5
Sabila melempar senyum yang sangat manis dan hangat untuk perempuan sudah berumur di depannya, tapi masih terlihat sangat cantik dan awet muda, yang tidak lain dan bukan adalah Bu Siska, ibu dari Pak Elang. Pak Elang yang sudah Sabila incar bahkan sejak 8 tahun yang lalu, tapi Pak Elang sialan tak pernah menoleh sedikitpun kearahnya…
Dan butuh waktu 8 tahun untuk Sabila, bisa di pandang sayang, lembut dan hangat oleh Pak Elang. Pak Elang yang sebentar lagi akan menjadi miliknya. Miliknya utuh. Tak peduli kalau Pak Elang memiliki istri. Toh, istrinya cacat dan mandul, dan jelas Sabila lah yang akan menang. Ada anak yang akan jadi senjata dan magnet untuk Sabila menarik Pak Elang agar terus berada di dekatnya dan anaknya.
Memenangkan Pak Elang dan memenangkan semua harta pak Elang yang tak terhitung banyaknya sekali lagi dengan menggunakan anak yang ada dalam perutnya…
“Jangan hanya senyum-senyum. Apa balasan dari anakku?”ucap suara itu tegas, membuat Sabila sedikit tersentak kaget.
Dan Sabila menatap lemah dan memohon maaf pada calon ibu mertuanya…
“Mas Elang akan datang, Bu…”
“Bagus. Kalau dia menolak permintaanmu hanya karena hari ini adalah waktu quality timenya dengan istri mandulnya, maka aku lah yang akan paksa dia untuk kemari…”
“Dan kamu harus tahu, Sabila. Kamu bukan tipe menantu idamanku sebenarnya, jauh… tapi karena kamu mengandung cucu yang sangat ku inginkan, maka, mau tidak mau, aku harus menerimamu sepenuh hatiku…”
“Dan aku mau, kamu melahirkan cucuku dengan selamat. Sehat dan tampan. Aku tidak mau cucuku ileran, membuatku harus memaksa Elang datang kemari untuk membeli apa yang kamu inginkan… sekali lagi, aku mau cucu yang tampan atau cantik, tanpa ada cela sedikitpun…. Jadi, kamu harus hati-hati dalam memilih makanan dan melakukan sesuatu…..”
Wajah Sabila seketika pucat pasih mendengar ucapan yang berisi ancaman Bu Siska barusan.
Jelas, wajah Sabila dalam sekejap pucat, di ancam seperti barusan, Sabila jadi takut anak yang ia lahirkan nanti keluar jelek atau cacat…
Ah, tidak! Tidak, Bila. Kamu cantik. Mas Elang ganteng. Maka anakmu akan setampan malaikat dan secantik bidadari yang ada di surge….. ucap batin Sabila percaya diri, dan benar saja, berkat percaya dirinya. Dalam sekejap, Sabila sudah merasa tenang saat ini….
******
Inara menghembuskan nafasnya lega, di saat tubuh tinggi tegap suaminya sudah di telan oleh pintu kamar mandi, dan suara gemircik air sudah memenuhi kamarnya, yang artinya suaminya sedang mandi di dalam sana.
Sehingga dengan cepat, Inara meletakkan mangkuk yang berisi mienya di atas nakas. Dan Inara dengan tangan gemetar, mencoba mengambil ponsel suaminya yang di simpan begitu saja di atas nakas, karena mereka sudah sepakat, tidak akan kepo dengan ponsel satu sama lain, membuat Elang berani menyimpan begitu saja ponselnya. Elang percaya Inara. Inaranya yang baik, Inara nya yang cantik, dan hanya satu kekurangan Inara nya, yaitu tidak mampu dan bisa memberi ia satu orang anakpun dalam pernikahan mereka yang sudah jalan 6 tahun.
“Kamu pasti bohong, Mas….”Ucap Inara dengan senyum sinisnya. Menatap tajam ponsel suami laknatnya yang sudah ada dalam genggaman tangannya saat ini.
Ponsel yang akan membuat Inara sakit hati, apabila Inara melihat dan membuka semua isinya. Inara sakit hati sendiri, dan Inara senang membuat sakit hatinya sendiri, agar alasan untuk terus membenci dan balas dendam pada suami laknatnya besar dan semakin semangat nantinya. Agar ia tidak membenci setengah-setengah, suami yang sebenarnya masih sangat Inara cintai. Bahkan melebihi Inara mencintai dirinya sendiri. Tapi, setelah tahu suaminya sudah berkhianat, rasa cinta itu dalam sekejap di gantikan rasa benci yang amat besar.
“Kamu tega, sama aku. Dan silahkan, kalau bisa kamu berlaku sangat kejam sama aku, biar ada bahan cerita dari aku pada anak kita nanti, betapa jahat orang sudah buat ia ada di dunia ini. Kamu sakitin aku, maka yang akan membalas rasa sakit hatiku yaitu anak kamu sendiri, bukan anak yang di kandung sama pelakor. Tapi, anak yang di kandung olehku saat ini… dia yang ku suruh untuk membalas semuanya, biar kamu kaget, biar kamu sakit hati sampai kamu merasa lebih baik mati dari pada bertahan hidup…”
“Kamu akan menerima akibatnya, Mas. Karena sudah tega dan mungkin dalam keadaan sadar sudah menyakiti dan membohongiku…”
Brak
Ucapan Inara terhenti telak, di saat ada suara benda yang jatuh dengan keras dalam kamar mereka, dan Inara dengan wajah pucat, menoleh keasal suara. Dan…. Hufft, Inara menghembuskan nafasnya lega. Bukan suaminya, maksdunya suaminya masih ada dalam kamar mandi, suara gemercik air yang jatuh dari shower masih terdengar, dan juga…. Benda yang jatuh barusan ternyata piringan yang ada di atas nakas yang ada di pojok kanan kamar ini.
Dan saat ini, tatapan Inara sudah ada pada ponsel suaminya. Ponsel yang Inara nyalakan dengan tangan gemetar hebat, dan setelah ponsel itu sudah menyala… Inara dengan tangan yang semakin gemetar, membuka wa suaminya…. Dan deg….
Nama Sabila yang ada di chat pertama suaminya, yang sudah suaminya baca dan balas. Dan tinggal isinya yang sangat ingin Inara lihat saat ini, sekali lagi, walau akan membuat Inara sakit hati, Inara akan tetap melihatnya…
Dan Inara tersenyum pahit di saat chat suaminya dan Sabila berisi…
Sabila : Mas, aku pengen martel, Mas.
Sabila : Eh, bukan aku, Mas. Anak kita yang pengen.
Sabila : Mana pernah aku mau makan martel karena banyak minyak. Eh dari semalam malah kepikiran terus, Mas. Mau makan martel…
Elang : Kamu sangat ingin, Bi?
Elang : mau makan saat ini juga?
Sabila : Iya, Mas. Sangat ingin. Dan mau makan saat ini juga….
Sabila : mas… tapi….
Elang : ya, tapi, apa, Bi?
Sabila ; anu, mas…. Ini hari libur, hari yang sangat istimewa untuk mas dan istri mas mbak Inara…. (dengan emot sedih)
Elang : aku jujur saja sama kamu, aku lebih memilih anakku dulu kali ini, aku nggak mau, anak yang aku tunggu kehadirannya selama ini, ileran nanti….
Elang : kamu tunggu saja, saya akan segera ke rumah kamu…. Saya tutup ya, chatnya, Bi. Tolong, jaga anak saya dengan baik…. Aku sayang kamu, ibu dari anakku…
“b******n kamu, Mas. Membaca chatmu barusan, hatiku benar-benar kamu buat mati rasa dan sakit di dalam sana….”Ucap Inara dengan kedua mata yang memerah menahan tangis. Dan dengan gigi bergemelatuk, Inara kembali meletakkan ponsel suaminya di atas nakas, dan sekali lagi, suaminya jangan sampai tahu, kalau ia sudah mengetahui semuanya.
Dan sumpah, setelah membaca chat suaminya dengan sabila. Inara seketika merasa pusing, membuat Inara dalam sekejap sudah berbaring, tapi di saat kedua mata Inara ingin terpejam, urung di saat… ponsel Inara bordering, dan mau tidak mau, dengan lemas… Inara mengambil ponselnya. Untuk melihat siapa yang menelponnya saat ini.
Dan sedetik, dua detik dan di detik ke empat setelah Inara sudah melihat dan tau siapa yang menelponnya. Tubuh Inara menegang kaku dan Inara dengan cepat mengangkat panggilan itu dengan kedua mata yang melirik kearah pintu kamar mandi yang masih di tutup rapat…. Semoga masih aman… bisik batin Inara penuh harap.
Inara yang sudah meletakkan ponsel di depan telinganya….
Dan inara…
Hallo, maaf. Sudah saya bilang, jangan menghubungi saya terlebih dahulu. Tidak aman, biar saya yang selalu menghubungi bapak lebih dulu….
Orang di seberang sana yang Inara panggil Bapak, menyela ucapan Inara.
Maaf, bu. Ini sangat penting, agar ibu bisa cepat pergi dari suami ibu, hal penting yang mau saya kasih tahu, saya sudah menemukan orang yang amanah untuk menitipkan perhiasan dan berlian pemberian suami ibu selama ini pada ibu, dan saya harap, besok siang kita bisa bertemu, Bu Inara…
tbc