6. Uncontrol Kiss

2370 Kata
Zavier kembali ke dalam kamar dengan menenteng dua kantung plastik berisi makanan yang Azel pesan melalui online. Dan Azel, gadis itu tampak melenggang masuk dengan santai, lalu berdiri di dekat tempat tidur. Ia melirik Sharllote juga Zavier bergantian. Zavier mengernyit heran melihat tingkah istrinya itu. Ia pun mengangkat sebelah alisnya. "A-aku boleh duduk di sana?" Tanya Azel menunjuk tempat kosong di samping Sharllote. Sharllote langsung berdiri dari tempatnya. "Sorry, gue udah gak sopan. Silahkan duduk," "Eh enggak, gak pa-pa kok. Kita bisa duduk berdua kok," Ucap Azel. Azel pun duduk, lalu ia menepuk tempat kosong di sampingnya. "Sini, duduk lagi. Aku beli makanannya banyak kok," Zavier meraih kursi kecil dan duduk tepat di hadapan keduanya. "Duduk Shar," ucap Zavier. Sharllote pun menurut dan duduk. "Emh, kita belum kenalan. Kenalin, gue Sharllote." Ucapnya mengulurkan tangan. Azel menatap uluran tangan tersebut, lalu ia pun membalas uluran tangan Sharllote. "Gue Azelea shine," Ucap Azel memperkenalkan diri. "Madiston. Azelea Shine Madiston. Your last name has change," Ujar Zavier. Azel menatap suaminya itu dengan sinis. Ingin memprotes, namun itu memang benar. Kini ia menyandang nama belakang suaminya. Dan Sharllote, mulai sekarang ia harus menyadari bahwa sahabatnya itu telah menikah, walau ia masih tidak percaya juga tidak rela untuk kehilangan sosok Zavier dalam hidupnya. "Kalian seumuran?" Tanya Azel pada Sharllote. Sharllote menggelengkan kepalanya. "Gue 25 tahun, 2 tahun lebih muda dari Zavier." jawab Sharllote. "Lo sendiri?" Azel mengangguk paham. "Gue manggil Kakak dong, umur gue baru 18 tahun, bentar lagi 19 sih." Sharllote terkejut. "M-masih muda banget menurut gue buat nikah," "Immature," ucap Zavier. "Hey Om, Immature mulutmu. Aku udah dewasa, cuma belum adult aja umurnya." Ujar Azel. Sharllote terlihat menahan tawanya ketika Azel memanggil Zavier 'Om' sebagai candaan. "What ever." Sahut Zavier. Azel tampak jengkel, namun Sharllote tiba-tiba saja merangkul bahunya. Azel pun diam. "Lo harus sabar, Zavier emang gitu. Dia jarang bicara, tapi bisa juga bawel. Terus, ucapannya tuh kadang nyebelin." Ucap Sharllote. Azel mengangguk paham, ia masih penasaran siapa perempuan bernama Sharllote ini. Belum lama ketika dirinya datang, perempuan itu terlihat marah dan sekarang? Ia terlihat baik-baik saja. "Emh, maaf sebelumnya, kalian berdua itu pacaran?" Tanya Azel. Zavier tampak terkekeh pelan. Sharllote tampak murung melihat reaksi yang Zavier berikan. "Iya, kami pacaran." Ucap Sharllote. Uhuk! Azel tersedak thai tea yang sedang diminumnya. "M-maaf..." Ucap Azel. "Banyak yang mengira kami pacaran." Ucap Zavier. "Kami itu udah sahabatan dari kecil. Aku lagi di luar kota sejak beberapa hari yang lalu, terus tiba-tiba dikasih tahu sama Papah aku kalau Zavier menikah. Akhirnya aku langsung balik dan nemuin kalian di sini," Kata Sharllote. Azel menganggukkan kepalanya. "Ouh, pantes lo marah Kak. Ternyata gak di kasih tahu," "Kak?" Tanya Zavier. "Iya, kenapa? Sharllote kan lebih tua dari aku. Mau dipanggil Kakak juga?" Zavier menarik nafas sabar mendengar nada sewot dari sang istri. Ia harus ingat apa yang dikatakan Ibu mertuanya ketika pertemuan pertama, bahwa Azel itu kerjas kepala namun juga cengeng, jadi dirinya harus sabar. Setidaknya untuk sekarang. "Kak, lo tidur dimana? Gak mungkin pulang kan soalnya udah hampir tengah malem." Tanya Azel. "Gue udah sewa kamar di samping kalian," jawab Sharllote. Azel mendesah kecewa, tadinya ia ingin meminta Sharllote untuk tidur bersamanya saja. "Okay, ayo, lo harus tidur." Ucap Zavier pada Sharllote. Sharllote memasang ekspresi terkejutnya. "What? Lo? Why...? Did i do something wrong?" Bingungnya sedih. Azel mengernyitkan dahinya. Apa boleh semanja itu pada seorang sahabat? Bukankah itu akan membuat kesalahpahaman seperti, "Apa salah satu dari mereka memiliki perasaan lebih?" Zavier tersenyum tipis. "Kalian berdua ngobrol pake lo-gue loh," "Ih! Tapi kan kalau sama kamu gak pernah pake itu..." Ucap Sharllote. "Okay, sorry adikku yang manis." "Adik konon." Gumam Azel pelan. Sharllote pun berdiri dari duduknya. "Zel, gue tinggal tidur yah, cape banget." Azel tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya. "Iya Kak, bye!" Zavier pun memutuskan untuk mengantarkan Sharllote hingga ke depan pintu kamarnya. Sedangkan Azel, ia kembali sibuk dengan makanan miliknya. "Kalau gue ngerengek sama Clark, dia bakalan gemes atau jijik yah?" Pikirnya. Lalu tertawa sendiri. "Jijik hahaha..." Dan ceklek. Zavier telah kembali. "Kok cepet?" "Kamarnya di samping kita." "Ouh iya ya," Ucap Azel. Zavier merebahkan diri di atas tempat tidur sebelah kanan. "Loh, kok kamu tidur di sana?" "Bawel." Azel langsung berdiri dan menghentak-hentakan kakinya. "Gak boleh! Gak ma-- DUARRR! Suara guntur yang kencang kembali berbunyi untuk kedua kalinya. "Aaaa," teriaknya kaget hingga menyembunyikan tubuhnya di dekat lemari kecil di samping tempat tidur. Zavier kembali bangun, lalu duduk di tepi tempat tidur. "Bisa lebih tenang gak?" Tanyanya datar. Azel mengangkat wajahnya dan menatap Zavier kesal. Lalu kembali berdiri. "Kalau gitu, aku tidur di sofa." Ujar Azel. "Gila, jantung gue. Petir kamvret." Gumamnya dalam hati sembari kembali ke sofa. Azel meneguk sisa minumannya dan menghabiskan sisa es krim coklat yang hanya tinggal 2 sendok lagi. Dan Zavier kembali membaringkan tubuhnya, lalu berusaha untuk tidur. "Apa dia memang makan sebanyak itu? Atau karena dia udah gak akan jadi model lagi?" Pikir Zavier. Azel menatap bantal yang berada di samping kiri tempat tidur. "Ah males banget. Suami macam apa dia, gak peka." Ia pun mulai merebahkan diri di atas sofa. Menatap langit-langit kamar hotel dengan kesedihan. "Mah... I miss you." Teriaknya dalam hati. "Are you okay? Jangan sakit terus, nanti Papah gak ada temennya..." Ucapnya lirih dengan mata yang berkaca-kaca. Azel sangat merindukan kedua orang tuanya, kini ia harus bisa hidup berjauhan dan tinggal bersama pria asing yang dalam satu malam menjadi bagian dari dirinya. Hiksss... Satu isakan lolos dari cengkeramannya. Azel langsung menyamping, membelakangi tempat tidur, lalu menangis tanpa suara sembari menutup mulutnya. "I miss you..." Lirihnya. Zavier yang belum sepenuhnya tertidur dapat mendengar isakan kecil itu. "Kenapa mereka menjodohkan anaknya jika mereka tahu bahwa anaknya akan sesedih ini." Gumam Zavier dalam hati sembari bangun dan meraih bantal juga selimut. Lalu ia beringsut turun dari atas tempat tidur, menghampiri istri kecilnya yang sedang menangis karena merindukan keluarganya. "Sto crying." Ucap Zavier seraya menyelimuti tubuh yang meringkuk di atas sofa. "Dan, ini." Zavier mengangkat kepala Azel dan menambahkan bantal di bawahnya. Azel sama sekali tidak bergerak. Ia malu karena ketahuan menangis. Akan sangat menjengkelkan jika Zavier mulai menggodanya karena dikira cengeng. "Dasar aneh, harusnya dia minta gue tidur di ranjang. Dia di sofa, ck." Gumam Azel kesal sendiri. Zavier kembali ke tempat tidur dan mulai memejamkan matanya kembali. "Za, besok kita--" "Berisik." "Ish, besok kita ke rumah Bunda kan?" Tanya Azel. "Iya." Azel memainkan jari jemarinya, ragu. "Emh, abis dari sana aku mau ketemu Mamah, boleh kan?" Hening. "Zavier?" Tak ada jawaban. "Om? Elah!" Masih tak ada jawaban. Azel tersenyum miring. "Daddy?" Dan, "Iya, bawel. Tidur dan tutup mulutmu itu." Ujar Zavier. Azel memutar bola mata sebal. "Tidur tidur, dikira gampang tidur sekamar sama orang asing." Sahutnya. "Kalau gak menutup mata, setidaknya tutup mulutmu. Jangan mengganggu tidurku." Ujar Zavier. Azel mendengus kesal. "Suami gak kompeten, bukannya bantuin istrinya tidur malah protes mulu." Kata Azel. Zavier menghela nafas sabar. "Baik, kemarilah istriku. Ayo, tidur disin--" "Ya!! Gak mau!" Potong Azel menolak keras. Ia pun mulai berusaha untuk tidur dan menemui orang tuanya esok hari. ***** Azel mendengus kesal, sudah sepuluh menit lamanya membangunkan Zavier, namun jawabannya masih sama. "5 menit lagi," ucap Zavier. "Za! Ayo bangun!! Kita ke rumah Bunda, terus ke rumah Mamah!" Ucap Azel yang terus berusaha untuk membangunkan Zavier. Zavier membuka matanya dengan perlahan. "What time is it?" "Jam 6," "What?!" Zavier mengusap wajahnya, frustasi. "Apa kamu gak mikir kalau ini masih terlalu pagi? Ha?" Tanyanya. Azel menggelengkan kepalanya tak peduli. Lalu ia menarik tangan Zavier agar bangun. "Stop stop! Please stop." Ucap Zavier seraya duduk di tepi tempat tidur. Azel pun berhenti dan berdiri di depan Zavier. Zavier menatap Azel dengan ekspresi datarnya. Hal itu membuat Azel membuang pandangan ke arah lain. "Ini berlebihan. Sangat mengganggu." Ucap Zavier. Azel mulai gugup. "Kemana nada bicaranya?" Pikir Azel. "Tapi kamu bilang hari ini kita akan pergi," Ucap Azel. "Apa harus sepagi ini? Kamu pikir semalam aku tidur pukul berapa setelah terganggu olehmu?" Kata Zavier. Azel mendengus kesal dan menatap Zavier. "Kamu pikir aku tidur nyenyak? Ha? Kenapa harus marah? Kita sama-sama gak nyaman tidur dalam satu ruangan," ucapnya. Lalu keduanya sama-sama diam dengan saling menatap tajam. "Aku akan pergi sendiri." Ucap Azel. "Kamu bisa tidur sepuasanya!" Sambungnya. Azel pun berbalik, ia hendak berlalu dari hadapan Zavier. Namun tidak semudah itu, Zavier langsung menahan pergelangan tanganya dengan tiba-tiba. Dan itu membuat Azel kehilangan keseimbangannya. Sreet! Zavier menahan pinggang ramping Azel hingga gadis itu jatuh tepat di atas pangkuannya. Diam. Keduanya terpaku untuk beberapa saat. Apalagi Azel, ia tampak asing dengan posisi seperti itu. Dirinya memang pernah memiliki kekasih, tapi hanya sebatas pegangan tangan saja. Nyaman. Batin Azel yang hampir saja menyandarkan tubuhnya pada Zavier. Damn. Matanya membulat sempurna. Kesadarannya kembali. "No! Lepas lepas! Dasar tukang nyari kesempatan!!" Ujarnya seraya berdiri dari pangkuan sang suami. Zavier sama sekali tidak berekspresi. Istri kecilnya itu memang selalu berlebihan. Jujur saja, ia benci tipe orang seperti itu, lalu tiba-tiba saja tuhan membuatnya menikahi gadis yang overeaction. Indahnya sebuah keributan batin. "Tunggu sebentar," Ucap Zavier pada Azel. "Apa?" Tanya Azel. "Kita pergi bersama." "Bukannya gak mau, lebih milih tidur kan barusan." Ucap Azel. "Kenapa sekarang tiba-tiba mau?" Zavier berlalu ke kamar mandi. "Aish... berasa ngomong sama tembok." Entah sudah berapa banyak gerutuan dan u*****n yang Azel lontarkan sejak dirinya resmi menikah kemarin. Drrt... Drrt... Azel meraih ponselnya dari dalam tas slempangnya. "Halo Clark, ada apa nih pagi-pagi?" Tanya Azel seraya berjalan menuju balkon agar bisa berbincang sembari menikmati udara yang segar. //"Lo ngambil cuti berapa minggu?"// Tanya Clark. Azel melirik sekitar untuk melihat keadaan agar Zavier tidak dapat mendengar percakapannya. "Cuma 2 minggu, setelah gue mulai kuliah baru gue mulai kerja. Biar ada alesan buat ijin pemotretannya," Jawab Azel berbisik. //"Ouh okay, ngomong ngomong semalam gimana?"// "Apanya?" //"Aey... Lo udah nikah, pasti ada yang beda kan."// Azel mengepalkan tangannya. "Clark yang ganteng, bisa bahas yang lain kan? Jadi, jangan ngomongin itu okay? Ck." //"Sorry sorry, gue mau pergi jogging nih. Gue tutup yah, bye."// "Heem, bye!" Azel pun menutup sambungan telponnya. Lalu, ia pun kembali masuk ke dalam kamar. Matanya membulat sempurna ketika punggung tegap Zavier terpampang nyata di hadapannya. Dan tanpa mengetahui keberadaan Azel, Zavier berbalik. Membuat Azel semakin membeku, ia tidak menyangka jika dirinya akan secepat itu melihat tubuh polos sang suami dengan perut six pack yang sempurna. Azel terlihat menelan ludah dengan susah payah. "Ada apa?" Tanya Zavier seraya memakai kaos polosnya yang berwarna hitam. "Indah..." Pikirnya. "Ya! Azel! Otaknya tolong dikendalikan." Ujarnya dalam hati meneriaki diri sendiri. Azel gelagapan seraya memandang ke arah lain. "K-kamu harusnya gak pake bathrobe, jangan handukan kayak gitu. Mata aku jadi berdosa," Zavier tersenyum miring. "Bukannya ada model pria juga yang suka mengumbar tubuh bertelanjang ddada? Hn? Kamu pasti sudah sering melihatnya," ucap Zavier. Azel memutar bola mata sebal. Ia tidak akan pernah menang jika harus berdebat. "Kenapa? You like it? Hn?" Tanya Zavier seraya menunjuk ke arah perutnya. Azel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia pun berlalu, hendak melewati Zavier. Namun lagi-lagi Zavier menahan pergelangan tangannya. "Mau pegang?" Ucap Zavier yang terus saja menggoda sang istri. Azel menarik tangannya. "m***m!" Zavier tak tinggal diam, ia merangkul pinggang ramping Azel hingga berdekatan dengan dirinya. Lalu dengan perlahan ia memajukan wajahnya. Azel terdiam ketika mata mereka bertemu. Ia baru sadar bahwa Zavier memiliki mata berwarna hijau yang indah. Warna itu sangat jarang dimiliki. Azel seakan ditarik masuk ke dalam mata indah itu, membuatnya hanya diam terpaku. Begitupun dengan Zavier, bibir ranum Azel tampak menggoda dan seakan memanggil dirinya untuk melumat dan menggigit kecil bibir berwarna pink yang semakin menggoda karena lipstick dengan ombre lip itu. Wajahnya semakin mendekat, membuat Azel memejamkan matanya dengan perlahan. Jarak diantara mereka semakin menipis, pegangan Azel pada lengan Zavier semakin mengerat. Gadis itu bahkan dapat merasakan hembusan nafas sang suami menerpa wajahnya. Dan, hangat. Itu yang keduanya rasakan ketika bibir mereka bertemu. Zavier menggigit lembut bibir bawah Azel agar gadis itu sedikit membuka mulutnya dan memberikannya akses masuk. Zavier semakin menekan pinggang ramping Azel dan juga tengkuk gadis itu agar ia bisa lebih memperdalam ciumannya. Perlahan tapi pasti, Azel mulai membalas ciuman itu. Ciuman pertama. Meski belum ada cinta, setidaknya ia melakukan itu bersama suaminya, bukan orang lain. Ciuman itu semakin intens, Zavier menekan tubuh Azel pada dinding. Tangan kanannya menggenggam tangan Azel dan menguncinya di atas. Dan, Tok! Tok! Tok! "Zavier!" Panggil Sharllote dari arah luar minta dibukakan pintu. Azel sadar, ia pun berusaha untuk menghentikan Zavier. "Za-hmmph... Ada tamu-hh..." Ucap Azel yang kemudian menahan ddada polos Zavier dan menjauhkannya dengan perlahan. Zavier terdiam, ia melepaskan genggaman tangannya pada Azel dengan perlahan. "Sorry, i shouldn't--" Azel langsung memutar tubuh Zavier. Jujur, dirinya merasa malu karena sudah menikmati ciuman panas beberapa saat lalu. Zavier berjalan ke arah pintu dengan menggigit bibir bawahnya. "Harusnya lo bisa menahan diri, Za. Aish, dia pasti mikir lo beneran mesum." Gumamnya dalam hati merutuki diri sendiri. Dan Azel, ia berusaha menghilangkan hawa panas pada wajahnya yang sudah pasti memerah. "You're such a bad b***h Azel!! Malu kan lo sekarang, dia pasti mikir gue murahan... Aish..." Geramnya pada diri sendiri. Ceklek. Pintu terbuka, memperlihatkan Sharllote yang sedang tersenyum di ambang pintu. "Aku boleh nebeng pulang?" Tanyanya pada Zavier dengan antusias. "Eh, bibir kamu kenapa? Kok ada merah-merahnya, dikit sih?" Zavier mengangguk. "Masuk," dan mengabaikan pertanyaan keduanya. Sharllote pun masuk. "Jangan lama-lama siap-siapnya." Zavier mengambil pakaiannya dan berlalu menuju kamar mandi. "Hai Azel," Sapa Sharllote. Azel berusaha terlihat biasa saja. Lalu tersenyum dengan ramah, "H-hai juga..." Balasnya. Sharllote tersenyum hambar melihat lipstik ombre pada bibir Azel sedikit memudar dan tidak pada tempatnya. Lalu ia mengulurkan sebuah tisu pada Azel. "Liptintnya belepotan," Damn. Azel benar-benar ingin menghilang. Semoga Sharllote tidak berpikir yang macam-macam. Harapnya. Azel langsung meraih kaca dan merapihkannya. "A-aku lupa gak bawa yang transferproof," "Iya, lain kali pake yang transferproof, biar gak pindah warna bibirnya." What? Azel bingung. "Maksudnya pindah? Apa? No, jangan-jangan pindah ke bibi Zavier, aish..." Gumamnya dalam hati. Ia mulai overthinking mengenai hal yang padahal hal wajar bagi sepasang suami dan istri. "Harusnya lo berontak Azel, malah keenakan huaah... Maaah malu." Teriaknya dalam kepala. Mereka berdua pun menunggu Zavier yang sedang bersiap. Sekaligus menenangkan diri karena telah mencium istrinya sendiri secara tiba-tiba dan dalam waktu yang cukup lama. ***** Semoga suka... Jangan lupa komentarnya... Dan yeaaah ajakin juga temen-temennya yaaa, tap love seyyeng... Borahaeyo...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN