orang dewasa dan anak-anak. Tapi Daisy menyukainya, mungkin dari beberapa kalangan namun mereka tetap akrab sambil bersenda gurau.
Daisy melihat Andrew, pria itu duduk tepat didepannya dan menegak minumannya. Ditatap seperti itu, membuat Andrew menyadari bahwa seseorang tengah memperhatikannya, mata dengan alis tajam itu melirik kearah Daisy, seketika Daisy membuang muka seolah ia sedang tidak memperhatikan Andrew.
Dagunya terangkat, menoleh kekiri seolah-olah ada tontonan menarik padahal ia hanya tak ingin Andrew tahu ia menatap pria itu sedari tadi.
Dada wanita itu naik turun, salah tingkah layaknya remaja yang tengah pubertas.
"Miss Yeager, jadi kau adalah bos Andrew?" Tanya seorang pria berumur yang mulai berbicara serius kepada Daisy dan diperhatikan oleh seluruh anggota Andrew.
"Ah, iya. Andrew sudah bekerja untukku kurang lebih selama 3 tahun." Jawab Daisy dengan tutur kata sopan.
"Wow, kau sepertinya tahan bekerja dengan i***t ini. Kau tahu?" Kata seorang pria berkumis yang duduk disamping Andrew seraya merangkul erat leher Andrew.
Semua orang hanya tertawa, Andrew terlihat menggemaskan dimata keluarganya. Begitupun dengan Daisy, ia menatap Andrew dan melihat pria tampan dengan kemejanya yang kebesaran serta potongan rambut chubby. Daisy menyunggingkan senyum...
.
.
.
.
.
Acara makan malam yang sangat seru, sesekali melakukan permainan tebak kata dan disinilah letak kebahagiaan keluarga Andrew, Daisy menghabiskan makanan penutup yang disajikan oleh Riana. Berbincang dengan wanita itu seperti bercerita dengan temannya sendiri, sangat menyenangkan pikir Daisy.
"Uh, dimana Andrew?" Tanya Daisy kepada Riana setelah tak menyadari keberadaan Andrew.
"Mungkin diatas, dikamarnya. Bisa kau panggil dia kemari? Katakan bahwa Paman Liam akan pulang sebentar lagi." Daisy mengangguk dan segera beranjak dari duduknya.
Berjalan menuju lorong yang ditunjuk oleh Riana, rumah kayu itu terlihat sangat rapi meski ukuran rumahnya yang tidak terlalu besar. Banyak pintu yang dipikir Daisy itu adalah sebuah kamar.
Tapi ia terus berjalan hingga menemukan sebuah pintu bercat hijau seperti yang dikatakan oleh Riana.
Daisy mengetuknya, memanggil nama Andrew namun tidak ada jawaban.
Ia memberanikan diri membuka gagang pintu, perlahan ia menengok kedalam.
Seperti kamar para pria pada umumnya, berantakan dan banyak buku berserakan disana-sini. Daisy melangkah masuk, menutup pintu dan mengamati kegaduhan ini.
Apa setiap hari kamarnya selalu berantakan seperti ini? Batin Daisy.
Tak lama ia melihat Andrew berdiri dibalkon seorang diri, Daisy melangkah mendekat kearah Andrew. Pria itu hanya menatap langit ditemani angin malam yang mungkin saja bisa membuatnya sakit.
"Andrew, apa yang kau lakukan? Riana mencarimu." Kata Daisy membuat pria itu menoleh menyadari kehadiran Daisy.
"Ah, maaf aku lancang masuk kemari, aku mengetuk pintu kamarmu dan memanggilmu namun tak ada sahutan dari dalam." Ujar Daisy.
"Tidak apa Miss, maaf aku tidak mendengarnya. Aku akan turun nanti..." jawab Andrew, ia kembali membalikan badan dan menatap keatas, Daisy mengikuti pandangan pria itu lalu mengernyitkan kening.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Daisy, kedua tangannya bersidekap didepan d**a karena udara dingin.
"Aku suka melihat langit malam dengan taburan bintang dan cahaya rembulan." Ujar Andrew melihat keatas lalu kembali menatap Daisy, namun kedua alisnya berkerut setelah menyadari wanita itu kedinginan.
"Miss, masuklah! Kau akan sakit jika terkena angin malam" tangan Andrew menyentuh bahu Daisy dan menggiring wanita itu masuk kedalam kamar, menggeser pintu balkon agar angin malam tak menyeruak masuk kedalam kamarnya.
"Tak apa, aku bisa menunggu disini." Ujar Daisy, seketika tubuh mereka sangat dekat hingga Daisy dapat merasakan hembusan nafas panas yang menghangatkan wajahnya.
Untuk pertama kalinya, Andrew dapat melihat sisi kelembutan dari wanita itu. Tak seperti biasanya saat dikantor, suara tegas dan lantang akan ia keluarkan, hingga makianpun tak luput dari bibir pedas itu.
Tapi malam ini terasa sangat begitu berbeda, mereka berdua terdiam. Menatap satu sama lain, dari jarak dekat Daisy dapat melihat d**a bidang yang terbungkus kemeja kebesaran itu. Andrew terlihat sangat berisi dan tegap tinggi, Daisy baru menyadarinya setelah tiga tahun terakhir ini, mungkin karena ia jarang memperhatikan pria itu.
Daisy masih mendongak menatap Andrew, begitupun dengan pria itu yang tatapan matanya tak seperti biasanya. Ada sesuatu yang ingin ia lakukan tapi terasa tertahan, Daisy masih menantikan sesuatu. Entah mengapa ia ingin melakukannya, ia terbiasa dipuja oleh banyak pria, hingga lupa bagaimana rasanya memulai sesuatu dengan hal romantisme atau apalah itu namanya.
Entah keberanian dari mana, Andrew membungkukan badannya. Kepalanya tertunduk dan akhirnya ia mengecup bibir Daisy.
Cup!
Ciuman lembut mendarat dibibir Daisy, kedua mata wanita itu tertutup rapat menikmati sensasinya. Terasa manis dan kenyal, mereka berdua saling bertukar saliva dengan sedikit desahan dari bibir Daisy.
Jemari bercat kuku merah itu meraba bagian punggung Andrew, begitupun dengan Andrew yang menyentuh pinggul Daisy agar lebih mendekat kepadanya.
Hingga beberapa saat, Andrew mendorong pinggul Daisy hingga tubuh mungil itu terjatuh keatas ranjang. Andrew kembali mengecup bibir Daisy tanpa wanita itu sadar akan kenikmatanannya, Daisy hanya terus mendesah seraya mengacak rambut Andrew hingga berhamburan.
Andrew yang berada diatas Daisy terus melumat bibir manis itu hingga membengkak, keduanya seperti telah kehilangan akal sehat. Entah apa yang mendorong mereka melakukan ini, tapi yang mereka tahu, ini sungguh nikmat. Bahkan lebih nikmat dari yang biasa Daisy lakukan.
"Stop Andrew!" Ujar Daisy, Andrew menghentikan kegiatannya dengan nafas tersengal menatap Daisy secara intens. Wanita itu ternyata sangat cantik jika berada dibawahny.
"Ibumu menunggu dibawah sedari tadi..." tambah Daisy, Andrew lalu kembali mengecup leher dan dagu Daisy dengan gemas, sementara kedua mata Daisy menatap langit-langit kamar Andrew, pikirannya melayang.
Salahkah jika ia melakukan ini dengan sekertarisnya sendiri? Meski ia tahu, bahwa Andrew hanya bocah ingusan yang sayangnya membuatnya b*******h dengan cara yang berbeda.