Sean melepaskan ciumannya dan menatap Sierra. Mengelus lembut wajah gadis itu lalu mengecup keningnya. "Pergilah. Punggungmu harus diobati." Ucapnya.
Sierra menatap Sean sejenak dan lelaki itu hanya tersenyum padanya. Perlahan Sierra turun dari ranjang. Tanpa mengatakan apapun pada Sean, Sierra keluar dari ruangan dan Sean menatap punggungnya sampai bayangan Sierra sudah tak tertangkap oleh pandangannya. Sepanjang jalan Sierra hanya memikirkan ciuman pertamanya itu dengan Sean. Rasanya sangat aneh, dia merasa ada sesuatu dalam perutnya yang mendesaknya keluar, seperti ada bunga di dalam perutnya mungkin. Sierra tertawa lirih dan menyentuh bibirnya. Dia tidak bisa melukiskan seperti apa rasanya dan seperti apa perasaannya saat ini. Terlebih mendengar permintaan maaf Sean karena tidak bisa menjaga dirinya dengan baik. Apa Sean menyukainya? Langkah Sierra terhenti seketika memikirkan hal itu.
"Ms. Harrison."
Sierra menoleh kebelakang karena mendengar seseorang memanggilnya. Dirinya mengernyit melihat pengawal Sean berdiri dibelakangnya. Pengawal itu menunduk sejenak.
"Saya akan mengantar anda ke ruangan dokter." Ucap lelaki itu.
Sierra mengangguk pelan dan kembali melanjutkan langkahnya. Pengawal itu mengikutinya. Namun melihat Sierra susah berjalan dengan menarik besi yang menjadi penyanggah kantong infusnya itu, pengawal itu menghentikan langkahnya.
"Ms. Harrison."
Sierra kembali menoleh kearah pengawal itu. "Iya?"
"Biarkan saya yang membawanya." Ucap pengawal itu dan berniat mengambil alih penyanggah itu.
"Oh tidak perlu. Aku bisa membawanya sendiri." Jawab Sierra.
"Tapi nona,"
"Tidak apa-apa." Kekeuh Sierra dan kembali berjalan menuju ke ruangan dokter yang menanganinya bersama dengan pengawal itu.
-
Marcos menghela napas menatap salah satu pengawal Sean yang keluar ruangan untuk mengawasi Sierra. Dirinya menatap Sean lekat-lekat sampai lelaki itu menyadari tatapan Marcos dan menaikkan alisnya.
"Sir." Tekan Marcos.
"Kenapa?"
"Anda harus menghentikan semua ini. Saya tidak tahu hubungan apa diantara anda dengan gadis itu, tapi kalau anda terus seperti ini maka musuh kita akan menggunakan gadis itu untuk terus mencelakai anda."
Sean terdiam mendengar ucapan Marcos. Dia tahu mungkin Marcos mengkhawatirkannya karena hubungan mereka yang sangat dekat. Tapi, Sean juga harus menepati janjinya dengan ibunya delapan belas tahun yang lalu saat usianya sepuluh tahun. Mungkin wanita yang dimaksud ibunya itu bukan Sierra. Tapi, saat Sean bersama dengan gadis itu, dia merasa sangat membutuhkannya begitupun dia melihat kalau Sierra juga membutuhkannya. Pandangan Sean lurus kedepan seperti sedang menerawang sesuatu.
"Apa kau pernah mencoba melindungi seseorang dan gagal?" Tanya Sean pelan lalu menolehkan kepalanya kearah samping dan menatap Marcos.
Marcos menunduk membuat Sean terkekeh pelan. "Aku tidak ingin gagal untuk yang kedua kalinya." Ucap Sean dan menghela napasnya pelan. "Apa kau tahu susahnya menjaga seseorang yang kau miliki?"
"Tapi, kenapa harus gadis itu Sir? Saya yakin-"
"Marcos." Potong Sean sampai Marcos mendesah kasar. "Kau bukan hanya sekretarisku, tapi kau juga temanku dan orang yang aku percaya."
Marcos menunduk dan membuang napasnya kasar lalu menatap Sean. "Sean, Javier sudah tahu kalau kau menyukai gadis itu. Dia pasti akan menggunakan gadis itu untuk menghancurkanmu."
"Siapa bilang aku menyukainya?" Tanya Sean dan tersenyum membuat Marcos mengernyitkan kening menatapnya. "Aku tidak mengatakan kalau aku menyukainya. Aku hanya mengatakan kalau aku harus melindunginya karena aku tidak ingin gagal untuk kedua kalinya." Jelas Sean.
"Lebih baik kau bantu aku untuk menjaganya. Dia sangat berarti untukku." Imbuh Sean dan menepuk pundak Marcos lalu tersenyum.
"Tidak. Kau memang menyukainya tanpa kau menyadari hal itu. Hatimu mungkin sudah hilang sampai kau tidak sadar sangat menyukai gadis itu sampai mempertaruhkan nyawamu." Batin Marcos dan memalingkan wajahnya. Marcos mengangguk lemas meskipun sebenarnya dia tidak setuju jika Sean dekat dengan gadis itu.
-
Hampir satu minggu mereka ada dirumah sakit dan sekarang waktunya mereka pulang. Gips ditangan Sean sudah dilepas tapi perban yang membalut kepala belum dilepas. Selesai mengganti perbannya dengan yang baru, Sean keluar ruangannya bersama dengan Sierra diikuti Marcos dan beberapa pengawal yang menjaga Sean dan Sierra saat dirumah sakit. Sepanjang jalan mereka keluar dari rumah sakit, Sean menggenggam tangan Sierra membuat Marcos yang mengikuti mereka dari belakang menatapnya tak suka dan menghela napas berulang kali.
Salah satu pengawal membukakan pintu mobil untuk Sean. Sean membiarkan Sierra masuk lebih dulu dan diikuti dirinya serta pengawal yang mengemudikan mobil itu dan juga Marcos. Pengawal lain masuk kedalam mobil lain. Mobil yang ditumpangi mereka pun melaju membelah jalan di kota Saint Louis tersebut.
"Untuk sementara waktu kau tinggal denganku. Setelah semuanya membaik, kau bisa tinggal ditempatmu sebelumnya." Ucap Sean dan Sierra hanya mengangguk.
Hampir tiga puluh menit mobil yang mereka tumpangi melaju ditengah kota akhirnya mobil itu memasuki gerbang depan menuju mansion. Dari gerbang depan mereka harus melaju sekitar lima ratus meter dengan jalan yang dikelilingi taman bunga. Sierra tertegun melihat barisan bunga yang membentang disetiap sisi jalan. Tanpa dia sadari, dirinya tersenyum dan semakin menempelkan tubuhnya disisi pintu mobil. Sean hanya tersenyum memperhatikan Sierra.
"Kau ingin jalan-jalan ketaman itu?"
Sierra menoleh dan menatap Sean. "Memangnya tidak apa-apa?"
"Kau bisa jalan-jalan kesana besok pagi." Jawab Sean membuat senyum Sierra mengembang seketika.
"Terima kasih."
"Tidak masalah kalau kau ingin jalan-jalan disekitar rumah, yang penting kau jangan melewati gerbang yang didepan tadi."
Sierra mengangguk cepat sembari tersenyum. Dirinya kembali memperhatikan pemandangan taman bunga yang disuguhkan sepanjang jalan mereka menuju gerbang utama.
Mobil mereka sudah memasuki gerbang utama dan memasuki halaman mansion lalu berhenti tepat didepan pintu masuk mansion. Salah satu pengawal yang menjaga pintu depan langsung berlari dan membukakan pintu untuk Sean dan Sierra. Setelah keluar dari mobil, Sierra memperhatikan keadaan sekitar. Mansion itu terlihat mempunyai luas tiga kali lipat dari rumah b****l milik Molly yang berukuran sangat besar dibandingkan rumah b****l lainnya. Halaman depan mansion itu ditumbuhi rumput hijau disetiap sisi jalan yang biasa dilalui kendaraan. Ditengah-tengah halaman juga terdapat sebuah kolam dengan patung peri dalam mitologi yunani yang mengeluarkan air dari cawang yang dipegang ditangannya.
"Ayo." Sean kembali menggandeng Sierra masuk kedalam membuat Sierra tertegun karena memperhatikan keindahan halaman depan mansion itu.
Sepanjang mereka memasuki ruang depan, semua pelayan dalam rumah itu berjejer rapi dan menundukkan kepalanya. Sierra memperhatikan kanan kirinya, dia tidak bisa menghitung berapa jumlah semua pelayan yang berjejer rapi itu. Dia hanya memperkirakan puluhan lebih. Seorang laki-laki paruh baya yang berdiri dibarisan paling ujung menundukkan kepalanya saat Sean dan Sierra berdiri didepan mereka.
"Selamat siang Sir. Bagaimana keadaan anda?" Tanya kepala pelayan itu.
"Lebih baik." Jawab Sean lalu merangkul Sierra dan menunjukkannya pada Kepala pelayan. "Dia Sierra Harrison. Kau harus bisa memenuhi semua kebutuhannya selama dia tinggal disini. Aku tidak ingin ada sedikit kesalahan." Ucap Sean dan kepala pelayan itu menunduk memberi hormat pada Sierra.
"Selamat siang Ms. Harrison."
Sierra hanya nyengir dan ikut menundukkan kepalanya. "Iya. Selamat siang."
Sean tersenyum samar. "Ayo, aku akan mengantarmu kekamar." Ucapnya dan kembali menggandeng Sierra menaiki anak tangga. Dilantai dua Sean menuntun Sierra melewati sebuah lorong dan masuk kedalam pintu otomatis. Didalam ruangan itu Sean kembali menuntun Sierra menaiki anak tangga yang menempel didinding. Dilantai itu banyak pintu kamar yang berjejer sepanjang lorong yang memutar. Sekitar ada sepuluh lebih pintu kamar yang mengelilingi ruangan itu. Sean membukakan pintu kamar keenam dan mempersilakan Sierra masuk kedalam kamar.
"Ini kamarmu." Ucap Sean dan Sierra kembali memperhatikan ruangan yang terlihat luas itu.
"Kau bisa mandi dulu dan setelah itu pergi kekamarku. Pelayan yang akan mengantarmu menunjukkan kamarku." Imbuh Sean lalu mendekatkan wajahnya berniat ingin mencium Sierra.
Namun Sierra melangkah mundur dan memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin merasakan rasa aneh itu sekarang walaupun sebenarnya dia juga sangat menginginkannya. Rasa bibir Sean yang menempel dibibirnya itu seperti rasa strowberry manis di musim panas.
"Em baiklah. Kau, kau bisa keluar dan kembali ke kamarmu." Jawab Sierra tanpa menatap Sean dan berjalan mengelilingi ruangan kamarnya seolah-olah tidak terjadi sesuatu.
Sean tersenyum melihat tingkah Sierra yang terlihat salah tingkah. "Aku tunggu kau dikamar." Balas Sean dan keluar dari kamar lalu menutup pintunya.
-
"Jadi dia membawa gadis itu ke rumahnya?" Tanya Javier dan terkekeh pelan. "Seharusnya aku kurung saja gadis itu disini." Gumamnya dan mendobrak meja kerjanya tiba-tiba membuat pengawal serta orang kepercayaannya itu terlonjak kaget.
Tatapan Javier menajam dan berdiri tiba-tiba. "Bagaimana dengan orang-orang itu?" Tanya Javier emosi.
"Mereka sudah ditahan olehnya Sir."
"Semuanya?!"
Pengawal itu menunduk dan mengangguk cepat membuat Javier mengerang frustasi. Dirinya kembali mendobrak meja. "Ini tidak bisa dibiarkan." Gumamnya dan menatap pelayannya. "Atur pertemuanku dengan Owen Bryson." Perintahnya.
Javier yakin dengan cara ini, dia akan berhasil mengalahkan Sean dan kembalu mengambil perusahaan yang seharusnya menjadi miliknya kalau ayahnya tidak bertemu dengan ibunya Sean dan menikah dengannya.
Setelah pengawalnya itu menghubungi Owen Bryson, Javier kembali menatap pengawalnya itu. "Kapan kira-kira gadis itu keluar dari rumahnya?"
"Saya tidak tahu Sir. Tapi saya rasa dia tidak membiarkan gadis itu keluar dari sana."
Javier mengangguk tanda mengerti. "Benar juga. Memang tidak ada cara lain selain menggunakan Owen Bryson." Gumamnya.
-
Sierra keluar dari kamar dengan dress peach yang sudah disiapkan oleh pelayan. Didepan pintu sudah ada satu pelayan wanita seusianya yang menundukkan kepalanya. Tanpa mengatakan apapun pelayan wanita itu mengantar Sierra menyusuri setiap ruangan dan menuruni setiap anak tangga untuk pergi kekamar Sean. Sierra tidak hapal jalan menuju kamar Sean karena terlalu sering masuk kelorong-lorong yang terlihat sama. Dia tidak bisa menghitung berapa luas mansion itu dan berapa ruang kamar yang sudah dilewatinya sampai akhirnya pelayan itu menghentikan langkahnya tepat didepan pintu yang terlihat berbeda dari pintu-pintu lainnya dalam rumah itu. Pelayan itu membukakan pintu dan mempersilakan Sierra masuk kedalam kamar. Saat Sierra sudah masuk, pelayan itu kembali menutupnya dan pergi.
Sierra harus melewati lorong sepanjang lima meter untuk sampai diruangan kamar Sean. Saat Sierra sudah sampai dikamar, dia melihat Sean sudah mengganti pakaiannya. Terlihat rapi dengan kemeja, jas dan celana serba hitam. Hanya warna perban dikepalanya yang mencolok. Sean menoleh kearah Sierra saat mendengar deru langkah gadis itu.
"Kau cocok pakai dress itu. Apa itu pas dengan ukuranmu?" Tanya Sean dan berjalan menuju ke laci meja lalu membukanya dan mengambil kotak putih berukuran sedang dari dalam sana.
"Iya, ini pas dengan ukuranku." Jawab Sierra.
Sean duduk ditepi ranjang dan menepuk-nepuk tepi ranjang tepat disampingnya mengisyaratkan agar Sierra duduk disampingnya. "Kemari." Pinta Sean.
Sierra melirik kekanan kiri karena gugup dan melangkah perlahan menuju ranjang lalu duduk disamping Sean.
"Apa punggungmu masih sakit?" Tanya Sean.
"Em... tidak. Aku sudah tidak apa-apa." Jawab Sierra dan selalu menghindar dari tatapan Sean.
"Baguslah." Gumamnya dan tangannya bergerak untuk membuka risleting dress Sierra.
"Kau, kau mau apa?" Tanya Sierra gugup dan menahan tangan Sean.
"Diam. Lebih baik aku yang mengoleskan krim itu dipunggungmu daripada orang lain." Ucap Sean dan Sierra langsung diam mendengar nada bicara Sean yang terdengar tidak ingin dibantah.
Sean mulai mengoleskan krim dari dokter untuk menghilangkan nyeri dipunggung Sierra serta menjaga agar tidak terjadi sesuatu pada tulang punggung gadis itu. Mungkin tidak apa-apa jika punggung Sean yang terluka seperti Sierra.
Sierra hanya diam merasakan tangan Sean yang mengoleskan krim itu dan bersentuhan dengan kulit punggungnya. Gadis itu menundukkan wajahnya dan terlihat gusar karena gugup. Mungkin wajahnya sudah merona sekarang ini.
Sean berhenti mengoleskan krim itu mengetahui Sierra gugup karena sentuhannya. Kedua tangannya mengelus pundak Sierra dan menuruni kedua lengan gadis itu membuat Sierra tertegun. Saat Sierra ingin berbalik, Sean justru memeluknya dari belakang dan menciumi tengkuk gadis itu lalu turun kepundaknya dan satu tangannya menurunkan dress Sierra agar tidak menghalanginya menciumi pundak polos gadis itu.
"Se-Sean..." Lirih Sierra dan jantungnya berdegup kencang.
Sean melepaskan pelukannya dan bangkit berdiri tepat didepan Sierra. Saat Sierra ingin mendongak untuk menatapnya, Sean mendorong Sierra sampai gadis itu berbaring diatas ranjang dan mulai mencium bibir gadis itu. Sean mengulum bibirnya dan menjelajahi isi dalam mulut gadis itu menggunakan lidahnya. Ciuman Sean merambat dirahang gadis itu dan menjelajahi setiap inci garis rahang Sierra sampai kelehernya dan kembali kebibirnya. Sebenarnya Sean tidak berniat melakukan itu tapi melihat respon dari tubuh Sierra terhadap sentuhannya itu yang membuat Sean melakukan hal itu. Perlahan Sierra mulai membalas ciuman Sean dan mengikuti apa yang dilakukan Sean padanya.
Mendengar deru langkah memasuki kamarnya, Sean melepaskan ciumannya membuat Sierra membuka matanya dan menatapnya. "Tunggu sebentar." Bisik Sean dan mengecup bibir Sierra sekilas lalu bangkit dari atas tubuh Sierra dan melihat Marcos sudah berdiri di depan lorong menatapnya dan Sierra dengan tatapan tak menyukai perbuatan mereka. Sepertinya Marcos sudah berdiri disana beberapa menit yang lalu.
"Keluarlah. Nanti aku menyusulmu." Perintah Sean dan Marcos hanya menunduk lalu menatap tajam pada Sierra sebelum keluar dari ruangan kamar Sean.
Sean kembali menatap Sierra dan memegang kedua lengan Sierra lalu menariknya untuk berdiri. Sean merapikan gaun gadis itu dan menarik resleting itu kembali.
"Aku ada urusan sebentar. Mungkin tengah malam aku baru pulang. Kau masuk kekamarmu, nanti pelayan yang akan menyiapkan makan malammu." Ucap Sean dan mengelus pipi dan bibir Sierra dengan lembut.
"Iya." Balas Sierra dan Sean keluar kamar bersama Sierra lalu mengantar gadis itu kekamarnya.
Sean menyusul Marcos yang sudah menunggunya didepan rumah. Dia hanya mengabaikan tatapan Marcos yang menatapnya sinis. Mereka berdua masuk kedalam mobil dan Marcos yang menyetir sedangkan Sean duduk dikursi belakang.
"Sepertinya kau menikmati ciuman tadi dengan gadis itu." Gumam Marcos.
Sean terkekeh. "Apa sekarang kau sedang menjadi temanku?"
"Aku berbicara sebagai temanmu bukan sekretarismu." Jawab Marcos dan menatap Sean melalui kaca spion didepannya.
Sean menghela napas pelan dan memalingkan wajahnya menatap keluar jendela. "Kalau begitu aku akan menjawabnya. Iya, aku menikmatinya."
Marcos menghela napas pelan. Sepertinya sia-sia jika dia harus menasehati Sean agar tidak jatuh hati pada Sierra meskipun lelaki itu selalu mengelaknya. Sean pasti akan mengatakan hal yang sama berulang-ulang kalau dia akan melindungi gadis itu. "Lebih baik kau jaga hatimu." Gumam Marcos.
"Apa kau masih berpikir kalau aku menyukainya?" Tanya Sean dan memiringkan kepalanya kearah Marcos.
"Pengawal yang menjaga mereka sedikit memberi pelajaran pada mereka Sir karena mereka tidak bisa diam." Jawab Marcos dan tatapannya lurus kedepan.
"Kau sudah menjadi sekretarisku sekarang?" Tanya Sean dan tersenyum miring.
"Sebentar lagi kita akan sampai Sir. Anda tidak perlu khawatir." Jawab Marcos dan menganggap hubungan mereka sebagai rekan kerja sekarang karena tidak ingin terlalu lama berargumen mengenai gadis itu.