Aron menghilang.

1418 Kata
"Alan, kamu sudah tidur. Aku bawa makanan untuk kamu." teriak Brian, yang baru saja sampai di rumahnya. Tetapi, tetap saja tidak ada jawaban dari Alan. "Alan..." Brian meletakkan makanan yang dibeli dari luar di atas meja makan. Dia mengambil piring. Meletakkan juga Di atas meja makan. "Alan, keluarlah!" teriak Brian lagi. "Merasa sangat curiga. Tidak ada jawaban sama sekali dari Alan. Brian tertegun sejenak. Mengerutkan keningnya. Mencoba memasang pendengarannya lebih tajam. "Alan." panggil Brian lirih. Dia melangkahkan kakinya perlahan. Dengan langkah sangat hati-hati, dia berjalan menuju ke kamar Alan. "Alan.." panggil Brian lagi. Brian memegang knop pintu, memutarnya. Seketika kedua matanya terbuka lebar. Saat melihat pintunya tak terkunci. "Tumben gak di kunci." kata Brian. Tangan kanannya mendorong pintu berwarna coklat tua itu, mulai terbuka sedikit demi sedikit. Hingga pintu itu terbuka sangat lebar. Kedua mata Brian menatap ke arah tempat tidur. "Alan." panggul Brian lagi. Dia mengerutkan matanya. Melihat lebih detail setiap sudut ruangan itu. Seketika kelopak matanya terbuka sempurna. Dia tak melihat Aron ada disana. "Kemana dia?" kata Brian, seketika Dia mulai panik. Tak melihat Alan dimanapun. Brian mulai berlari keluar dari kamar Aron. Menuju ke taman belakang rumahnya. "Alan..." teriak Brian, tak hentinya terus memanggil nama Aron. "Sialan, pergi kemana dia?" tanya Brian. Dia menghela napasnya, berdiri di remaja belakang dengan tangan berkacak pinggang. Pandangan matanya memutar melihat sekelilingnya. "Apa jangan-jangan ada seseorang yang membawanya?" tanya Brian. Dia menghela napasnya kasar. Kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia berhenti sejenak di ruang tamu. Kedua matanya mengamati sekitar. "Saat aku pulang, Aron tidak mengunci rumahnya. Bahkan, sepertinya dia baru saja duduk disini." Brian mengamati setiap detail ruang tamu itu. Dia melihat ada makanan di atas meja. "Apa jangan-jangan ada seorang yang datang. Dan, dia dibawa olehnya." Brian mengangkat kepalanya. Dia teringat satu nama yang selalu memata-matainya. "Sialan! Dia melanggar perjanjian itu?" geram Brian, mengepalkan kedua tangannya sangat erat. Hembusan napasnya seketika berubah kasar. "Jack... Aku yakin kamu. Kamu yang selalu buat masalah. Ingat, aku tidak akan pernah tinggal diam. Aku akan buat kamu bertekuk lutut Jack. Beraninya kamu sama anak kecil." kesal Brian. Brian keluar dari rumahnya. Langkahnya terhenti tepat di depan rumah. Tatapan matanya tertuju pada seorang laki-laki yang berjalan sembari menggandeng anak remaja yang hampir seumuran dengan Aron. "Siapa dia?" tanya Brian. Dia menyipitkan matanya. Membalikan badannya. Menatap ke arah laki-laki itu. "Kamu pemilik rumah ini, kan?" tanya laki-laki itu. Brian mematikan kedua alisnya. Dia merasa pernah melihat laki-laki ini tapi kapan. "Kamu masih ingat aku tidak. Aku adalah ayah dari anak ini. Teman Aron, dia yang pernah nolongin anakku. Dan, aku pernah mengantarkan dia pulang." Brian berpikir keras untuk mengingat kembali. Dengan keadaan panik. "Ada apa?" tanya Brian. "Aku melihat tadi dia dia bawa seseorang yang membawanya ambil putih. Dia ada beberapa orang di dalam." kata laki-laki di depannya. "Apa? Di bawa orang?" Seketika Brian menajamkan pandangan matanya. Rahangnya mulai menegang. Dia tahu siapa yang dimaksud. Benar dugaannya. Jack, dia yang memulai masalah duluan. "Maaf Aku tidak bisa menolongnya tadi. Dia dibius. Dan, dibawa pergi." kata laki-laki itu. Brian menepuk pundak laki-laki itu. "Baiklah, makasih! Ini urusanku." kata Brian. Dia segera berlari mengambil mobilnya. Sementara laki-laki itu masih diam di depan menatap ke arah rumah Brian. "Ayah, Ada apa dengan temanku?" tanya Felly. "Tidak ada apa-apa, sekarang ayo kita pulang. Aku tidak mau jika kamu mengalami nasib sama sepertinya." kata Laki-laki itu. Segera membawa anaknya untuk kembali pulang. Dia merasa tugasnya sudah selesai memberi tahu Brian. Selama belum memberi tahunya. Dia tidak bisa tidur tenang. Dan, terus merasa bersalah. "Tapi, kenapa kita tidak ikut cari dia, yah!" tanya Bella lagi. "Felly, tidak perlu. Ini sudah malam. Lebih baik kita pulang, dan kamu segera tidur sekarang. Di luar sangat berbahaya. Jadi kita tidak perlu ikut. Lagian itu urusan mereka." jelas ayahnya. Wajah Felly tampak sedikit kecewa. Sementara Brian mengemudi mobilnya Segera keluar dari halaman rumah. mobil itu melesat begitu cepatnya. "Ayah, kenapa dia bisa dibawa oleh orang asing." tanya Felly. "Ayah juga tidak tahu. Tapi, kamu juga hati-hati ya. Jangan pernah sama sekali pergi atau keluar rumah sendiri. Ayah pasti akan khawatir denganmu. Di luar sangat berbahaya. Ingat itu!" kata ayahnya "Baik, yah!" Felly menganggukan kepalanya. Sementara Brian, dia mulai mempercepat laju mobilnya. Seolah laki-laki itu tahu. Kemana Jack membawa Aron pergi. Dia pasti membawanya pergi ke suatu tempat yang biasa buat menyandera musuh untuk di interogasi. Brian mencengkeram sangat erat setir mobilnya. Wajah laki-laki itu terlihat sangat panik. Rahangnya mulai menegang. "Awas kamu Jack. Sesuai dengan apa yang pernah aku katakan. Aku yang akan membuat kamu menderita sendiri. Aku yang mana merubah hidupmu." kata Brian. "Jangan pernah main-main denganku. Kamu memulai, kamu yang akan terima akibatnya." gerutu Brian, dia tidak berhenti mengumpat kasar dalam mobilnya. Semua ucapan nama binatang di keluarkan dari mulutnya. Bahkan semua ucapan kasar dia lupakan semuanya. Brian memukul setir mobilnya. Melupakan rasa marah yang menggebu pada dirinya. Perjalanan beberapa menit saja. Dia sudah sampai di markas. Dia menerobos masuk menggunakan mobilnya. Tanpa pedulikan dua penjaga di depannya. "Heh... Sialan, siapa yang memintaku masuk." umpat salah satu prajurit. Brian menghentikan mesin mobilnya. Dia membuka pintu mobil, melangkahkan kakinya keluar. "Apa?" tanya Brian, menatap tajam kedua mata laki-laki itu. "Brian..." "Kalian tidak mengijinkan aku masuk?" tanya Brian kengerkasna suaranya. Dia prajurit itu tertunduk. Dia hanya bisa diam, dan melangkah ke belakang. "Maaf, tapi bos bilang jika anda tidak boleh masuk." "Kalian berani melawanku. Kalian lebih mementingkan mereka. Bos kamu, atau aku akan laporkan kamu ke atas lebih tinggi. Biar kalian dipecat semuanya." ancam Brian. "Tidak, jangan laporkan kami. Kami disini hanya bekerja sesuai perintah." kata salah satu prajurit itu. "Sesuai perintah?" tanya Brian. "Iya.." "Kalau begitu aku perintahkan kalian untuk dia. Jangan halangi aku lagi. Jika kalian tidak ingin berhadapan denganku." geram Brian. Dia membalikkan badannya. Tak mau berlama-lama lagi. Laki-laki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam markas. Sementara dua prajurit itu tak bisa berbuat apa-apa. Brian statusnya lebih tinggi darinya. "Jack... Keluar kamu." teriak Brian. "Brian, ada apa?" tanya temannya. Dia berjalan mendekati Brian. "Kamu melihat Jack?" tanya Brian. Temannya hanya menghela napasnya. Dia menarik tangan Brian. "Ikut aku sebentar." kata temannya. Dia menarik nya bersembunyi di balik dinding. "Jangan coba-coba untuk bermain denganku." ancam Brian. "Tidak, aku hanya ingin bicara satu hal." "Apa?" "Kamu dicari John." "Ada apa lagi dengannya?" tanya Brian. "Dia yang meminta Jack untuk menculik adikku. Dimana dia sekarang, jangan basa-basi padaku." Brian menarik kerah Alex. Dia menariknya sedikit ke atas. Mendorong tubuhnya hingga membentur di dinding. "Tenanglah dulu! Aku belum selesai bicara. Jika kamu bicara keras-keras. mereka akan mendengar." kata Alex. Brian seketika merenggangkan cengkeraman di keras Alex. "Cepat katakan semuanya. Dimana dia sekarang?" tanya Aron. "Percuma kamu cari dia disini. Mereka tidak ada disini. Hanya John yang ada di sini. Dia tidak tahu apa rencana yang dilakukan oleh Jack. Bahkan, dia tidak tahu menahu semuanya." jelas Alex. "Jack, pergi sendiri membawa beberapa kelompotannya. Dia menginginkan anak itu. Agar semua uang yang di janjikan itu, bisa jatuh ke tangannya. Sekarang, aku yakin mereka pergi ke rumah profesor." lanjut Alex. "Kamu jangan coba-coba membohongiku. Atau, aku akan beri pelajaran padamu." kata Brian mengancam. "Kamu boleh membunuhku jika aku berbohong. Atau, aku akan antarkan kamu pada John sekarang. Atau, kamu bisa tanya pada Micel." ucap Alex. Brian mengusap rambutnya frustasi. Dia menyandarkan punggungnya di dinding. "Arrggg... Sialan Jack.. Aku tidak akan tinggal diam." kata Brian penuh dendam. Brian mengangkat kepalanya. "Dia menyulitkan matanya. Menatap ke arah Alex. "Bentar! Jika memang dia tidak ada disini. Kenapa kamu menarik aku kesini. Kita bisa bicara dimana saja tanpa takut jika orang lain tahu?" tanya Brian curiga. "Kamu tidak tahu masalahnya." ucap Alex. "Memang apa masalahnya." "Semuanya sedang mengincar kamu. Jadi, aku tidak mau jika kamu dalam bahaya. Aku coba berikan chat padamu untuk hati-hati. Tapi kamu tidak peduli sama sekali." kata Alex kesal. "Hati-hati untuk apa." "Bagaimana, apa Jack memberikan pertanda tentang kemaluan anak itu?" mendengar suara yang tak asing melintas di sampingnya. Seketika Alex menarik tangan Brian. Masuk ke dalam ruangannya yang tepat tak jauh dari tempat dia berdiri. "Sepertinya dia merahasiakan semuanya. Kita salah percaya sama dia. Dia bekerja sendiri untuk mendapatkan uangnya sendiri." "Sialan dia!" umpatnya. "Dia bahkan menyewa beberapa orang pembunuh bayaran. Dan, menyewa sniper wanita terkenal. Dan, satu lagi. Dia menyewa bodyguard yang saat ini paling terkenal di dunia dengan segala keahliannya." Alex dan Brian mendengarkan semua yang dikatakan dua orang yang sedang berbincang tepat di depan ruangan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN