Chapter 21

1191 Kata
"Ya. Saya membutuhkan nya sekarang," jawab Aini. "Untuk apa?" "Saya akan pulang ke Indonesia." Senyum yang tak mampu ditahan oleh Shen Mujin itu luntur seketika. Wu Jia Li dan Feng Yin saling melirik. Pikir mereka, ada apa sebenarnya? Kenapa wajah Shen Mujin begini? Tadi dia terlihat bahagia, Namun sekarang …. "Apa maksudmu?" kini ada perubahan di suara Shen Mujin. "Tuan Shen, para korban gempa sudah memasuki rumah yang dibangun oleh pemerintah, pembangunan telah selesai sembilan puluh persen, pekerjaan saya sebagai relawan di sini juga telah berakhir. Jadi saatnya saya pulang ke tanah air saya," jawab Aini. Shen Mujin terlihat diam untuk beberapa lama. Hal ini, ini merupakan hal penting. Dia tak tahu bahwa pembangunan di kota Zhaotong telah pulih, Shen Mujin melirik ke arah Lu Yang. Hal ini membuat Lu Yang takut. Tatapan yang ditujukan oleh bos itu adalah tatapan yang mengandung arti kemarahan.  Ada hal penting lain yang Shen Mujin tidak tahu, atau dia baru tahu sekarang, yaitu Aini akan pulang ke negara asalnya. Hal ini membuat Shen Mujin kaget, sebab sebulan dia tak bertatap wajah dengan Aini dan kabar Aini yang dia dengar, pulang. Pulang dari Aini berarti pergi dari Shen Mujin. "Tuan Shen? Halo? Apakah Anda masih di sana?" Aini memanggil Shen Mujin, sebab sudah hampir dua menit tak ada suara dari Shen Mujin yang dia dengar. "Tunggu saya,  saya akan ke sana sekarang." Klik. Panggilan diakhiri sepihak oleh Shen Mujin. Setelah mengakhiri panggilan, Shen Mujin menatap datar ke arah Lu Yang. "Siapkan penerbangan ke Zhaotong sekarang." "Baik, Bos," sahut Lu Yang, dia dengan hati - hati meraih ponselnya yang Shen Mujin taruh kasar di atas meja. "Jinjin, kamu akan ke Zhaotong sekarang? Bagaimana dengan hal yang ingin kamu ucapkan pada seluruh manager dan staf perusahaan Shen di Shanghai?" Wu Jia Li bertanya. Shen Mujin melirik ke arah Wu Jia Li, "Ada sesuatu yang penting, aku harus pergi sekarang," balas Shen Mujin. "Sekarang kau akan pergi tanpa makan siang?" Wu Jia Li mengerutkan keningnya, "makan dulu," lanjut Wu Jia Li. "Di perjalanan saja," balas Shen Mujin, pria tiga puluh tahun itu berdiri dari sofa yang ada di ruang kerja Wu Jia Li, "aku pergi." "Ya, hati - hati," balas Wu Jia Li dan Feng Yin. Shen Mujin berjalan pergi meninggalkan ruang kerja milik Wu Jia Li. Feng Yin melirik ke arah tunangannya, "Baobey, aku pikir memang ada sesuatu yang penting di Zhaotong." Wu Jia Li mengangguk membenarkan, dia pun berpendapat sama dengan sang tunangan. "Apa tadi aku dengar Jinjin menyebutkan nama dari Nona Aini?" Wu Jia Li melihat ke arah kanannya, ke arah Feng Yin, "siapa itu nona Aini?"  Feng Yin menjawab, "Dia adalah gadis yang aku katakan padamu sebelumnya, gadis yang dekat dengan sepupumu. Dia seorang relawan asal Indonesia, sebelumnya dia adalah seorang YouTuber terkenal, sekarang pengikutnya naik signifikan menjadi empat puluh juta subscriber." Wu Jia Li buru - buru meraih ponselnya, lalu dia membuka youtube, "Apa nama channel-nya?" "Aini Care ASMR." Wu Jia Li mengetik nama Channel, namun dia agak kesusahan. "Bagaimana karakter dan pelafalan dari channel-nya?"  "Sini." Feng Yin mengambil ponselnya milik Wu Jia Li lalu mengerikan nama channel youtube Aini. °°° Wajah datar Shen Mujin tetap dipertahankan ketika berada di dalam pesawat pribadinya. Kalimat yang Aini katakan 'Saya akan pulang ke Indonesia', terulang terus - menerus di dalam benaknya.  "Lu Yang." "Ya, bos?" Lu Yang menyahut. "Kenapa tidak kamu laporkan perkembangan pembangunan kota Zhaotong padaku selama satu bulan ini?" suara yang dingin. Lu Yang bisu, dia tak mampu menjawab pertanyaan sederhana dari bos. Perlu olah pikiran untuk menjawab pertanyaan itu. "Bos, saya pikir Anda akhir - akhir ini sedang sibuk," jawab Lu Yang pada akhirnya. "Tidak ada bonus untuk tiga bulan ke depan." Lu Yang hampir mati ketika dia mendengar putusan vonis dari sang bos. Buddha, maafkan aku. Tolong aku. Batin Lu Yang berdoa. °°° Suasana makan siang di keluarga Nabhan terlihat damai. "Chana, apa ada kabar dari adik bungsumu untuk pulang ke sini lagi?" Atika yang telah memutih sebagian rambutnya itu bertanya ke arah sang menantu. Chana menelan makanan setelah mengunyahnya. "Mama Poko telepon tadi malam, katanya Aini akan segera pulang, perbaikan di kota Zhaotong sudah selesai, para relawan sudah bisa kembali ke negara asal mereka atau pulang ke rumah mereka," jawab Aini. Atika manggut - manggut. "Dia adalah gadis pemberani," ujar Nibras. "Ya, gadis pemberani," timpal Atika. "Aini tak pernah mempublikasikan identitas aslinya ke publik, hanya dua bulan lalu ketika dia menjadi perwakilan dari grup Shen di China daratan, dia mempublikasi identitasnya sebagai seorang YouTuber, bukan sebagai Nona Muda Basri," ujar Nibras, pria 68 tahun itu, dia melihat ke arah Chana, "tidak ada sifat sombong dan arogan." Chana tersenyum, apa yang dikatakan oleh mertuanya itu benar adanya, sang adik bungsu tak pernah memiliki sifat sombong dan arogan. "Memang sudah begitu dari kecil sifatnya. Jika melihat orang kelaparan, dia sering menangis. Ah, waktu itu pernah kita berlibur bersama di Yogya, Aini melihat seorang anak di jalanan yang memegang perut sambil melihat ke arah sebuah warung, ketika melihat anak itu, mata Aini memerah sambil berkata 'Aku ingin beri dia makan', padahal umur Aini saat itu baru empat tahun, namun rasa kepeduliannya sudah ada." Chana mengingat kenangan 16 tahun yang lalu. "Sayang sekali, semua laki - laki Nabhan sudah menikah. Hum, aku berharap dia bisa menjadi menantu dari Nabhan," celetuk Nibras dengan nada kecewa. "Hahahaha." Chana tertawa geli. Ayah mertuanya ini memang benar - benar terpukau dengan nona dari Basri. Ibunya pernah bercerita bahwa dulu ketika masa muda sang ibu, ayah mertuanya menyukai sang ibu, bahkan nekat melamar sang ibu meskipun sang ibu belum bercerai dengan ayahnya.  Atika ikut tertawa. "Ya, jadikan menantu Nabhan, hah, anak laki - laki dari Rendra sudah menikah tahun lalu, yah … tidak ada yang tersisa lagi dari Nabhan." Aqlam tersenyum tipis. Ayah dan ibunya ini benar - benar kompak. Apalagi sang ayah yang sangat suka dengan nona Basri. Dia dan Chana saling melirik lalu tersenyum geli. "Ah, yah, apakah Anas menelepon dari Oxford? Ibu rindu dengan anak itu, hah, dia sama saja dengan Aini mengikuti jejak tantenya, suka pergi jauh dari rumah," ujar Atika. "Belum, tapi sebulan lalu Anas menelepon bahwa dia akan mengadakan acara kampus di luar ruangan, semacam kemping," jawab Chana. "Hum, tidak ingat kalau dia punya nenek di sini," keluh Atika. Aqlam dan Chana tersenyum. Apa boleh buat, anak sulung mereka dapat beasiswa untuk kuliah di Oxford University. Bukan sembarang orang yang dapat kuliah dengan meraih beasiswa di sana. Putra Nabhan memang memiliki kelebihan bawaan jenius.  "Nanti Chana akan telepon, Bu," ujar Chana. "Hu'um, telepon gih." Atika mengangguk. "Dia sudah besar juga, bulan depan sudah mau dua puluh tahun. Hah, cucu-cucuku sudah besar-besar," Atika melihat ke arah Fahmi, "Fahmi juga sudah besar, tambah ganteng." Atika memuji Fahmi. Fahmi tersenyum, "Nenek Tika juga makin hari makin tua tapi tambah cantik." "Ah, gombal!" Atika melotot. "Hahahahahah!" ruang makan itu penuh dengan tawa. °°° Shen Mujin turun dari mobil, dia baru saja tiba di Zhaotong, tepatnya di tenda pengungsian.  Pandangan Shen Mujin melihat sekeliling. Tidak ada lagi para korban gempa seperti sebulan yang lalu ketika dia masih ada di situ. Kaki Shen Mujin melangkah ke tenda milik Aini. Namun, Aini telah menunggu Shen Mujin di depan tenda milik Shen Mujin. "Tuan Shen." Panggil Aini ketika dia melihat Shen Mujin berjalan mendekat ke arah tendanya. Beberapa menit kemudian di dalam tenda Shen Mujin. Aini melirik di sekeliling tubuh dan tangan Shen Mujin, dia tak menemukan apa yang dia cari. Ah, mungkin barang yang dia cari ada di Asisten Lu. "Apakah barang - barang saya ada di Asisten Lu?" Shen Mujin menatap ke arah mata Aini. "Ikut aku ke Beijing."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN