Bab -12-

1973 Kata
Jika kau bertanya apa yang terjadi pagi hari setelah Soora menerima perjodohannya dengan Jihoon. Maka jawabannya adalah. Tidak ada. Semua berjalan normal meski terasa agak canggung di beberapa situasi. Soora tetap bangun paling pagi untuk menyiapkan sarapan, ia juga akan memandikan Taeoh serta sedikit mengemas rumah. Jihoon bilang ia tidak harus mengerjakan semua pekerjaan rumah. Menu sarapan sederhana dengan bahan seadanya. Soora menuang sup rumput laut ke dalam mangkok, ia juga sudah menyiapkan bubur untuk Taeoh. Setelah sarapan siap ia akan kembali ke lantai dua untuk memeriksa Taeoh, apa anak itu sudah terbangun atau belum. Soora melepas celemek bergambar rillakuma yang ia kenakan, tanpa sengaja gulungan rambutnya terlepas. Saat Soora tengah menggulung rambut bertepatan dengan Jihoon yang memasuki area dapur. Pria itu terdiam sejenak melihat Soora yang tengah sibuk dengan kegiatannya. "Baru bangun?" pertanyaan Soora membuat lamunan Jihoon buyar, ia berdehem kemudian mengambil sebotol air dan meminumnya setengah. "Segera bersihkan dirimu, sarapan sudah siap," lagi-lagi Jihoon mengangguk. Entah kenapa ia merasa berbeda saat diberi perhatian oleh Soora. Oh! Bukan dalam hal negatif tentu saja. Hanya terasa aneh saat seseorang yang sebelumny selalu mendebat juga kurang akrab berubah tiba-tiba menjadi perhatian dalam sekejap. Jihoon masih belum terbiasa. Setali tiga uang dengan Jihoon, Soora juga merasa sama. Ia mempercepat langkah menaiki tangga setelah sebelumnya tersenyum canggung ke arah Jihoon dan melesat pergi. Ia berpikir, apa yang dilakukannya tidak terkesan berlebihan bukan? Melihat bagaimana reaksi Jihoon membuat Soora sedikit khawatir. "Apa harusnya aku tidak melakukan itu? Sepertinya terlalu berlebihan," gumamnya. Ia kembali berjalan menuju kamar Taeoh sambil sesekali membuang nafas sebal. Pukul delapan saat ketiganya berangkat menuju pusat perbelanjaan. Soora duduk di bangku penumpang dengan memangju Taeoh, sebenarnya Taeoh sudah disiapkan kursi khusus di jok bagian belakang hanya saja Soora bersikeras untuk memangkunya. Sebenarnya itu hanya cara Soora agar ia tidak merasa canggung duduk berdua dengan Jihoon di bagian depan. Jihoon mengangguk saja kemudian melajukan kendaraanya. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di pusat perbelanjaan. Sebenarnya pada awalnya Soora meminta untuk berbelanja bahan makanan di swalayan terdekat saja, tapi Jihoon mengatakan jika ada beberapa hal yang ingin ia beli. Setelah memarkirkan mobil ketiganya berjalan masuk ke dalam gedung dan langsung menuju lantai dua, mereka akan membeli beberapa furniture untuk dimasukan ke kamar Taeoh sebagai fasilitas untuk Soora agar merasa lebih nyaman. Memasuki toko furniture satu dan yang lain, selama hampir satu jam rupanya membuat Taeoh bosan. Anak itu terus merengek bahkan hampir menangis. Soora memanggil Jihoon saat pria itu tengah memilih beberapa meja untuk ia letakan di halaman belakang yang rencananya akan ia gunakan untuk tempat bermain Taeoh nantinya. "Aku akan membawa Taeoh pergi sebentar, sepertinya ia bosan," ujarnya. Jihoon melihat Taeoh sebentar kemudian mwngangguk, anaknya itu sudah memasang ekspresi akan menangis dan itu bukan hal baik. "Ya, setelah selesai aku akan menghubungi mu," jawabnya. Setelahnya Soora menepi, ia berniat membawa Taeoh ke arena bermain anak lalu setelahnya ia berbelanja kebutuhan dapur. Tiba di arena bermain, Taeoh lantas berjalan pelan ke arah perosotan mini. Meski ia belum terlalu lancar berbicara tapi ia sudah bisa berjalan meski masih sering kali terjatuh. Soora mengikuti dari belakang. Taeoh terlihat antusias saat bermain, bahkan ia sudah mendapatkan teman meski baru bergabung beberapa saat. Soora duduk sambil memperhatikan Taeoh, ia tersenyum tipis mengamati bagaimana interaksi Taeoh dengan anak yang lain. Anak itu jarang dibawa ke luar oleh sang Ayah, dan mungkin karena hal itu juga Taeoh selalu terlihat antusias saat di bawa berjalan-jalan. "Paa, paa." Kata baru yang terucap dari bibir Taeoh membuat Soora terkejut. Ia mendekati anak itu dan memintanya mengucapkannya lagi. "Paa, paa." Soora memekik tertahan, ia memeluk Taeoh senang. Entah kenapa melihat Taeoh bisa mengucapkan kosa kata lain membuatnya bahagia. Soora mengeluarkan ponsel, berniat merekam apa yang baru saja diucapkan Taeoh dan menunjukannya pada Jihoon nanti. "Kang Soora?" Soora menoleh saat seseorang memanggil namanya dari belakang. Ia tersenyum lantas berdiri mendekat pada si pemanggil. "Jongsoo-ssi? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Soora pada Jongsoo yang ada di depannya. Pria itu tersenyum, menunjukan satu paperbag berukuran besar juga menunjuk seorang anak yang tengah sibuk bermain bersama Taeoh. "Jesper?" Jongsoo mengangguk. "Ya, aku membawanya jalan-jalan karena Soondeuk ada pekerjaan jadi dia memintaku menjaga Jesper sementara waktu," jelas Jongsoo. "Kau sendiri?" "Aku sedang berbelanja beberapa kebutuhan dan Taeoh sepertinya merasa bosan, jadi aku membawanya ke sini." "Hanya berdua?" "Tidak. Kami bersama Taeoh Appa, hanya saja dia sedang ada urusan." Jongsoo mengangguk paham. Setelahnya hening Soora kembali diam memperhatikan Taeoh sementara Jongsoo sibuk dengan ponselnya. Ponsel dalam tas Soora terasa bergetar, ia meraba tas dan melihat satu pesan dari Jihoon. Pria itu berkata jika ia telah selesai dengan urusannya dan akan segera datang menyusul. "Ada apa?" tanya Jongsoo. Soora menggeleng, ia tersenyum tipis ke arah Jongsoo. "Ayah Taeoh sebentar lagi datang. Akan ku pernkenalkan kau padanya," katanya. Ekspresi Jongsoo mendadak berubah. Pria itu terlihat agak panik dan resah, ia berjalan ke arah anak-anak dan membopong Jesper. "Mau ke mana? Buru-buru sekali?" tanya Soora penasaran. "Aku baru ingat jika aku memiliki meeting dengan klien. Maaf aku buru-buru." "Sayang sekali, padahal aku baru akan memperkenalkan mu pada Ayah Taeoh." "Lain kali. Aku pergi dulu," setelah berpamitan Jongsoo bergegas pergi. Pria itu benar-benar terlihat buru-buru. Tak lama setelahnya Jihoon datang, ia mengernyit saat Soora memperhatikan ke arah berlawanan dengan arah saat ia datang. "Apa yang kau lihat?" ujarnya. Soora menggeleng, fokusnya teralih pada beberapa barang yang ada di tangan Jihoon. Apa saja yang pria itu beli sampai sebanyak itu, batinnya. "Mana Taeoh?" Soora menunjuk ke arah perosotan mini di mana Taeoh tengah tertawa dengan beberapa orang anak. Soora memperhatikan dengan jelas bagaimana lengkung kurva di bibir Jihoon mengembang saat ia melihat Taeoh tertawa riang. Aura menyebalkan pria itu seketika menghilang, terganti dengan aura hangat khas seorang Ayah. "Ah iya. Aku ingin menunjukan sesuatu padamu," kata Soora bersemangat. Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukan hasil rekaman Taeoh saat mengucapkan kata baru. Jihoon terkejut, ia tidak menyangka jika Taeoh bisa mengucapkan kata lain dengan cepat bersama Soora. Pasalnya sudah seringkali ia mengajari anak itu untuk menyebut kata lain selain "maa," tapi tidak menghasilkan apapun. "Ini...." Soora mengangguk, dalam hati ia terkekeh mendapati ekspresi tak percaya Jihoon yang bisa dibilang lucu. Pria itu melebarkan mata sampai seperti akan keluar dari tempatnya. "Ya, Taeoh mengatakan Pa," ulang Soora memperjelas. Tanpa mengatakan banyak hal Jihoon mendekati Taeoh, menggendong anak itu dan menciuminya hingga puas. Taeoh yang mendapat serangan tiba-tiba justru menangis, ia meraung keras dan membuat sang Ayah panik. "Astaga kau membuatnya takut," ujar Soora menghampiri mereka. Jihoon diam, ia melihat ke beberapa arah di mana beberapa anak yang semula tengah bermain kini juga menatapnya dengan tatapan takut. Apa benar dia membuat takut anak-anak ini? hatinya bertanya. "Ini sudah siang, bagaimana jika kita makan dulu?" usul Soora setelah tangis Taeoh agak reda. Seolah marah, Taeoh memalingkan wajah dan mengalungkan tangannya pada leher Soora saat Jihoon ingin menggendongnya dan hal itu membuat Soora tertawa kecil. Soora berjalan lebih dulu, diikuti Jihoon di belakangnya. Keduanya berjalan ke arah satu restoran yang terkenal dengan menu ayam nya. Omong-omong soal ayam, selain menyukai Beruang Taeoh juga menyukai ayam. Anak itu akan dengan sendirinya tertawa begitu Soora menyebut ayam ataupun menunjukan gambar hewan tersebut. Dan hal itu makin diperkuat saat Soora tengah memakan ayam goreng yang baru saja ia pesan, Taeoh menatap Soora tanpa berkedip. Iseng, Soora memberi sepotong kecil ayam goreng miliknya yang langsung dimakan Taeoh dengan senang hati. Dan mulai sejak saat itu tiap kali Soora memesan ayam goreng Taeoh selalu ikut ambil bagian. "Kau sudah berbelanja?" tanya Jihoon saat mereka sudah duduk nyaman dikursi resto. "Belum. Aku belum sempat pergi," sahut Soora. "Kita berbelanja di swalayan dekat rumah saja, sepertinya Taeoh sudah sangat lelah," ujar Jihoon tenang. Soora lagi-lagi mengangguk dan tidak lama setelahnya seorang pelayan datang membawa menu untuk mereka. Setelah selesai makan siang, Jihoon melajukan kendaraan menuju arah pulang tapi sebelum itu ia sempatkan mampir ke swalayan untuk membiarkan Soora berbelanja kebutuhan sehari-hari. "Benar tidak apa ku tinggal?" tanya Soora kembali ragu. Jihoon mengangguk kemudian melirik ke arah belakang di mana Taeoh terlelap nyaman dalam kursinya. "Ya. Aku akan pindahkan Taeoh ke depan, dia aman saat tidur." Mengerti, Soora mengangguk sebelum berjalan pelan menuju swalayan. Ia mengambil troli dan mulai berkeliling, mencari bahan apa saja yang sekiranya diperlukan. Saat itu Soora tengah berkeliling pada bagian buah-buahan, ia meletakan jari telunjuknya di dagu menimbang buah apa yang harus ia ambil. "Soora-ya?" Soora terkejut dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Di ujung lorong buah ada Yeonhee juga Soondeuk yang tengah berbelanja. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Yeonhee. "Berbelanja, kau sendiri? Bersama Soondeuk-ssi?" Yeonhee tersenyum dan mengangguk, ia menunjukan belanjaannya yang terdiri dari beberapa camilan, sosis dan beberapa hal lainnya. "Malam nanti kita akan membuat barbequ untuk merayakan kepulangan Soondek Eonnie, kau datanglah," ajak Yeonhee. "Benar, kau datanglah bersama Taeoh. Anak itu pasti akan senang," timpal Soondeuk semangat. Soora tersenyum kikuk, ia mengangguk kecil sebagai jawaban meski ia sendiri tidak tahu benar-benar bisa datang atau tidak. "Ah iya, aku punya sesuatu untuk Taeoh," kata Soondeuk merogoh tasnya. Ia memberikan sebuah kotak berisi boneka beruang kecil mirip seperti milik Soora sebelumnya. "Eoh! Sama seperti milikku," ujar Soora kelepasan. Soondeuk terkejut pada mulanya tapi ia bisa dengan cepat menormalkan ekspresinya. "Benarkah?" Soora mengangguk. Ia agak merasa kurang enak saat melihat raut Soondeuk yang sedikit kecewa. "Ya. Dan itu sudah menjadi milik Taeoh sekarang," cicit Soora pelan. Entah untuk alasan apa ia merasa bersalah, ia merasa seperti sudah mencuri sesuatu yang seharusnya menjadi milik orang lain. Aneh. Soondeuk tersenyum. Ia menarik kembali boneka yang sebelumnya akan ia berikan untuk Taeoh. "Kalau begitu akan ku ganti dengan hadiah lain." Soora lagi-lagi mengangguk kikuk, dia jadi merasa makin tak enak hati. "Ah iya, maafkan aku." "Yasudah. Kami duluan," kata Soondeuk berlalu dari hadapan Soora. Entah Soora yang salah lihat atau tidak, tapi sewaktu akan berbalik Soondeuk terlihat sedih. Apa itu karena hal tadi? Soora kembali ke mobil dengan cepat. Dibantu Jihoon ia meletakan beberapa kantong belanja pada bagasi belakang. "Kau kenapa?" tanya Jihoon meletakan sembari kantong terakhir. Soora menggeleng, sejujurnya ia masih kepikiran dengan sikap juga raut Soondeuk yang mendadak berubah. Kenapa ia harus terlihat begitu kecewa setelah mengetahui Taeoh menerima boneka beruang dari Soora terlebih dulu, bukankah itu bukan sesuatu hal yang besar? "Tidak mau naik?" Soora tersadar, ia segera mengikuti Jihoon menaiki mobil. Soora sempat mengecek Taeoh yang masih tertidur pulas, anak itu memeluk erat boneka beruang miliknya. "Ada yang menganggu pikiran mu?" tanya Jihoon lagi. "Terlihat sekali ya?" tanya Soora balik sambil menggaruk tengkuk. Jihoon berdehem sebagai jawaban. "Bukan apa-apa, hanya hal kecil. Tidak perlu cemas," kata Soora sambil tersenyum. Setelahnya Jihoon melajukan mobil menuju rumah. Sebegitu tiba di rumah Jihoon bertugas mengeluarkan barang belanjaan dan membawanya ke dalam, sementara Soora menggendong Taeoh yang kebetulan sudah terbangun. Soora masuk lebih dulu, ia akan menidurkan Taeoh kembali ke dalam kamar. Bocah itu agak sedikit rewel saat terbangun tadi. Jihoon memasukan barang satu persatu, ia juga sibuk menata barang belanjaan Soora ke dalam lemari pendingin. Meringankan pekerjaan Soora meski sedikit. Saat Jihoon akan kembali memasukan barang terakhir matanya tidak sengaja menangkap sesuatu terselip di pintu kotak surat. Ia mengambil benda tersebut dan membacanya sejenak. "Undangan," gumamnya membaca tiap deret huruf yang tertera di sana, sampai tertera pada dua nama mempelai yang tercetak dengan tinta hitam terlihat jelas. "Kau belum selesai?" tanya Soora menemui Jihoon. Jihoon yang terkejut hanya berdehem, lalu atensi Soora teralih pada kartu undangan di tangan Jihoon. "Apa itu?" "Untukmu," ujar Jihoon menyerahkan undangan tersebut. Pada mulanya Soora menerima dengan senang hati, namun saat ia membaca tiap baris kalimat yang tertera di dalamnya ekspresinya berubah. Hunjae juga Zizi. Dua nama yang tertera dalam undangan sebagai nama pengantin, mereka mengundang Soora untuk turut serta hadir pada acara pernikahan keduanya. Menyadari raut Soora yang berubah drastis Jihoon menepuk bahu gadis itu, dan untuk pertama kalinya ia memberikan senyumnya untuk wanita lain selain Soondeuk dan sang Ibu. "Kita akan datang. Kau dan aku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN