Sepuluh

4399 Kata
Heart Care Hospital.   Luka Michelle sudah di balut oleh perawat. Tapi Michelle panik, karena Dimas tak di sampingnya. “Sus cowok yang anter saya ke sini kemana?” tanya Michelle pada perawat yang telah membalut lukanya. “Di sebelah sana. Lukanya sedang di obati juga,” jawab perawat yang kebetulan sedang bertugas di UGD. Michelle langsung menyusul ke tempat yang di tunjukan suster tadi. Michelle melihat Dimas sedang berbaring. Matanya terpejam, mukanya biru-biru akibat pukulan Gervhan in the gank tadi. Sungguh malang nasib Dimas sekarang ini. Michelle begitu sedih melihat sang kekasihnya terkapar lemah seperti itu. “Apa yang sakit sayang? Bilang sama aku apa kamu ngerasain sakit? Jantung kamu sakit? Ya ampun Dimas, kok bisa sih kamu berurusan sama orang yang kaya gini. Ini namanya rencana pembunuhan. Bisa aja kamu tadi mati, kalo aku engga ngehalangin kamu,” Dimas membuka matanya. Dan kemudian tersenyum pada Michelle. “Ngapain kamu kesini? Kamu kan lagi di obatin suster. Tangan kamu ga apa-apa?” bukannya menjawab Dimas malah balik nanya. “Tadi cuma di jahit aja. Sobek gitu! Kamu ga apa-apa? Jantung kamu kambuh lagi?” tak henti-hentinya Michelle mengkhawatirkan Dimas. “Tadi sempet kambuh. Tapi aku ga apa-apa kok sekarang,” “Ya ampun. Lain kali hati-hati sayang. Berhenti jadi orang jahat. Nyeselkan sekarang banyak musuhnya. Untung aja, aku lihat tuh orang nusuk kamu. Kalo ga, aku ga tahu nasib kamu kaya gimana. Aku ga mau kehilangan kamu,” lagi-lagi Michelle memeluk Dimas. Sedangkan Dimas hanya diam tanpa kata.   Sebesar ini kah cinta lo ke gue Chell? Belum pernah ada cewek yang segini gedenya pengorbanan buat gue. Lo tuh cewek unik Chell. Tunggu.. Tunggu.. Bakat menulis, ngelukis, lembut, polos dan tegar. Nyokap gue.... Dia persis nyokap gue! Ini cewek yang selama ini gue cari. s**l kenapa harus Michelle? Dia kan cuma bahan taruhan gue. Jelita bener. Sosok nyokap gue ada pada diri Michelle. Gue ga boleh jatuh cinta sama Michelle. Tapi dari sekian cewek yang pernah jadi pacar gue. Cuma Michelle yang mendekati sosok nyokap gue. Ya Tuhan gue harus gimana? Batin Dimas.   Michelle melepaskan pelukannya. Kemudian tangan Michelle memegang d**a Dimas. “Jantung ini harus tetap berdetak ya sayang. Aku akan selalu suport kamu. Kamu jangan menyerah buat ngelawan penyakit ini. Dokter Leo bukan Tuhan. Aku yakin kamu bisa hidup lebih lama. Punya anak bahkan punya cucu di sekeliling kamu,” ucapan itu membuat Dimas sangat merasa bersalah, karena sudah membohongi dan mempermainkan Michelle. Michelle benar-benar mencintainya dengan tulus. Sedangkan Dimas? Hanya menjadikan Michelle sebagai bahan taruhannya saja. “Makasih sayang. Kamu udah ajarin aku cinta. Makasih juga atas pengorbanan kamu hari ini,” Dimas mencium kening Michelle. “Janji satu hal sama aku ya Dim,” “Janji apa?” “Aku mau kamu berusaha sembuh. Dan kamu harus bilang tentang kondisi kamu ya. Kalo kamu sakit bilang sakit sama aku. Aku pengen kamu selalu jujur,” pinta Michelle. “Iya sayang,” “Love you,” “Love you to” Dimas memeluk Michelle lagi.   Syukurlah Dimas ga apa-apa. Tangan aku sampe putuspun ga perduli. Asal Dimas selamat dan baik-baik aja aku udah seneng banget. Ya Allah.. Aku mohon jangan ambil dia terlalu cepat. Aku mencintainya. Jeratan cinta ini sudah teramat membelengguku. Jujur aku mencintai Dimas lebih dari aku mencintai Aldryan. Cinta ini lebih kuat. Cinta ini lebih besar. Love you Dimas, batin Michelle.   Andai gue ga terikat taruhan itu. Gue pasti bakalan setia sama lo, Chell. Tapi, maaf gue ga bisa. Gue terlalu jahat sama lo. Gue ga pantes jadi pendamping lo. Setelah selesai taruhan tiga bulan status palsu ini. Gue janji akan pergi dari lo. Pegi menjauh. Dan ga akan ngusik ke hidupan lo lagi. Gue bakalan ngaku, bahwa selama ini gue udah nipu lo. Gue pura-pura sakit, hanya demi narik simpati lo. Hanya untuk biar lo nerima cinta palsu gue. Maaf  Chell maaf, sesal Dimas dalam hati.   Michelle di antar pulang oleh Dimas. Behubung tangan Michelle sakit. Jadi Dimas yang nyetir mobilnya.   ********   Rumah Michelle.   “Ini rumah kamu Chell?” tanya Dimas saat masuk rumah mungil kontrakan Michelle. “Iya aku ngontrak sih di sini. Maaf jelek. Ga semewah rumah kamu. Di sini sempit lagi,” Michelle merendah. “Sttt.. jangan bilang gitu ah. Apa lah artinya rumah gede tanpa cinta Chell,” Dimas tersenyum manis pada Michelle.   Tiba-tiba Irma dan Rahmi masuk. “Asslamu'aikum..” ucap Irma dan Rahmi memberi salam. “Wa'alaikum salam,” jawab Michelle dan Dimas bebarengan. “Eh ada kak Dimas. Kakak sama Kak Dimas kenapa?” tanya Rahmi saat melihat muka Dimas yang babak belur dan tangan Michelle yang di balut perban putih. “Ga apa-apa kok. Cuma ada peristiwa aja di sekolah. Dim, ini kenalin adik ke dua dan ketiga aku. Yang ini Irma dan ini Rahmi,” Michelle mengenalkan adik-adiknya pada Dimas. Dimas berjabatan dengan Irma dan Rahmi. “Gimana sekolahnya?” Dimas mencoba akrab. “Hhee gitu deh kak. Males sama Fisika,” jawab Irma. “Fisika itu gampang kali. Asal kita tahu rumusnya,” ujar Dimas mencoba lebih akrab. “Kalo aku ga suka pelajaran bahasa Inggris ribet,” Rahmi ikut bicara. “Pelajaran tuh jangan di bikin ribet, apalagi di benci. Belajar menyukai apa yang kamu benci. Biasanya memang sulit. Tapi kalo kita terbisa, ga akan sulit kok,” Dimas bijak. Tumben sekali so bijak. Hehe. “Tumben bijak banget sih kamu Dim,” goda Michelle. “Yeehh kan buat nyemangetin ade-ade kamu gimana sih..” “Hhe iya iya,” “Boleh ga kak. Kali-kali kita di ajarin sama kak Dimas?” tanya Irma. “Emmmh boleh-boleh,” Dimas setuju. ”Asssiiikk!!” “Rahmi juga mau kak,” “Eh eh eh.. Aku juga mau belajar bahasa Prancis dong. Biar nanti, kalo aku jadi desinger di Paris. Aku bisa bahasanya,” Michelle tak kalah ingin ikutan. “Oke Deal ya. Atur aja jadwalnya,” bahagianya di hati Dimas. Entah kenapa yang jelas baru kali ini, Dimas bermanfaat bagi orang lain. Bisanya Dimas hanya berhura-hura, membuang-buang waktu dan berbuat hal yang tidak penting yang membuatnya senang, tanpa memikirkan orang lain.   Tak lama Rini datang. Di susul Shella. Mereka memberikan salam sebelum masuk. “Kedatangan tamu kita,” ucap Rini ramah sambil tersenyum. “Siapa nih kak? Pacar kakak? Ga salah milih kak Dimas jadiin kakak pacarnya. Kak Michelle kan anak koruptor. Pinter banget gaet anak bermobil,” ucap Shella pedas. “Husss Shella ga boleh gitu,” tegur Rini. “Shella cape mau istirahat!” Shella langsung masuk kamar. “Maaf ya Dimas. Shella memang sedikit sensitif sekarang-sekarang,” Rini sedikit malu karena perlakuan Shella yang tidak enak pada dirinya. “Ga apa-apa lagi kak,” Dimas tersenyum soapan. “Kamu kenapa Dimas babak belur gitu? Ini lagi Michelle kenapa tangannya di balut perban?” Rini menujuk tangan Michelle yang di balut perban putih. Ada sedikit ke khawatiran di hatinya. “Ga apa-apa kok kak. Biasa ada grombolan anak nakal. Kita udah ke dokter kok. Jadi udah ga apa-apa kak,” terang Michelle. “Ya ampun. Makannya sekarang harus hati-hati. Sekarang banyak orang-orang jahat. Syukur deh, kalo kalian ga apa-apa. Kakak lega dengernya,” “Oh Ya Chell. Aku pulang dulu ya,” pamit Dimas. “Eh jangan. Makan dulu aja di sini,” ujar Rini. “Ga usah deh kak, ngerpotin nanti,” Dimas merasa tak enak. “Di sini memang makannya ala kadarnya. Ga seperti di rumah kamu. Tapi alangkah senangnya, kalo kamu mau makan di sini,” Rini masih mencoba membujuk Dimas. Akhirnya Dimas mau ikut makan malam.   “Ayamnya buat aku,” kata Shella saat berada di meja makan. “Shella. Ayamnya kan buat Dimas,” ucap Rini. “Dia kan cuma tamu. Ini emang buat Shella kan?” Shella kukeh. “Shella. Kita harus memuliakan tamu,” ucap bijak Rini. “Dia kan orang kaya, kanpa harus makan di sini sih?” tanya Shella sinis. “Ya udah ga apa-apa kak, biar aku makan tahu sama tempe aja,” Dimas mengalah. “Maaf ya sayang,” sesal Michelle.  “Udah ga apa-apa,” Dimas tersenyum.   Gue emang engga pernah makan tahu sama tempe kaya gini. Tapi, keributan di meja makan yang gue kangenin. Andai aja gue bisa ngerasain kaya waktu itu lagi. Papah muji-muji masakan mama yang super enak. Sekarang di rumah sepi. Makan? Gue makan sendiri. Kalo di sini. Meskipun gue makan tahu sama tempe doang. Tapi kebersamaanya. Meskipun Shella mengeluh. Tapi mereka tetep solid. Mereka semua nampak bahagia. Ga kaya gue. Berlimpah harta tapi ga bahagia. Gue ga punya cinta. Sementara di rumah Michelle. Rumah yang sederhana dan penuh cinta, batin Dimas. Pikirannya melambung tinggi pada ingatan saat kebersamaannya bersama ibunya.   “Makanannya ga enak ya?” tanya Michelle. Dimas tersadar dalam lamunnya, “Hah? Apa?” “Biar aku beliin makanan luar deh. Kalo kamu ga suka makanannya,” Michelle jadi merasa tak enak. Pasti Dimas selalu makan makanan yang enak. Sekarang dia harus terpaksa makan dengan lauk tahu, tempe saja. “Ga apa-apa aku suka kok,” Dimas tak bohong dengan ucapannya. Ia benar-benar menikmati makan alakadarnya ini. Dimas memakan makannanya yang menunya cuma nasi putih, tempe sama tahu saja. Tapi entah kenapa hatinya sangat senang sekali. Ini yang Dimas rindukan. Kebersamaan keluarga. Setelah sepuluh tahun hidupnya kosong, tanpa cinta dan kebersamaan.   Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dengan kasar.   “Siapa sih kak? Biar Ichell yang buka pintu aja,”  “Itu mungkin ibu yang punya kontrakan Chell biar kakak aja,” “Ya udah bareng Michelle aja,” Michelle dan Rini keluar rumah.   Di Luar rumah.   “Enak bener ya! Udah tiga bulan nunggak kontrakan masih enak-enak makan. Mana uang kontrakan bulan ini,” damprat seorang perempuan paruh baya itu sangat kasar. Nampaknya ia sangat kesal. Rambutnya di gelung mirip konde jawa, tapi mukanya sangar seperti preman. “Ya ampun bu ini kan akhir bulan. Nanti saya pasti bayar,” sesal Rini. “Bayar apa? Bayar setengahnya lagi? Saya ga butuh, kalo sekarang ga ada. Sekarang juga kalian pergi dari rumah ini!” “Kasih saya kesempatan bu, kasih saya waktu,” Rini memohon pada ibu kontrakan. “Iya bu, kasih kita kesempatan. Kak bukannya bulan ini kita udah bayar?” tanya Michelle. “Maaf Chell, kakak pake uangnya buat bayar taksi Shella tiap hari,” “Ya ampun Shella,” Apa lagi ini? Kasihan sekali Michelle. “Bewok! Anton! Seret mereka keluar,” perintah ibu kost itu. Ada dua bodyguard datang berbadan besar masuk ke dalam dan mebuang-buang barang-barang keluar.   “Ada apa ini?” karena di luar ribut-ribut Dimas keluar untuk mengetahui ada apa. “Siapa kamu? Jangan ikut campur!” bentak Bewok, bodyguard berambut gondrong, berkumis tebal dan jenggot tebal. Tampak menyeramkan jika di lihat. “Bisa kan, sama cewek ga usah kasar?!” Dimas balik menyentak Bewok. “Mereka memang layak dapetin ini,” ucap ibu kontrakan yang sangar. Michelle, Rini dan adik-adiknya menangis tak berdaya melihat rumah kontrakannya di acak-acak dua bodyguard itu.   “Ada apa ini Chell?” Dimas masih kebingungan dengan situasi ini. “Kita belum bayar kontrakan Dim,” jawab Michelle sambil terisak tangis. “Oh jadi cuma gara-gara itu,” Dimas maju ke depan. “Berhenti!! Gue bilang berhenti!!” teriak Dimas. “Heh anak ingusan! Jangan kamu ikut campur!” bentak ibu kontrakan. “Berapa sih sewa kontrakannya?” tanya Dimas dengan nada tinggi. “Sebulan tujuh ratus ribu, telat tiga bulan dua juta seratus ribu, di tambah bunga. Jadi empat juta dua ratus ribu,” ucap ibu kontrakan itu. “Busssettt bunganya sampe seratus persen kaya gituh,” Dimas terkejut. “Kenapa ga punya uang situ?” sindir ibu kontrakan. Belum tahu berhadapan dengan siapa dia sekarang. “Nantangin gue lo! Sebentar!” Dimas pergi menuju mobil Ferray merahnya. Kemudian kembali lagi membawa uang. Dimas melempar uang itu ke muka ibu kontrakan! “Sepuluh juta! Kalo kurang minta lagi aja sama gue!” betak Dimas. “Sombong sekali kamu! Paling duit ini boleh maling!” sindir ibu kontrakan. “Oh lo ga tahu siapa gue?” “Emang lo siapa?” Si anton berbisik pada ibu kontrakan itu. “Bos ini bukannya anak pengusaha sukses itu ya. Pengusaha feshion terkenal di dunia,” “Iya kayanya si Dimas Erlangga Smith gitu bos namanya,” si bewok ikut berbisik. “Ka.. Kamu Dimas Erlangga Smith?” tanya ibu kontrakan terbata-bata. Secara dia tahu betul siapa Dimas Erlangga Smith dan Robertho Erlangga Smith. Ia selalu tidak pernah ketinggalan menonton berita tentang keluarga Smith di televisi. “Ya gue Dimas Erlangga Smith anak dari Robertho Erlangga Smith pemilik Multi Fashion Grup. Kenapa kaget?” tegas Dimas mengiyakan pertanyaan ibu kontrakan. Kali ini Dimas bangga dengan kedudukan ayahnya. “Maaf tuan, maaf saya ga tahu. Maaf!” Ibu kontrakan itu sangat menyesali tindaknya. “Denger ya. Sekali lagi lo, berlaku kasar sama keluarga Michelle. Gue bakalan suruh orang buat gusur ni tempat!” ancam Dimas. “Jangan dong jangan.. Maaf ya tuan maaf,” “Maaf maaf. Beresin lagi nih tempat!” perintah Dimas. “Baik. Bewok Anton! Bersin lagi!” perintah ibu Kontrakan. “E ehhh ga cuma mereka. Tapi lo juga ikut ngepel dan bersin!!” pinta Dimas. “I..iya..” ucap ibu kontrakan tergagap. Dimas tersenyum puas.   “Waaahh kakak ini ternyata kak Dimas Erlangga itu toh!” Shella kagum. “Iya Shella” Dimas tersenyum. “Dim, nanti uangnya aku ganti ya,” ucap Michelle. “Udah lah ga perlu kaya kesiapa aja,” “Tapi…” “Udah ya. Yang penting kamu masih punya tempat tinggal. Masalah uang jangan kamu pikirin. Kalo butuh apa-apa tinggal bilang ke aku. Aku kan pacar kamu. Oke, jangan sungkan,” ucap Dimas lembut sambil memegang bahu Michelle. “Makasih Dimas. Kakak ga tahu, kalo tadi ga ada kamu mungkin kaka sama adik-adik kakak udah tidur di jalan,” ujar Rini. “Iya kak. Cuma ini yang Dimas bisa bantu. Ya udah udah beres tuh. Kalian masuk yaa. Udah malem,” “Kakak makasih” ucap Irma. “Ya kak Dimas makasih,” Rahmi juga ikut berterimakasih. “Iya de. Anggap aja kakak ini, kakak kalian juga ya,”   Kemudian mereka masuk ke dalam rumah.   Kenapa ya ada perasaan seneng banget di hati gue. Bener kata Michelle, membuat orang lain bahagia meskipun hanya dengan uang yang gue punya. Ada kepuasan tersendiri di hati gue. Ya Tuhan. Banyak sekali makna yang gue bisa ambil dari kejadian hari ini. Thank’s Michelle, gue pengen dapetin cinta yang sesungguhnya. Cinta lo Michelle. Dan mungkin gue mulai jatuh cinta sama lo. DIMAAAASSSS!!! apaan siiihh. Gue ga boleh jatuh cinta sama Michelle. Inget Michelle cuma bahan taruhan lo! Aaggggggghhhh!!! Batin Dimas. Hati dan pikiran Dimas terus bergelut.   ********   Vegasus International High School.   “Ya ampun Chell tangan lo kenapa?” tanya Putri. “Aku ga apa-apa kok,” “Ga apa-apa gimana tangan lo di balut kaya gini,” Ivha ikut khawatir. “Jangan-jangan Dimas yang ngelakuin ke lo yaa. KDRT nih ga bisa di biarin.“ tebak Chanes ngasal. Emang si Chanes ini suka cablak. Kalau bicara suka tidak di pikirkan terlebih dahulu. “Bukan kok. Ini cuma perjuangan cinta aku aja. Hhee,” Michelle nyengir kuda. “So Swwweettt banget kamu Chell. Kayanya Dimas beneran suka sama kamu. Secara udah hampir satu bulan kamu bertahan,” ujar Putri setengah kagum. “Gue juga percaya dia cinta beneran sama lo Chell,” dukung Ivha.   Miss Carina datang.   “Ohayou Gozaimasu!” ucap Miss Carina saat masuk ke kelas. “Ohayou Gozaimasu Shisei” jawab semua siswa-siswi.   Kelas bahasa Jepang di mulai.   Hari ini Dimas engga masuk. Apa mungkin dia sakit lagi? Pulang sekolah aku harus ke rumahnya. Kenapa sih dia ga ngaktifin hapenya. Duuuhh bikin cemas aja kamu sayang, batin Michelle.                         Sepulang sekolah Michelle langsung pergi menuju rumah Dimas. Kini Michelle sudah berada depan rumah Dimas. Michelle memencet bel pintu gerbang rumah Dimas.   “Anda cari siapa?” tanya satpam penjaga rumah Dimas. “Aku cari Dimas,” jawab Michelle. “Sudah ada janji?” “Saya pacarnya,” tegas Michelle. “Ada kartu tanda masuknya?” Kening Michelle berkerut aneh. Sepertinya tak mengerti apa maksud pak satpam itu. ”Kartu tanda masuk apa sih pak?” “Mbak ga tahu ya, kalo mau masuk rumah ini harus bikin janji atau kartu tanda masuk acc tuan Dimas atau tuan Robertho,” jelas pak satpam. “Ahaha masa iya. Pak saya itu pacarnya,” “Pacar tuan Dimas itu banyak mbak. Kalo mbak ga punya kartu tanda masuk, mbak ga boleh masuk,” jelas pak satpam. “Duhhhh ribet banget siiihhh!! DIMAAAASSSS!!!!” Michelle teriak. “Berisik mbak! Mbak bisa di tuntut mengganggu ketenangan orang lain!” Tanpa menghiraukan perkataan si Satpam Michelle tetap teriak memanggil Dimas. “DIIIMMMAAAASSSSS!!!!” Seseorang ke luar dari rumah istana itu.   “Anda cari siapa?” “Tuan maaf ini cari tuan Dimas,” nampaknya satpam itu sangat takut pada orang yang barusaja keluar dari rumah. “Ya pak saya cari Dimas. Dimasnya ada om?” tanpa rasa takut Michelle bertanya pada orang itu. “Anda bisa sopan sedikit kan, kalau bertamu di rumah orang?” tanya orang itu sedikit kesal. “Maaf tuan Robertho biar saya yang urus,” Michelle di seret menjauhi rumah Dimas. “Kalo tuan sudah keluar berarti kamu sudah mengganggu beliau. Beliau sedang meeting di rumah jadi kamu mengaggu,” “Saya beneran pacar Dimas pak,” Michelle kukeh. “Saya minta kartu tanda masuk, baru saya izinkan kamu masuk,” “Oke oke, aku ga akan masuk. Tapi aku mau nanya kenapa Dimas ga masuk hari ini? Apa dia sakit?” “Maaf saya tidak berwenang menjawab pertanyaan anda,” “Yaaa ampun ribet banget ternyata. Ya udah aku pulang aja,” Michelle menyerah.   ******** Rumah Michelle   “Gitu kak ceritanya,” Michelle menceritakan kejadian saat di rumah Dimas pada Rini. “Waahh Dimas memang anak orang penting, makannya rumahnya di jaga ketat kaya gitu. Apa lagi Dimas anak satu-satunya,” Rini kagum. “Tapi Ichell pengen tahu kondisi Dimas,” “Sayang. Cinta kalian mulai di uji. Kalo ketemu terus ga ada rasa kangen dong. Nahh dengan Dimas ga masuk sekolah. Kalian pasti ngerasa kangen,” Rini mencoba menenangkan adiknya ini.   Ponsel Michelle berbunyi. Di layar kaca handphone terlihat nama Dimas.   “Hallo Dimas kamu kemana aja?” Michelle khawatir. “Aku udah di depan rumah kamu, ayo ikut aku!” katanya tanpa menghiraukan pertanyaan Michelle yang sedang khawatir. “Oke aku keluar yaa!”   Tut tut tut.. Telephone terputus.   “Aku keluar bareng Dimas dulu ya kak,” pamit Michelle. “Tuuuhh kann. Ya udah hati-hati ya sayang,”   ********     Michelle langsung memeluk Dimas. “Kamu kenapa tadi ga sekolah?” “Lagi males aja sayang. Oh ya tadi satpam bilang kamu dateng ya?” tanya Dimas. “Iya tapi harus ada kartu masuk. Kaya pejabat aja masuk ke rumah kamu,” kata Michelle sambil mayun. “Ahhaaa maaf ya aku lupa ngasih kartu masuk,” Dimas ngakak melihat bibir Michelle yang maju lima senti. Lucu juga kalau Michelle sedang marah. “Lagian aku teriak-teriak ga keluar. Tapi malah papah kamu yang keluar,” “Papah keluar? Emang di rumah ada papah?” Dimas heran. “Lo kok kamu ga tahu?” “Aku sama papah jarang banget komunikasi. Kalo ada apa-apa aku cuma hubungi asistennya aja. Papah udah kaya orang asing bagi aku,” terang Dimas. “Tenang ya sayang kan ada aku sekarang,” “Makasih ya sayang. Yuk ikut!” “Kita mau kemana?” tanya Michelle penasaran. “Ada deh. Yuk!” “Kebiasaan deh kalo kemana-mana ga pernah mau ngasih tahu,” “Namanya juga kejutan. Yuk!” ucapnya sedikit misterius. Michelle naik ke mobil sport Dimas.   Selang beberapa jam Dimas dan Michelle tiba di suatu tempat. Tempat itu sangat indah, bukit hijau terhampar luas. Di hiasi bunga-bunga kecil di sisi-sisi danau. Danau yang tenang dan bersih itu menambah ke indahan. Belum udara yang sejuk di sekitarnya membuat siapa saja akan nyaman jika berada di tempat itu. Ada rumah pohon yang unik di tepi danau itu. Terlihat sangat cantik, rumah pohon berwarna coklat dengan kayu coklat yang kokoh membuatnya semakin cantik.   “Rumah pohon?” Michelle mengerutkan dahinya. “Yup. Kamu suka?” Dimas mengiyakan. “Bagus banget!” Michelle sangat terkesiap dengan keindahan tempat ini. “Ayo naik!” ajak Dimas. Michelle dan Dimas masuk ke rumah pohon.   “Dulu kalo aku bete, sedih atau marah. Aku suka ke sini. Ga ada satupun orang yang tahu temapt ini. Kamu orang pertama yang aku ajak ke tempat ini,” cerita Dimas. “Ya ampun aku terharu,” ujar Michelle sedikit lebay. “Oh iya kamu suka ngelukis kan?” Michelle mengangguk. “Kalo gitu kamu lukisin aku yaa. Ini kanvas sama catnya,” Dimas memberikan alat lukis pada Michelle. Dengan bangga Michelle akan menunjukan skillnya pada kekasih tercintanya ini. “Siap tuan Smith,” Michelle nyengir kuda. “Ngenyek aja niihh!” Dimas malah mencubit kedua pipi Michelle. “Iya iya maaf  hhee”   Srrett srrett srett … Dengan telaten Michelle mengoreskan pensilnya di atas kanvas putih itu. Ia mulai membuat sketsa wajah Dimas. Ia mulai mengambar panca indera Dimas, seperti mata hidung dan mulut. Setelah selesai ia sapukan kuas yang sudah di lumuri cat berwarna pada kanvas itu. selang beberapa menit lukisan selesai.   “Gimana bagus ga?” Dimas malah bengong. “Hallo sayang bagus ga?” ulangnya. “Amazing! Keren!” lukisan Michelle memang luar biasa. Bakatnya ini patut di acungkan jempol. Dimas langsung memeluk Michelle. “Aku cinta kamu Chell. Aku sayang kamu banget!” “Aku juga sayang kamu Dimas,”   Setelah semalaman berpikir. Gue bener-bener yakin ini cinta. Gue bener-bener cinta sama Michelle. Gue janji Chell. Setelah tiga bulan gue akan ngakuin ke anak GHS, kalo gue kalah. Gue akan terima kekalahan taruhan gue. Gue bakalan sayang banget sama Michelle. Dia cewek yang selama ini gue cari. Gue engga akan nyakitin lo. Gue bakalan buat lo bahagia. Gue bakalan berubah lebih baik buat lo. Gue engga perduli, gue hanya perduli dengan kebahagiaan lo. Gue mau rasain cinta yang sebenarnya. Cinta sejati, Love you Michelle, batin Dimas.   Aku yakin ga akan ada yang bisa memisahkan kita berdua. Bahkan takdir pun tidak akan tega memisahkan aku dan Dimas. Aku yakin Dimas akan berubah dengan seiring berjalannya waktu. Dimas harus lebih baik. Bukan karena hidupnya tinggal tiga bulan, bukan. Tapi dia emang harus lebih baik. Engga kejam dan senaknya kaya dulu. Jantung Dimas harus tetap berdetak. Dimas pasti sembuh. Aku yakin Dimas akan hidup lebih lama. Bukan cuma tiga bulan. Tapi menjadi tua bersama aku. love you Dimas, batin Michelle.   Kemudian Dimas dan Michelle tidur-tiduran di rumah pohon. Hari semakin sore. Namun rasanya Dimas dan Michelle masih belum mau beranjak dari tempat itu. “Ohh ya aku lupa. Aku ada ice cream di tas,” “Gak! Gak! Aku ga mau!” “Loh kenapa?” tanya Michelle aneh. “Ga pokoknya aku ga mau Chell!” “Ya udah, ya udah aku makan dulu. Disana tar kalo udah abis aku ke sini lagi,” “Iya,”               Selang beberapa menit. Michelle kembali pada Dimas setelah satu ice cream ia lahap habis “Maaf ya sayang. Kamu kenapa sih kaya takut lihat ice cream?” tanyanya hati-hati. “Dulu mama aku meninggal, karena aku ngerengek minta ice cream. Jadi sampe sekarang aku benci yang namanya ice cream” terang Dimas. “Kamu pernah biang kan. Menyukai sesuatu yang kita benci memang sulit. Tapi kalo kita terbiasa pasti bisa,” Michelle ingat kata-kata Dimas pada kedua adiknya waktu itu. “Ini beda Chell. Ini bukan pelajaran,” “Sayang. Cobain deh ice cream tuh enak,” rajuk Michelle. “Engga! Dulu emang enak. Tapi serakang engga!” “Ini cobain!” Michelle tetap memaksa. “Engga engga! Jauhin dari aku! Jauhin ga!” Michelle menggelengkan kepala. Lucu sekali tingkah pacarnya ini. “Michelle! Jauhin!” “Aaa.. ayo buka mulutnya,” “Engga Chell. Beneran deh,”   Blam. Dimas memakan ice cremnya. Michelle berhasil memasukan ice cream  ke dalam mulut Dimas. “Gimana enak kan?” Dimas merasakan rasa manis bercampur dingin di mulutnya. Ia resapi setiap rasa yang mengecap di lidahnya. Jadi ingat dulu saat kecil. Stok ice cream dulu di rumah Dimas pasti selalu ada. Kulkas pasti penuh dengan ice cream aneka rasa kesukaan Dimas. “Eumm.. enak,” “Tuh kan.. hheheheee,” “Sini sini mau lagi..” “Ahahha yeee malah ketagihan ni anak,” Michelle tertawa puas. “Enak sih,”   Syukurlah kamu udah ga fobia ice cream lagi. Semoga dengan ini ga ada hal apapun lagi yang kamu takutin sayang. Aku mau kamu bahagia tanpa rasa takut. Aku seneng ngelihat kamu tersenyum seperti ini, gumam Michelle dalam hati.   “Mau?” tawar Dimas. Michelle membuka mulutnya. Saat ice cream mendekati mulut Michelle. Dimas malah memasukan ice cream itu ke mulutnya. “Dimaaaaaass!!” rengek Michelle manja. “Hehehheeee” Dimas malah tertawa puas. Dengan jahil Dimas mencolek ice cream dan menempelkan pada hidung Michelle. “Sayang, kotor tahu,” Michelle manyun. Namun Dimas begitu puas mentertawakan Michelle. “Hhahahaha..” Michelle hanya manyun sambil melipat tangannya di depan dadanya sambil menunggu Dimas selesai mentertawakan dirinya. “Udah puas ketawanya?”             “Haha maaf maaf, sini aku bersihin sayang,” Dimas membersihkan sisa ice cream di hidung Michelle.               DEG! Ini cinta Dimas. Ini cinta. Gue bener-bener cinta lo Michelle. Gue janji gue bakalan cintain lo sampai mati. Gue akan lindungin lo, gue ga akan biarin air mata lo netes lagi. Maafin aku sayang, aku begitu bodoh sampe aku tak bisa melihat ketulusan cinta kamu yang begitu besar, batin Dimas.               “Pulang yuk!” ajak Michelle.             “Bentar lagi yah,”             “Ini udah mau malem sayang, besok kita ke sini lagi deh. Yuk!” Dimas menarik tangan Michelle.             “Bentar lagi yah, kita lihat sunset dulu di tepi danau. Aku masih betah di sini, karena di sini ada cinta aku. Ada orang yang aku sayangi. Kalo di rumah aku kembali jadi seorang pangeran yang kesepian tanpa cinta,” ucapnya lembut.             “Ya udah deh demi pangeran hehe,” Michelle pasrah dengan sedikit terkekeh.                         Mereka saling berpandangan. Tak sadar mereka kini hanya berjarak satu senti dari tempatnya berdiri. Mereka saling mendekat.. mendekat.. bibir lembut Dimas menyentuh bibir mungilnya Michelle. Ciuman yang sangat indah di hari yang indah. Ciuman pertama Dimas dan Michelle begitu hangat dan menyejukkan hati. Ternyata ini yang namanya cinta.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN