"Sialan! apa yang meraka lakukan?' geram Brian. Mengepalkan tangannya sangat erat.
"Aku idak akan pernah tinggal diam" lanjutnya. Brian mengamati sekelilingnya. Dia hanya melihat profesor di sana. Lalu, pandangan matanya tertuju pada Jack yang berjalan menjauh. Sepertinya dia mau keluar dari ruangan itu.
"ada dua ajiannya. jika aku melawan. makan profesor itu akan melakukan hal yang lebih keji lagi. Sepertinya aku harus cari cara lain." Kata Brian. Dia mengepalkan tangannya. Meletakkan kepalan tangannya di atas dinding tepat di atas kepalanya. Brian berdengus kesal. Menahan amarahnya
"Aron. Sadarlah. Ayo cepat memberontak. Jangan seperti itu. kamu sama saja membuat dia semakin mudah memperoleh penelitian itu padamu." kata Brian. meski dia tahu, jika percuma juga jika berbicara dari jauh. Aron tidak akan pernah mendengarnya.
"ISt... Kenapa dia belum juga sadar. Apa yang dilakukan orang aneh itu. Dia menarik apa pada Aron. Atau, jangan-jangan dia akan mengatur Aron jauh monster.
Bentar! Aku harus cari cara mengalihkan perhatiannya."Brian duduk jongkok. Dia mengambil kerikil yang entah dari mana dan sudah ada di bawah kakinya. Tidak mau jika menyia-nyiakan peluang dengan baik. Brian menarik sudut bibirnya. Dia melemparkan kerikil itu tepat mengenai salah satu dari penjaga di sana. Brian beranjak berdiri. dia sengaja menjatuhkan barang-barang yang ada di sana.
"Siapa itu?" pekik salah satu ajudan. Menoleh ke belakang. Sembari memegang kepala belakang yang terkena lemparan Brian.
'"Kita lihat siapa yang ada di dalam. sepertinya ada penyusup masuk." Bisik ajudan itu pada temannya. "Baiklah! cepat pergi sekarang. Aku disini, kamu pergi saja dulu. Profesor tidak ada yang jaga nantinya" kata ajudan itu. Dia melirik ke arah profesor yang masih saja sibuk dengan penelitiannya. Dan, sepertinya laki-laki paruh baya itu. Tidak mendengarkan seseorang yang masih di ruangan itu.
Brian menatap was-was mereka. Dia sudah mengambil ancang-ancang untuk segera lari. Atau, bersembunyi di sana. "Lama sekali mereka." Umpat kesal Brian.
Salah satu ajudan itu berjalan dengan santainya. Masuk ke dalam ruangan dimana tempat Brian tadi mengacak-acak barang yang ada di sana.
Brak!
Brian tak henti trus membuat barang-barang di sana berantakan.
Setelah ajudan itu berjalan semakin mendekat. Brian segera bersembunyi di balik pintu. Kedua matanya tertuju pada balok kayu. Seketika ide gila terbesit dalam pikirannya. Iya, dia akan melakukan sesuatu yang kejam pastinya. Tapi ini adalah jalan sagu-satunya. Sebelum Aron terluka semakin parah. Brian mengamati setiap langkah ajudan itu dengan sangat teliti. Hingga Brian duduk bersembunyi di bawah meja kecil. Suasana yang sangat gelap menghalangi pandangan mata ajudan itu.
Tapi tatapan ajudan itu terlihat sangat tajam. Kedua mata mengamati sangat detail sekelilingnya.
"Jangan bersembunyi dariku." Umpatnya.
"Jika sampai kamu ketahuan olehku. Maka aku akan menjadikan kamu tkur percobaan profesor." Ancamnya.
Brian tak gentar sama sekali. Dia menarik sudut bibirnya. Mengukirkan senyuman penuh dengan rencana licik di kepalanya.
Saat ajudan itu berjalan menuju ke dalam ruangan. Aron yang bersembunyi, dia keluar dari bawah meja. Beranjak berdiri, mengangkat balok kayu yang baru saja di ambilnya. Kedua tangannya mencengkeram sangat erat balok itu. Dalam satu tarikan napasnya. Dia berjalan dengan sangat hati-hati. Brian perlahan mengangkat balok itu. Wajahnya penuh amarah yang belum mereda. Brian mengeluarkan semua kekuatan pada dirinya. Memukulkan balok kayu itu sangat keras di pundak belakang ajudan itu. Hingga mengenai belakang kepala.
Buggh!!
Saat kaki-laki itu terjatuh. Dan, anehnya dia bahkan tidak kenapa-napa. Pingsan juga tidak. Ajudan itu menggerakkan kepalanya yang sepertinya terasa sakit.
"Sialan! Dia masih bisa berdiri jika seperti ini" ucap Brian dia tidak mau terlihat panik. Pandangan mata Brian berkeliling melihat sekitarnya. Dia menemukan sebuah sapu tangan yang tergeletak tak jauh dari tangan depan ajudan itu, dan sebuah obat yang menggelinding. Tanpa banyak basa-basi. Brian segera mengambil sapu tangan dan obat itu. Dia menuangkan obat itu ke sapu tangan yang ada di tangan kirinya.
"Sialan! Siapa yang berani memukulku" umpat seorang ajudan itu. Sembari memegang kepala belakangnya yang masih sangat sakit. Pandangan matanya juga terlihat samar-samar akibat pukulan keras itu. Ajudan itu masih mengerutkan wajahnya Menahan rasa sakit yang masih menjalar di tubuhnya.
Brian memanfaatkan suasana gelap itu. Dia berjalan mengendap-endap melangkah ke belakang. Punggung ajudan itu. Dengan sigap, dia mendekap hidung dan mulut ajudan itu dengan sapu tangan.
"Arrgg..." Meski ajudan itu melawan. Dia memberikan sikutan keras ke belakang. Brian berhasil menepisnya. Ajudan itu mencoba memberikan tendangan dari belakang. Berkali-kali Brian berhasil menghalangi tendangan itu dengan kakinya. Agar tidak mengenai dirinya. Brian seorang yang ahli dalam bela diri. Tidak ada yang bisa bahkan banyak yang coba melawannya di ring. Selalu berkahir dengan kekalahan orang yang menantang.
Brian menarik tangan kiri ajudan itu ke belakang. Tangan kanan Brian semakin mendekap hidung dan mulutnya sangat keras. hingga perlahan tubuh laki-laki kekar itu mulai lemas. Sebelum badannya lemas sempurna. Ajudan itu menarik tubuhnya berhasil. Bebas dari tawanan Brian. Sebelum ajudan itu menatap ke arahnya. Brian memberikan semprotan di matanya dengan obat yang di berikan tadi.
"Arrrggg...." Teriak laki-kaki itu kedua tangannya memegang matanya yang terasa panas dan sakit. Salah satu ajudan yang masih di samping Aron. Dia mendengar suara teriakan di luar ruangan. dengan wajah yang curiga. Laki-laki itu beranjak dari sana. Berjalan mencari salah satu temannya. belum juga masuk ke dalam ruangan. Sebuah pukulan keras mengenai perutnya.
Brian tersenyum tipis. menarik salah satu alisnya. Dia seolah menantang kaki-laki yang ada di depannya. Hingga sebuah tendangan melayang, dia memutar kakinya, hingga mengenai leher samping ajudan itu sangat keras. Membuatnya terjatuh. Brian segera melakukan hal sama, dia membius laki-laki itu.
Setelah semuanya selesai. Brian segera bersiap untuk berjalan menghampiri profesor itu. Tak mau kelihatan siapa dirinya. Dia memakai topi jaket hodie miliknya. Berjalan menunduk, tanpa melihatkan wajahnya.
Brian menarik sudut bibirnya tipis. Dia bejalan santai tepat di belakang profesor itu. Kedua tangan dia masukan ke dalam kantong jaketnya.
"Apa yang di rencanakan olehnya." Ucap Brian, menautkan kedua alisnya. Dia berjalan mendekati profesor. Menepuk pundaknya sangat keras. hingga laki-laki itu menoleh ke belakang. Brian duduk jongkok di bawah profesor itu. Dan, bodohnya profesor itu tak tahu aksi Brian.
"Jangan bermain-main denganku. Siapa itu?" Teriaknnya. Kedua mata profesor itu berkeliling melihat sekitarnya. Tanpa menunduk ke bawah .
Brian berjalan sambil jongkok tangannya meraih satu buah ramuan yang terletak di atas meja. Setelah berhasil laki-laki itu menutup ramuan itu. Lalu, memasukan ke dalam saku jaketnya. Sementara laki-laki tua itu bingung mencari orang yang menyentuhnya. Kaca mata tebalnya mungkin membuat dia tidak tahu jika ada seorang di bawahnya.
Brian segera berdiri kembali. Dia mendekap profesor itu dari belakang. Membiusnya seperti yang di lakukan pada dua ajudan tadi.
Profesor itu perlahan tak sadarkan diri. Tapi, dia bukan laki-laki yang gampang percaya jika profesor itu begitu mudahnya jatuh dan pingsan saat di bius.
"Obat bius ini pasti hanya bekerja beberapa menit saja. Aku harus segera bebaskan Aron. Brian terlihat panik dia berlari mendekati Aron. Mencoba membuka alat itu tetapi tetap saja tidak bisa. Alat itu trus berjalan menyiksa Aron.
"Sialan! Apa yang harus aku lakukan?" ucap Brian. Dia terdiam sejenak, mencoba memikirkan cara. Pandangan mata Brian tertuju pada penelitian profesor itu. Dia berlari kembali ke saja. Pasangan matanya meneliti di sekelilingnya. Hingga mata Brian tertuju pada tombol tekan ke bawah. Dia menariknya ke atas. Dan, benar saja. Cengkungan seperti kaca transparan itu perlahan terbuka. Brian menatap dengan sangat hati-hati ada banyak tombol di sana. Dia takut jika salah melakukannya.
"Sepertinya ini, semoga saja." Kata Brian. Dia mengerutkan wajahnya. Antara takut dan bingung harus menekannya atau tidak. Dan, benar. Semua peralatan yang terpasang di tubuh Aron seketika menghilang. Dia menekan tombol sampingnya. membuka beberapa pengikat tubuh Aron. Melihat semuanya sudah terbuka. Brian segera berlari menghampiri Aron. Sesekali dia memastikan apakah profesor itu sudah bangun atau belum.
Brian segera mengambil tubuh Aron. meletakkan di bawah. Brian menepuk nepuk pipinya berkali-kali. Mencoba untuk menyadarkan Aron.
"Aron.. bangunlah!" Ucap Brian.
"Aron, cepat bangun." Brian tak berhenti membangunkannya. Merasa tidak ada jawaban dari Aron. Brian menggendong Aron . Segera pergi dari sana. Tepat setelah Brian berlari pergi. Profesor itu bangkit dari pingsannya.
"Siapa yang ambil penelitianku." Ucap profesor itu. Pandangan matanya melihat seorang berlari menggendong Aron. Brian tak perduli dianterus berlari segera menebus lorong yang di lewatinya tadi. Lagian profesor tua itu pasti tidak akan bisa mengejarnya.
"Dua ajudan sialan, cepat keluar sekarang." Pekik profesor itu penuh amarah. Profesor itu teriak-teriak memanggil tidak ada yang mendengarkannya.
Sementara Brian berhasil keluar dari lorong. Dia seketika menaiki anak tangga keluar dari sana. Tak mau hrrkama, Brian menutup kembali pintu rahasia itu. Dia segera keluar dari gudang. Mengunci gudangnya lagi.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya seseorang di belakang Brian seketika membuat dia terkejut.
Brian menoleh, seketika dirinya menghela napasnya lega saat melihat Alex yang ada di belakangnya.
"Ikut aku, aku akan bantu kamu bawa dia keluar." Alex memberikan kain menutupi tubuh Aron di gendongan belakang Brian.
"Aku tunjukan jalan pintas lewat pintu belakang, yang jauh lebih dekat dari pada lewat depan yang banyak sekali penjagaan." Alex berjalan lebih dulu, meski sedikit ragu dengan teman sendiri. Terpaksa Brian mengikuti langkah Alex. Dia tahu jika di luar pasti banyak penjagaan yang sangat ketat.
Brian dan Alex berjalan sangat hati-hati. Saat ada penjaga melewati ruangan. Mereka segera bersembunyi di balik dinding penghalang. Mereka melangkah pelan dan sangat hati-hati. Hingga pada titik akhir sampai di pintu belakang. Ada beberapa penjagaan di sana.
"Aku akan alihkan pandangan mereka. Kamu keluar segera. Dan, mobil kami. Sudah aku pindahkan di pintu belakang." Jelas Alex.