08. Hantu Ghibah yang Terlena

1191 Kata
Salahnya terlena pada cowok yang baru ditemuinya dan langsung membuat hatinya bergetar, Inul lupa dia harus menyembunyikan sosoknya. Dia jadi serba salah. Sebenarnya dia tak mau berbohong di depan cowok yang dikaguminya, tapi dia lebih takut cowok itu akan menghindar jika tahu siapa dia sebenarnya. “Kamu manusia, kan?” desak Alfonzo tak sabar. Inul mengangguk samar. Namun isyarat itu cukup bagi Alfonzo, dia tertawa tergelak begitu kerasnya hingga menarik perhatian semua yang menanti di ruang tunggu praktek klenik dukun tersohor Mbah Suro. “Berarti mata saya masih normal! Saya tetap waras! Saya ndak gila!” Justru kelakuannya sekarang membuat orang yang tak dikenal Alfonzo meragukan kesehatan jiwanya. Namun Alfonzo tak peduli. “Ayo, kita pulang!” ajak Alfonzo pada keponakannya. Delon menatapnya heran. Tadi pamannya ngotot minta diantar kesini, tapi yang dilakukannya hanya mengantri di ruang tunggu terus pulang tanpa masuk ke ruang praktek yang menjadi tujuan orang-orang ini mengantri? Sepertinya otak pamannya perlu dibedah untuk mengetahui apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak! “Paman tak jadi masuk kesana?” Delon menunjuk ke pintu bertuliskan ‘Ruang Praktek Dokter Klenik : Mbah Suro’. Inul yang mendengar Delon memanggil ‘paman’ pada Paman Apokat sontak tertegun. Bagaimana mungkin dia mengagumi dua lelaki yang memiliki hubungan darah? Mana yang lebih disukainya? Inul menimbang-nimbang dengan bingung. “Tak perlu lagi! Ayo kita pergi!” Dengan tak sabar Alfonzo menyeret Delon keluar dari ruangan pengap itu sambil mengomel panjang lebar. “Jangan membantah dan tak usah membantah perintah Paman. Apa kamu tahu pamanmu ini terlalu sempurna untuk melakukan kesalahan?! Saya selalu benar Del ....” Alfonzo menoleh dan terpaku di tempat begitu menyadari yang digandengnya bukan Delon, tapi gadis berambut keriting yang kini tengah menatapnya malu-malu dengan pipi merona. “Bagaimana kamu yang ada disini?!” bentak Alfonzo gusar. “Kan, Paman Ganteng yang narik Inul. Kita seperti kereta gandeng. Tut, tut, tut!” sahut Inul sumringah. Hatinya berdebar aneh karena ada lelaki tampan yang menggandengnya mesra ... setidaknya itu yang dirasakannya. “Seharusnya bukan kamu!” Inul menyengir kuda. “Halah, Paman Ganteng sudah tua kok masih malu-malu toh? Bilang saja kalau naksir Inul diam-diam. Kan, Paman ndak pernah salah, berarti tadi menggandeng mesra Inul karena dorongan hati toh?” “APA?!” Alfonzo mendelik geram mendengar tuduhan berdasar kenarsisan Inul si tukang ghibah. Perdebatan mereka berhenti saat terdengar decakan gemas seseorang. “Apa kalian sudah selesai?” tanya Delon sembari menguap. “Belum!” sahut Alfonzo. “Sudah,” cengir Inul mesra saat menghadap Delon. Alfonzo melihat itu dan curiga gadis aneh ini menyukai keponakannya. “Saya harap seleramu terhadap cewek yang kau sukai tak berubah aneh,” cetus Alfonzo. Delon memutar bola matanya, malas. “Sebaliknya, saya ingin menanyakan ... mengapa selera Paman berubah aneh? Apa kalian saling menyukai?” “Tidak!” bantah Alfonzo dan Inul bersamaan. “Dia yang suka Inul, tapi Inul tidak,” sambung Inul sambil menatap dengan mata berbinar pada Delon. “Inul tak suka yang ketus. Inul lebih suka yang manis seperti Melon ... eh Delon.” Mengapa mendadak di kepala Inul terbayang buah alpukat dan melon? Astaga! imajinasinya memang luar biasa. “Delon! Kita pergi. Jangan meladeni gadis tak jelas ini.” Delon mengangkat bahu lantas mengikuti pamannya yang telah melangkah pergi terlebih dahulu. Mengapa Inul merasa kosong seketika? Dia tak ingin kehilangan gebetannya! Gadis itu telah terlena dengan perasaan cinta pada pandangan pertamanya. Dia memutuskan mengikuti pria gebetannya. *** Inul mengikuti Delon tapi dia sengaja tak memunculkan dirinya supaya bisa lebih leluasa mengawasi pemuda itu. Sedari tadi mata Inul berbinar-binar menatap takjub pada cowok gebetannya. “Mengapa dia bisa terlihat tampan saat menguap?” cetus Inul saat melihat Delon menguap lebar. “Mengapa dia sangat tampan saat mengupil?” gumam Inul kagum ketika di lain waktu melihat Delon diam-diam mengupil. Saat tidur pun, Delon tampak manis. Inul memandang cowok itu sepuasnya. Dan yang membuat Inul nyaris mimisan, saat Delon membuka kausnya karena hendak mandi. “Yaowoh, mulus sekali tubuhnya. Kulitnya bersih dan putih,” puji Inul terkagum-kagum. Jantung Inul berdebar liar, tapi dia jadi malu sendiri saat melihat Delon hendak menurunkan celananya. Spontan Inul menutup matanya. “Astaga, mata Inul bisa ternodaaah nih. Biar hantu Inul, kan, masih perawan. Duh, kuatkan imron Inul , ya Tuhan.” Inul asik berdoa hingga dia kehilangan jejak. Saat membuka mata, Delon sudah tak ada. Inul mencarinya, matanya beredar ke sekelilingnya tetapi telinganya yang mengetahui duluan. Inul tersenyum mendengar bunyi deburan air dari arah kamar mandi. Dia mendekat dengan hati berdebar. Masuk ... tidak ... masuk ... tidak ... hati Inul bimbang memutuskan apa yang akan dilakukannya. Dia ingin melihat karena penasaran tapi takut ketahuan. Astaga, bodohnya dia! Inul lupa kalau Delon tak bisa melihatnya. Jadi seharusnya dia bebas masuk ke kamar mandi untuk mengintip Delon mandi. Inul menyengir puas, lantas berjalan menembus pintu kamar mandi. Di dalam kamar mandi, dia melihat bayangan tubuh seorang lelaki yang mandi dari balik bilik shower. Spontan Inul menutup matanya dengan wajah memerah. “Astaga, ini sungguh godaan,” celetuk Inul lirih. Meski malu-malu kucing, naluri Inul membawanya mendekat dengan mata tetap terpejam. Apa sudah saatnya dia membuka matanya? Sepertinya iya, dari jarak sekian dia bisa mencium harum sabun yang dipakai Delon. Hidung Inul mengernyit membaui wangi sabun itu. “Harum,” gumam Inul perlahan. Mendadak Inul terkejut saat tubuhnya disemprot air hingga basah dan seseorangnya membentaknya kasar. “Gila! Apa yang kamu lakukan disini, Gadis Mesuuum!” Spontan Inul membuka matanya dan terbelalak saat bertemu pandang dengan tatapan geram Alfonzo. Gadis itu memekik kaget. “Aiiih, mengapa Paman yang disini? Dimana Delon?” “APA?!” sembur Alfonzo galak. “Alih-alih melihat saya, dari awal kamu berniat mengintip Delon mandi?” Waduh, Inul keceplosan bicara! Dia membekap mulutnya rapat dan menggelengkan kepalanya berkali-kali. “Jadi kamu ingin melihat saya telanjang?” tuduh Alfonzo selanjutnya. Inul menggeleng lebih keras, tapi bodohnya matanya tak sadar menelusuri pemandangan indah tubuh Alfonzo. Mengapa tubuh lelaki ini seperti pahatan patung Yunani yang pernah dilihatnya? Kekar, berotot, dan ada roti sobek di perutnya. Inul menjerit ketika merasa matanya perih. Rupanya Alfonzo menyemprotkan air sabun ke mata gadis itu. Dia segera memprotesnya. “Paman! Apa-apaan ini? Apa salah Inul?” “Kamu masih tak menyadari kesalahanmu? Astaga, dasar gadis bebal! Kamu membantah tak mau melihatku, tapi mata nakalmu melirik tubuhku terus!” “Jangan salahkan Inul, Paman yang memamerkannya di depan Inul. Kalau tidak mengapa Paman tak menutupinya, hayo?” cemooh Inul. Alfonzo tersadar seketika. Dia sibuk memarahi Inul hingga lupa menutupi ketelanjangannya. Alfonzo berbalik, meraih handuknya, lantas melilitkannya di pinggang untuk menutupi bagian tubuhnya. “Sebenarnya ditutupi juga percuma, Inul sudah melihatnya. Bagus kok, Paman,” kekeh Inul geli, membuat Alfonzo kembali menghadapnya dan mendelik geram padanya. Inul melangkah hendak pergi, sialnya dia terpeleset sabun mandi yang terjatuh di lantai. Tubuh Inul terhuyung, spontan tangannya terulur ingin memegang apa saja. Sialnya yang dipegang olehnya handuk Alfonzo. Handuk itu meluncur jatuh karena dicengkeram Inul, gadis itu lalu mencari pegangan lain. “Ya Tuhan! apa yang kau lakukan?!” bentak Alfonzo geram. Inul baru tersadar, dia telah memegang tugu monas pria itu! Dan tugu monas itu sontak berdiri begitu disentuh olehnya. Dia terlena, sungguh terlena. Kyaaa! Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN