bc

Pernikahan Rahasia Anak Kuliahan

book_age18+
7.4K
IKUTI
83.5K
BACA
possessive
sex
dominant
CEO
sweet
bxg
city
polygamy
wife
husband
like
intro-logo
Uraian

Pembaca 18+

Zia Anandi Zahra, mahasiswa yang berusia 20 tahun. Ia tidak sengaja bertemu dengan Agam Latif yang merupakan sosok senior di kampusnya. Tidak hanya itu, saat Zia semester satu, Agam menjabat sebagai presiden Mahasiswa. Keduanya dipertemukan kembali dengan kondisi yang sangat berbeda.

"To-tolong nikahi saya," pinta Zia sambil terbata-bata. Dia menerima segala bentuk respon yang akan Agam berikan. Setidaknya Zia sudah mengatakan sesuatu yang ingin ia katakan.

"Kenapa gue harus nikahin lo?" tanya Agam.

Zia tidak punya alasan yang masuk akal. Apalagi mereka bukan dua insan manusia yang sedang dimabuk cinta. Pertanyaan yang Agam lontarkan tidak bisa dijawab oleh Zia. Lihat saja, bibirnya menjadi kaku seakan tidak bisa berkata-kata.

"Oke."

"Ha?" Zia kaget. Apa maksud satu kata yang baru saja Agam katakan?

"Oke, Gue bakal nikahin lo." Tanpa diminta, Agam mengulang dan memberi penjelasan dari ucapan sebelumnya.

Penjelasan Agam membuat Zia menjadi takut. "Kamu tidak mungkin mau menjual saya bukan?"

Agam yang awalnya berjongkok, sekarang ia sudah berdiri. "Siapa yang mau beli lo?" tanya Agam dengan mimik wajah datar.

Note : Cerita ini hanya fiktif belaka. Ambil baik dan buang yang buruk.

chap-preview
Pratinjau gratis
Ospek
September 2019 Ratusan mahasiswa berlari menuju ke lapangan. Mereka seperti dikejar-kejar sesuatu sehingga berlari dengan begitu cepat. "Woi Gam!" "Eh malah melamun. Agam!" Laki-laki yang baru saja datang adalah Yuno. Dia mahasiswa semester lima dengan jurusan teknik sipil. "Hm." Seperti biasa. Aura dingin Agam mengudara. Bahkan Yuno yang sudah mengenal Agam dari zaman SMA sudah cukup terbiasa. Agam merupakan mahasiswa yang menjabat sebagai presiden kampus tahun ini. Ia sudah semester lima dengan jurusan teknik informatika. "Lihatin siapa?" Yuno melihat ke arah dimana Agam melihat. "Nggak ada," jawab Agam seadanya. Ia langsung berjalan menuju ke ruang panitia. "Tahun ini ceweknya cantik-cantik," komen Yuno. Agam tidak peduli. Dia bahkan tidak merespon apapun yang dikatakan oleh Yuno. Jangan tanya seberapa besar sabar Yuno, karena selama berteman dengan Agam ia seperti orang yang berbicara dengan patung. Agam memperhatikan panitia ospek yang tengah sibuk dengan tugas mereka masing-masing. "Gimana?" tanya Agam kepada ketua panitia Ospek yaitu Dito. "Aman. Lo duduk santai aja!" Selama beberapa tahun ke belakang, biasanya ospek dilakukan secara terpisah sesuai fakultas. Namun kali ini Ospek dilakukan secara gabungan selama 3 hari. Ospek di mulai pukul 06.30 sampai 17.00. Setelah pukul lima sore, mahasiswa baru tidak diperbolehkan berada di lingkungan kampus. Tahun ini Agam menekankan kepada semua panitia bahwa ospek bukan ajang balas dendam, namun ajang pengenalan suasana kampus serta mempererat kekeluargaan sebagai warga kampus yang baru. Selain itu, mahasiswa baru harus tahu bagaimana cara menghargai dan menghormati orang yang lebih tua dari mereka, terutama dosen-dosen. Agam tidak ingin kejadian tahun lalu terulang lagi, dimana ada beberapa mahasiswa yang sampai masuk ke rumah sakit karena kelelahan. "Yuno, lo dipanggil Felix," ucap Agita yang baru saja masuk ke ruang panitia. "Entar," jawab Yuno yang tidak bergerak. Agam langsung menatap tajam. Kalau sudah begini ceritanya, lebih baik Yuno mencari aman. "Gue pergi," ucapnya sambil menyengir. Agam memang tidak banyak bicara. Namun jiwa kepemimpinannya tidak perlu dipertanyakan lagi. Dia akan tegas kepada siapapun, tidak peduli mau teman dekat sekalipun. "Pagi," sapa Agita sambil melirik Agam. "Hm," balas Agam. "Dit, gue ke lapangan." Dito mengangguk. Sedangkan Agita menghela nafas panjang. Satu angkatan, satu organisasi namun ia sangat sulit mendekati Agam. Padahal dari awal Agita sudah tertarik dengan Agam. Siapa yang tidak tertarik dengan Agam? Aktif organisasi, pintar, kebanggaan dosen-dosen jurusan teknik informatika serta presiden mahasiswa tahun ini. "Cari yang lain Git," ucap Dito sambil tertawa kecil. Agita langsung memberikan tatapan tajam. "Jangan kayak mulut cewek," balasnya. "Sensi amat Bu." Agita langsung meninggalkan ruang panitia. "Itu presiden kampusnya bukan?" ucap mahasiswa baru. Ia melihat Agam berjalan di koridor. "Mana-mana?" "Itu." Tunjuknya "Iya. Ganteng banget woi!" "Iya genteng, mana pintar lagi. Paket komplit pokoknya." Meskipun banyak yang tertarik, namun ada juga tidak terlalu tertarik. Salah satunya adalah Zia. Ia mahasiswa baru jurusan teknik informatika. Sejak tadi, Zia hanya diam sedangkan teman satu angkatannya heboh. "Zia!!!" Zia mengelus d**a. "Lexi," ucapnya kaget. Keduanya berpelukan layaknya baru bertemu setelah berpisah lama. "Gue kira nggak bisa ketemu," ucap Lexi. Zia tersenyum. "Eh eh, gantengnya." Lexi ikut-ikutan seperti orang-orang disamping Zia. "Senior jurusan lo," bisik Lexi. Zia mengangkat satu alis. "Hubungannya sama gue apa?" "Pasti nanti sering ketemu. Mau gue kasih tau cara memikat dia nggak?" Lexi mengedip-ngedipkan mata. Kebetulan ia jurusan matematika. "Enggak!" "Nggak asik, padahal ganteng plus pintar." Lexi mendadak kecewa. Ia langsung akrab dengan perempuan yang sedang membicarakan sosok presiden kampus. Dalam hitungan menit, Lexi sudah mendapat informasi tentang Agam. Entah kenapa Lexi memberikan informasi tersebut kepada Zia. "Belum punya pacar Zi, susah didekati. Anti cewek kayaknya." Zia geleng-geleng kepala. "Hubungan sama gue apa, Lexi?" "Lo nggak suka sama si presma?" "Gue nggak tertarik pacaran. Gue niat kuliah sampai lulus tanpa adanya drama percintaan. Paham?" Lexi memang berbeda dengan Zia. Sejak SMA, Zia tidak ingin berpacaran. Ayahnya juga melarang keras hal tersebut. Jika dia sudah siap maka langsung saja menikah dan Ayahnya tidak keberatan. "Paham, Bu." Lexi berdiri di samping Zia. Dia asik melihat panitia-panitia. Entah kenapa penampilan mereka terlihat wow di mata mahasiswa baru. Pembukaan ospek dimulai. Sebanyak ratusan mahasiswa berdiri di lapangan. Kata-kata sambutan berjalan sesuai urutan. Agam juga diberi kesempatan selaku presiden kampus. Ia memperkenalkan diri dan juga mengatakan beberapa hal penting. "Jika merasa kelelahan, atau merasa ada yang tidak beres dengan tubuh sendiri maka jangan memaksakan diri untuk mengikuti kegiatan. Laporkan kepada penanggung jawab kelompok," ucap Agam sebelum menyelesaikan sepatah kata yang ia berikan. Aura Agam begitu memikat mahasiswa baru. Mereka bahkan berbisik-bisik untuk memuji sang presiden mahasiswa. Pembukaan ospek selesai. Kegiatan selama 3 hari sudah disusun. Mahasiswa baru juga diberikan beberapa tugas untuk membawa sesuatu. Seperti hari ini, mahasiswa baru dipersilahkan membawa gambar pahlawan. Namun dalam satu kelompok yang terdiri dari 30 orang tidak boleh ada yang sama. Hal ini dilakukan agar mahasiswa baru dapat berkomunikasi satu sama lain walaupun beda suku, ras, agama maupun beda jurusan. Satu kelompok terdiri dari orang-orang yang berbeda jurusan. Penanggung jawab kelompok memeriksa apa yang dibawa oleh mahasiswa baru. "Keluarkan!" titah Yuno dengan wajah tegas. "Zia, gue salah bawa gambar." Lexi sudah berkeringat dingin karena salah membawa gambar. Seharusnya ia membawa gambar pahlawan, namun ia malah membawa gambar doraemon. Pasti tadi pagi ia salah memasukkan gambar karena buru-buru. "Ha?" Zia kaget. Lexi menunjukkan sedikit gambar yang ia bawa dari dalam tas. Pupil mata Zia langsung melebar. "Zia gue takut, lo tau sendiri gue mudah nangis." Lexi mengeluarkan air mata. "Lo tenang dulu," ucap Zia. Ia jadi panik sendiri. Kebetulan Zia dan Lexi satu kelompok. Melihat bulir keringat muncul di dahi Lexi, Zia tidak bisa hanya diam. "Ambil ini," ucapnya. Lexi kebingungan. "Terus lo gimana?" "Nggak apa-apa, ambil!" Lexi mengambil gambar pahlawan milik Zia sedangkan Zia mengambil milik Lexi. "Zia," cicit Lexi. Zia mengangguk sambil tersenyum. Belum sempat ia menyimpan gambar tersebut di dalam tas, seseorang sudah mengambilnya. Dia adalah Agita. "Ke depan!" ucap Agita tegas. Zia langsung maju ke depan. Dalam hitungan detik, Zia menjadi pusat perhatian. Dari ratusan orang, hanya dirinya yang salah membawa gambar. "Kamu mau main-main di sini?" Jika mode serius, sisi humor Yuno menghilang begitu saja. Lihat saja sekarang, Yuno sudah membuat Zia sedikit takut. "Jawab saya!" Suara kian meninggi. "Ti-tidak, Kak." Zia menunduk dalam. Senyum sudah hilang ditelan bumi. Mana mungkin Zia berani tersenyum jika keadaan seperti ini. "Ini apa maksudnya?" Laki-laki itu menempelkan kertas di depan Zia. "Kamu mau viral?" Zia langsung menggeleng dengan cepat. Di depannya sudah berjejer 4 sampai 5 panitia ospek. Zia tidak terlalu mengenalnya karena saat pengenalan ia berdiri paling belakang. Apa yang harus Zia jelaskan sekarang, ia pasti dianggap mengada-ngada atau mencari-cari alasan. "Wah... Mbak nya pengen terkenal ya?" Agita yang sejak tadi diam mulai angkat bicara. "Ti-tidak, Kak. " Zia masih terbata-bata. "Apa? Saya nggak dengar Mbaknya ngomong apa." Zia tahu bahwa senior di depannya ini pura-pura tidak dengar. Kalau mendoakan keburukan untuk orang boleh, maka sekarang Zia akan melakukan itu. Tapi perbuatan itu sama sekali tidak boleh. Zia memilih untuk diam. Beberapa bisik-bisik dari mahasiswa baru yang lain terdengar. Tentu saja panitia tidak menyukainya. "Apa ribut-ribut?" Suara keras dan tegas. Bahkan wajahnya mampu membuat nyali orang lain jatuh bebas. Para mahasiswa baru menunduk. Suara sudah menghilang padahal dalam hitungan detik. "Baru hari pertama, tapi kamu sudah berbuat ulah." "Maaf, Kak." Zia hanya bisa meminta maaf. "Dikasih hukuman apa?" bisik Agita. Yuno juga bingung, namun ia melihat Zia bukan perempuan yang lemah. "Lari lapangan gimana?" "Matahari lagi terik," ujar Yuno sedikit tidak setuju dengan usul Agita. "Gue dulu malah di suruh jalan jongkok mutari lapangan." Agita berkacak pinggang. "Ingat kata Agam, ospek bukan ajang balas dendam." Agita melihat sekeliling. "Agam juga nggak ada." Yuno dilema. Ia mendekat ke arah Zia. "Maksud kamu bawa gambar ini apa? Mau ngejek panitia?" tanya Yuno. Zia tidak menjawab. "Kalau saya tanya, kamu jawab!" "Ti-tidak, Kak." Detak jantung Zia berpacu dengan cepat. Namun ia tidak mau terlihat lemah apalagi sampai menangis. "Sekarang, kamu lari keliling lapangan sebanyak lima kali," ujar Agita padahal Yuno belum setuju. "Git," ucap Yuno namun Agita tidak peduli. "Kamu!" Sosok laki-laki datang di samping Lexi. "Si-siapa, Kak?" Lexi terbata-bata. "Kamu," jawab laki-laki tersebut. Ia adalah Agam. "Saya?" Lexi menunjuk dirinya sendiri. Agam memberikan tatapan tajam. "Kedepan," ucapnya. Lexi langsung melangkah ke depan. "Kenapa, Gam?" tanya Yuno. Tidak biasanya Agam ikut campur dalam kegiatan ospek. Agam tidak menjawab. Matanya mengarah ke Zia dan Lexi secara bergantian. "Katakan," ucap Agam. Satu kata tersebut tidak membuat Zia ataupun Lexi mengerti. "Katakan apa yang terjadi!" ujar Agam lagi. Zia memegang tangan Lexi. Ia menggeleng seakan tidak ingin Lexi angkat bicara. Agam melihat hal tersebut. "Kamu mau jadi pahlawan?" tanya kepada Zia. "Saya tidak mengerti maksud Kakak." Jika tadi Zia terbata-bata, namun sekarang tidak lagi. Yuno hampir tertawa karena Zia berani menjawab perkataan Agam. Sudut kanan bibir Agam terangkat ke atas. "Kamu pikir saya bodoh?" "Tidak, semua orang tahu kalau Kakak pintar." Lagi lagi, Yuno ingin bertepuk tangan untuk Zia. "Baiklah kalau kalian tidak mau jujur, saya terpaksa menghukum keduanya." Pupil mata Zia membulat. "Saya yang salah. Jadi seharusnya saya sendiri yang dihukum, Kak." "Kamu begitu melindungi dia. Baiklah." Agam membalikkan badan menatap ratusan mahasiswa. "Kalau kamu tidak mau jujur, maka semua mahasiswa akan ikut dihukum." Yuno dan Agita tampak kebingungan. Begitupun dengan panitia lain. Apa semua orang mau berkorban? Tentu saja tidak. Mahasiswa di depan Agam menunjukkan ketidakterimaan itu. perlengkapan mereka lengkap, bahkan mereka tidak berbuat ulah. Lantas kenapa mereka juga ikut dihukum? "Tidak bisa begitu," ucap Zia dengan cepat. Bisa-bisa satu angkatan tidak menyukai dirinya karena masalah ini. "Jadi kamu pilih yang mana?" Zia menatap ke arah Lexi. Dia tidak punya pilihan lain. "Gambar ini milik Lexi, saya menukarnya dengan gambar milik saya." Mata Yuno jadi berbinar-binar. Zaman sekarang masih ada yang mau berkorban. "Saya tidak melarang kamu berbuat baik. Tapi kamu membuat dia tidak bertanggung jawab dengan diri sendiri," ucap Agam. Zia hanya menunduk, begitupun dengan Lexi. "Kalau kamu memang teman yang baik, biarkan dia bertanggung jawab agar kedepannya lebih teliti dan hati-hati. Kalau kamu seperti ini, sama saja kamu membentuk dia memiliki karakter yang tidak baik," ujar Agam lagi. "Angkat wajah kamu!" suruh Agam. Zia langsung mengangkat wajah. Tatapan mereka bertemu. "Kamu paham maksud saya?" tanya Agam. Zia langsung mengangguk. Agam beralih menatap Lexi. "Untuk kamu Lexi, kalau sudah tau salah lebih baik bertanggung jawab daripada menghindar." "Ba-baik, Kak," jawab Lexi. Agam menatap ratusan mahasiswa. Dia memberikan beberapa nasehat agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Berbuat baik memang dianjurkan, namun orang yang bersalah harus bertanggung jawab bukan dilindungi. Setelah itu, Agam pergi. Soal hukuman ia menyerahkan kepada penanggung jawab kelompok karena Agam tidak ada hak untuk ikut campur.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Istri simpanan

read
15.4K
bc

Revenge

read
28.5K
bc

After That Night

read
13.5K
bc

The CEO's Little Wife

read
655.2K
bc

BELENGGU

read
68.2K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.9K
bc

Pak Bos Gila Jadi Jodohku

read
90.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook