Berita Mengejutkan

1063 Kata
Hubungan antara Candra dan ibunya semakin membaik setelah perbincangan mereka. Bahkan kini sang ibu sudah menyiapkan banyak makanan yang terlihat menggiurkan saat ditatap. Makanan-makanan yang hanya mencium aromanya saja membuat air liur Candra nyaris menetes. "Ayo dimakan, Can. Kenapa hanya ditatap makanannya?" tanya Ratna yang heran dengan tingkah laku putranya. Candra hanya duduk sambil menatap makanan-makanan yang terhidang di atas meja, tidak sedikit pun menyentuh atau mencicipinya. "Apa makanannya terlihat tidak enak?" "Justru sebaliknya, Bu, karena makanan-makanan ini terlihat sangat lezat, aku sampai gugup sekarang." Candra terkekeh di akhir ucapan mengundang dengusan keluar dari mulut sang ibu. "Kamu ini bisa saja memuji begitu. Padahal sudah sering memakan masakan ibu." "Mungkin karena sudah lama aku tidak memakan masakan buatan ibu. Selama ini ibu jarang di rumah dan tidak pernah menyiapkan makanan untukku. Aku sering memasak sendiri jika lapar dan kalau kebetulan ada uang, aku pasti membeli makanan di luar. Rasanya rindu saja memakan masakan ibu makanya aku merasa terharu sekarang." Ratna memasang raut sendu, sekarang dia merasakan penyesalan dan rasa bersalah yang mendalam pada sang putra. Baru menyadari selama ini dia bersikap sekejam itu pada putranya sendiri. Hanya mementingkan pekerjaan dan mengabaikan putranya sendiri. Yang lebih menyedihkan pekerjaan yang dilakoninya hingga mengabaikan putranya itu merupakan pekerjaan yang kotor karena dia harus menjual tubuhnya pada pria-p****************g yang menyewanya. Pekerjaan yang tanpa dia sadari memberikan dampak buruk pada sang putra karena jadi Candra yang harus menanggung malu. Mengingat semua ini kedua mata Ratna berkaca-kaca hingga sedetik kemudian airnya matanya jatuh mengalir di wajahnya. "Eh, ibu kenapa menangis?" tanya Candra, terkejut bukan main melihat ibunya yang tiba-tiba meneteskan air mata. Candra jadi berpikir dia sudah mengatakan sesuatu yang salah sehingga membuat ibunya tersinggung dan bersedih seperti ini. "Maafkan aku jika ada kata-kataku yang salah dan menyinggung perasaan ibu." Ratna menggelengkan kepala. "Tidak kok. Kamu tidak salah, tidak ada juga kata-kata kamu yang menyinggung perasaan ibu. Ibu hanya sedih soalnya ingat selama ini sikap ibu sudah keterlaluan. Ibu sering mengabaikan kamu sampai sudah lama tidak menyiapkan kamu makanan. Ibu juga jarang memperhatikan kamu. Ibu jarang di rumah karena sibuk bekerja, tapi pekerjaan ibu juga begitu. Pekerjaan kotor yang pasti membuat kamu malu. Benar, kan?" Candra tertegun seraya memalingkan tatapannya ke arah lain. Semua yang dikatakan ibunya memang benar, tapi dia takut jika mengakui semuanya maka akan membuat sang ibu kembali bersedih. "Candra jawab ibu dengan jujur, apa selama ini ada orang yang mengejekmu karena tahu pekerjaan ibu?" Candra masih diam seribu bahasa, masih menimbang-bimbang haruskah dia berkata jujur atau berbohong demi menjaga perasaan ibunya. "Katakan saja yang sebenarnya, Can. Jangan takut ibu akan tersinggung, justru ibu ingin tahu apa dampak dari pekerjaan kotor yang selalu ibu lakukan ini." Karena terus didesak seperti itu, Candra pun menghembuskan napas pelan. "Sebenarnya teman-temanku di kampus hampir semua tahu pekerjaan ibu dan karena itu mereka selalu mengejek dan menghinaku. Bahkan Eliza… pacarku yang awalnya begitu mencintaiku dan satu-satunya orang yang peduli padaku di kampus akhirnya meninggalkan aku karena malu dan tertekan dirinya selalu ikut dibully karena menjadi kekasih anak seorang wanita panggilan sepertiku." Ratna membekap mulut, tak menyangka seburuk itu dampak yang didapatkan putranya dan air matanya pun kembali menetes semakin deras membanjiri wajahnya yang masih terlihat cantik walau tak lagi muda. "Maafkan ibu, Can. Ibu sudah jahat padamu. Kamu menanggung malu di kampus karena perbuatan ibu, sedangkan di rumah sikap ibu sangat buruk padamu. Ibu selalu membentak dan memarahimu padahal kamu tidak salah apa-apa. Maafkan ibu, Can. Ibu ini seorang ibu yang buruk dan gagal." Candra spontan bangkit berdiri, dia berjalan cepat dan berjongkok di depan ibunya, memegang kedua tangan ibunya dengan erat, yang bergetar karena sedang menangis tersedu-sedu. "Sudahlah, Bu. Jangan menyalahkan diri sendiri lagi. Semua sudah terlanjur terjadi. Lagi pula aku tahu ibu terpaksa bekerja seperti itu untuk membiayai hidup kita. Yang salah di sini itu Brama." Tangan Candra terkepal jika mengingat tindakan kejam ayahnya pada mereka berdua. "Tapi ibu jangan khawatir dan tidak perlu bersedih lagi. Aku sudah memberi pelajaran pada Brama dan keluarga barunya. Mulai sekarang mereka tidak akan meremehkan kita lagi. Yang paling penting sebentar lagi ibu akan bebas karena resmi bercerai dengan pria b******k itu. Aku serius dengan perkataanku semalam, aku rela dan mendukung jika ibu berencana menikah lagi." Ratna mendengus." Itu belum pasti, Can. Karena seperti yang ibu katakan tadi belum tentu ada pria yang mau dengan wanita kotor seperti ibu." "Berhenti berpikir begitu, Bu. Seperti yang kukatakan juga karena ibu ini cantik pasti banyak pria yang memperebutkan ibu." "Huh, kamu itu sejak kapan jadi pandai menggombal begini." Candra pun terkekeh karena sang ibu memukul pelan bahunya. Hingga obrolan mereka yang memilukan itu terhenti karena suara getaran yang berasal dari ponsel milik Ratna di atas meja. Sebuah panggilan masuk dan Ratna tahu persis siapa yang meneleponnya. Sedangkan Candra tampak heran karena melihat ibunya tak mengangkat telepon itu. "Kenapa tidak diangkat, Bu?" "Biarkan saja. Itu telepon dari salah satu pelanggan ibu. Mungkin dia ingin menyewa ibu untuk melayaninya hari ini. Tapi Ibu sudah memutuskannya … seperti yang kamu minta semalam, ibu akan berhenti bekerja sebagai wanita panggilan." "Benarkah itu, Bu?" Melihat anggukan diberikan sang ibu, detik itu juga Candra memekik kegirangan, senang bukan main. "Syukurlah, aku senang sekali mendengarnya, Bu." "Karena kamu bilang akan mendapatkan uang dari game yang kamu mainkan, ibu pikir memang sudah saatnya untuk berhenti melakukan pekerjaan kotor itu." Candra mengangguk setuju seraya mengangkat kedua ibu jari sebagai bentuk dukungan atas keputusan penting ibunya tersebut. "Kalau begitu aku harus lebih semangat memainkan game TPS." "Jangan lupa mengisi perutmu dulu, Can." Ratna mengingatkan. "Tentu saja. Kalau begitu aku makan dulu sekarang karena sebentar lagi aku akan log in ke TPS." Candra lalu bangkit berdiri setelah sempat memeluk ibunya sebentar, dia kembali duduk di kursinya sambil menyalakan televisi. Namun, kegiatan makannya terganggu ketika sebuah berita tengah ditayangkan di televisi. "Hah? Seorang mantan petinju profesional dikabarkan meninggal secara mendadak di rumahnya dalam kondisi tengah memainkan game the psychopath system. Can, bukankah itu game yang sedang kamu mainkan?" tanya Ratna, tapi tak mendapatkan respons apa pun dari sang putra. Pasalnya kedua mata Candra terbelalak sempurna seolah siap menggelinding keluar dari kelopaknya, itu karena Candra yakin mantan petinju yang sedang diberitakan itu tidak lain merupakan player yang tewas di dalam TPS karena dibunuh oleh Nasafi. Apa-apaan ini? Mungkinkah pemain yang terbunuh di TPS maka jasadnya di dunia nyata akan benar-benar terbunuh juga? Game macam apa TPS itu? Semua pertanyaan itu kini bermunculan di benak Candra.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN