Bab 8. Menggoda Mita

1015 Kata
"Apa Kau yakin adikmu menyukai wanita itu? Aku dengar Leo sudah punya wanita sebelum putus dengan istrimu, dan mereka sudah check-in kamar," ujar Angga. Pria itu teman dekat Regan, tapi dia juga tak sendiri di sana. Ada Reno laki-laki lain yang juga di sana selain Regan. Mereka sebenarnya berkunjung karena masalah penting pekerjaan, mendadak dan bersifat penting sehingga tidak bisa ditunda. Namun, saat sudah beres salah satu dari ketiganya malah membicarakan persoalan Regan. "Jadi katakan pada kami bagaimana kau sangat yakin soal dia yang menjadi wanita kesayangan Leo?" timpal Reno. Regan menepuk bahu kedua sahabatnya secara bersamaan. "Kalian akan tahu nanti. Sekarang pergilah, bukankah kalian harus pergi mengurus proyek di luar kota?" Reno berdecak kesal, meski kemudian diapun menurut. "Ck, Kau sangat tidak asik, Bung!" "Pergilah!" ujar Regan dengan acuh sembari mendorong keduanya keluar. Namun, saat sudah di luar ruang kerjanya. Mita tiba-tiba muncul di sana dan menatap mereka dengan serius, sebelum tiba-tiba menghampiri Reno dan membuat Regan heran. "Pak Reno, Anda ada di sini?" sapa Mita seolah mengenalnya, tapi Reno sepertinya asing padanya. Mita paham dan segera menjelaskan. "Saya Mita Ayu Lestari yang bekerja di restoran milik keluarga Bapak. Saya mohon untuk mempertimbangkan untuk tidak memecat saya!" Regan menarik Mita mendekat padanya. Meski pasangan baru yang asing, tapi melihat wanitanya terlalu dekat dengan laki-laki lain meski temannya, Regan tidak suka, dan dia punya alasan yang masuk akal atas sikapnya itu. "Oh, jadi kamu pelayan yang menciptakan kerusuhan di restoran dua hari lalu?" ***** "Jelaskan, apa maksudmu bekerja jadi pelayan restoran milik keluar Reno?" tuntut Regan setelah mengusir paksa kedua sahabatnya. "Yah, cari uang dong. Memangnya apalagi?" balas Mita dengan sedikit ketus. Wanita itu cukup kesal dengan sikap suaminya yang membuatnya kecewa. Bos di tempat kerjanya bahkan belum sempat menjawab pertanyaannya, tapi sekarang mereka sudah pergi bersama kesempatan Mita untuk kembali bekerja. "Aku tahu, Mita. Maksudku alasan lain?!" tanya Regan. "Tidak ada alasan yang lebih spesifik. Percuma dijelaskan, orang kaya sepertimu mana mengerti rasanya kekurangan uang," jelas Mita. "Oh, jadi kamu kekurangan uang?" "Masih ditanya lagi? Iya, Aku kekurangan uang. Sebagai perempuan, aku harus membeli skincare untuk perawatan tubuh. Uang jajan, uang untuk tugas kuliah, dan belum lagi yang lainnya," jelas Mita membuat Regan menatapnya aneh. Pria itu tidak menanyainya lagi, dan membuat Mita tidak puas. Dia merasa penjelasannya tidak berarti apa-apa bagi Regan sehingga jadi kesal, tapi menahan diri. "Aaarrrggh, lepasin Aku!" kaget Mita reflek menjerit. Regan tiba-tiba menyeretnya dan memaksanya mengikuti langkahnya. "Tidak usah merengek, sekarang waktunya makan malam, ayok!" Mita melebarkan pupil matanya. "Tidak, aku sudah makan malam." "Kau pikir, aku percaya?!" Mita menggelengkan kepalanya. Belum seminggu menikah, tapi suaminya sudah sangat overprotective terhadapnya dan itu semua karena calon bayi yang tidak pernah ada. Menyadari hal itu Mita menjadi khawatir dan resah Regan akhirnya mengetahuinya. "Ternyata kamu sangat bekerja keras," ungkap Regan setelah Mita menghabiskan makan malamnya dengan susah payah. Keduanya masih di meja makan dengan Mita yang menatap bingung dengan s**u untuk ibu hamil dihadapannya. Dia bingung bagaimana cara menghabiskannya, sebab perutnya sudah begah. "Aku tidak haus pujian, jadi tidak usah memuji," jawab Mita malas. Membuat seulas senyuman muncul di bibir Regan, ah--bukan senyuman. Lebih tepatnya garis bibirnya yang sedikit tertarik keatas, tapi tidak sampai membentuk senyuman. "Padahal aku ingin menawarkan lowongan kerja," ujar Regan dengan acuh tak acuh. Membuat Mita langsung bersemangat dan tanpa sadar meraih tangan Regan, lalu menatapnya serius. Regan sedikit syok dengan reaksinya, tapi kemudian menganggukkan kepalanya. "Apa? Aku ingin kerja, apa aja, tapi serius jangan mempermainkan aku!" ungkap Mita bersemangat. Melihat hal itu, Regan menjadi usil dan tertarik mengerjainya. "Cukup berbaring, maka kamu bisa mendapatkan banyak uang." Mita mengerutkan dahinya bingung. Pekerjaan seperti itu belum pernah dia dengar, wanita itu langsung melepaskan genggamannya ditangan Regan, tapi saat hal itu berlangsung, Regan malah menahannya. Kini pria itu yang memegang tangan Mita. "Aku serius, Mita. Kamu cuma berbaring dibawahku lalu mendesahkan namaku!" "Bajing*n m***m!" Hampir saja telapak tangan Mita mendarat di pipi Regan, jika seandainya pria itu tak sigap dan menangkap tangan Mita yang tidak digenggamannya. "Baiklah, aku cuma bercanda soal itu. Dasar emosian. Lagian itu hakku, untuk apa membayar, kamu sudah menjadi milikku," ungkap Regan sambil menatap Mita dengan serius. "Aku sedang hamil, jangan mempermainkan emosiku, itu bisa mempengaruhi bayinya, dan soal berhubungan dokter sudah bilang kita belum boleh karena usianya masih sangat muda," jelas Mita berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia tak mau kelepasan dan membuat apa yang sudah dilakukannya berakhir sia-sia. Dia harus tetap menjadi istri Regan, setidaknya sampai memastikan Leo kapok dan menyesal sudah menghina serta mengkhianatinya. "Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi. Kamu bisa bekerja mulai besok," jelas Regan. Membuat Mita sumringah dan tersenyum senang. Anehnya Regan suka melihatnya demikian padahal mereka masih cukup asing untuk berbagi perasaan. "Terus Aku kerja apa dan di mana?" tanya Mita kembali terlihat bersemangat. "Besok Kamu tahu sendiri, sopir akan mengantarmu ke sana." ***** Keesokan paginya, Mita sangat bersemangat dengan pekerjaan barunya. Dia pikir Regan akan memberinya posisi yang lebih baik dari pekerjaannya yang sebelumnya. Melihat kafe estetik yang didesain ala anak muda, Mita tak berhenti tersenyum. Dia pikir itu akan menyenangkan bekerja di sana. "Apa ini tidak salah?" ujar Mita tak percaya. Pada akhirnya senyum itu harus pudar saat seseorang memberinya seragam kerja dan juga menjelaskan pekerjaannya. "Tidak, Nona. Pak Regan sudah memberitahu kalau anda memang ditempatkan di bagian mencuci piring!" jelas seseorang yang merupakan staff di sana. Mita mengangguk paham kemudian mendesah kasar. Seperginya staff tersebut diapun mulai merutuki Rega dengan kesal. "Katanya ini kafe miliknya, tapi kenapa istri sendiri malah di jadikan tukang cuci piring? Sial, bajing*n itu sepertinya senjata!" Mita mengeram kesal kemudian meraih teleponnya dan menuntut Regan. "Kamu sendiri yang bilang mau jadi pelayan restoran, terus apa yang salah dengan itu, Mita? Kafe dan restoran sama saja, cuma beda konsep, tapi tetap saja tempat makan!" "Tapi nggak jadi tukang cuci piring?!" "Loh, bukankah semalam kau hampir memohon posisi itu pada Reno? Sudahlah, itu sama saja, berhenti protes dan belajar bersyukur! Jangan lupa berterima kasih kepadaku. Oh, atau kamu masih harus belajar cara berterima kasih?" Tuttt! Mita menutup teleponnya dan Regan segera menyadarinya. Namun, bukannya marah pria itu malah tersenyum gemas. "Menarik!" *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN