PART 12 - PENGGANTI MURNI.

1655 Kata
Nilam pikir lelaki calon suami mendiang kakaknya adalah lelaki yang ramah dan penyayang seperti Elang, kekasihnya. Seringnya Murni menceritakan bagaimana lelaki bernama Restu baik hati dan kerap membelikan kakaknya hadiah. Tak jarang Murni mengirimkan beberapa lembar pakaian yang menurutnya dari calon suaminya. Restu pun sering menitipkan oleh-oleh jika Murni mengirimkan barang untuk keluarga di desa. Tapi pertemuan pertama Nilam dengan lelaki bernama lengkap Restu Mandela Subrata ini membuat bulu kuduknya meremang. Bagaimana bisa lelaki ini membuat kakaknya jatuh cinta, sedang auranya saja terlihat gelap dan tidak bersahabat. Ini beneran calon suami kak Murni? Mata lelaki itu kian menyelidik penampilan Nilam. Seolah penampakkan gadis di depannya aneh luar biasa. Tak mempedulikan risihnya Nilam saat ini. "Siapa gembel ini Ma." Nilam menganga tak percaya. Gembel? Dia sebut aku gembel? Keterlaluan, dasar orang kaya yang sombong. Apakah pakaian aku ini gak layak sampai disebut gembel? Esli berdehem dan berusaha tersenyum. Jelas Elsi tersentak mendengar nada kasar putranya. Apakah kecelakaan membuat putranya berubah drastis? "Sayang, ini adalah Nilam." Kini Nilam tahu seperti apa lelaki bernama Restu ini. Dia sebelas dua belas dengan Ibunya. Sungguh mengherankan lelaki ini yang akan menjadi iparnya kemarin. Apakah kematian sang kakak bisa disebut dengan takdir yang baik? Karena Nilam tidak bisa membayangkan jika kakaknya yang sangat lemah lembut memiliki suami seperti si Restu ini. Nilam yakin kakaknya tidak akan bahagia. Restu terlihat sangat arogan sekali. Tidak ada ramah apalagi baik dari wajahnya yang terlihat garang itu. Kalau begitu, apa yang membuat Murni memilih lelaki ini? Kenapa beda sekali gambaran yang Murni berikan padanya dengan sosok Restu yang sebenarnya? Apakah Kakaknya terpaksa menikah dengan lelaki ini? Tapi mengapa? Apakah demi harta? Tapi apa yang bisa kakaknya miliki sampai lelaki ini berkenan menikahi kakaknya yang hanya gadis desa? "Mama tadi sudah sebutkan namanya. Yang jadi pertanyaan dimana Mama temukan gembel ini?" Rahang lelaki itu tampak berkedut menahan amarah. Nilam bisa melihat bagaimana telapak tangan lelaki ini mengepal. Hey, kenapa dia seperti orang marah begini? Nilam heran, untuk orang yang baru saja kecelakaan, lelaki ini nyaris sehat-sehat saja. Sedang kakaknya justru meninggal. Jangan-jangan dia begini karena kecelakaan dan kepalanya terhantam. Tapi, apakah ada orang baik menjadi jahat karena kecelakaan? Setahu Nilam, kecelakaan itu mengakibatkan amnesia. "Sayang, dengar dulu. Nilam sini nak, mendekat." Walau takut, Nilam tak bisa menolak ketika tangannya diraih Elsi untuk mendekati Restu. "Ini adalah adik Murni, kekasihmu yang telah tiada." DEG! Restu merasakan jantungnya berdegup kencang. Adik Murni? Ia ingat pernah bertanya pada Murni tentang anggota keluarga gadis itu. Malam sebelum kecelakaan itu terjadi. Murni memang mengatakan jika ia memiliki seorang adik bernama Nilam. Apakah ini gadis itu? Yang Murni ceritakan? Ada rasa bersalah menggunung di dalam hatinya jika mengingat Murni. Dan ketika sekali lagi ia menatap gadis bernama Nilam, keningnya melipat. Ia tak menyangka bisa bertemu dengan gadis ini. Jika tadi Restu asal menatap Nilam, kini matanya lebih tajam memindai gadis di depannya. Membuat Nilam menunduk dengan wajah gugup. Ia belum pernah ditatap seintens ini dan dengan tatapan yang mengartikan tidak menyukai keberadaannya. "Berapa Mama bayar dia untuk menikah denganku?" Kembali ucapan kasar keluar dari mulut Restu. Nilam yang menunduk kembali mengangkat wajahnya. Raut wajah muram tercetak jelas di sana. "Sayang jangan berkata seperti itu." Terdengar suara lirih Elsi pada putranya. Lalu Elsi menoleh ke arah Nilam. "Nilam, kamu ingatkan wajah anak saya, calon suami kamu." "Ma, aku gak mau menikah-" "Cukup Restu!" Elsi berteriak dengan napas memburu. Tapi hanya sekejap saja matanya menajam, langsung berganti dengan tatapan sedih dan penuh permohonan. Elsi tahu seharusnya ia tidak berucap kasar pada Restu, apalagi dihadapan Nilam. Tapi ia takut Restu kebablasan bicara di depan Nilam. "Tolong sekali ini saja dengarkan Mama sayang." Mata Esli berkaca. Ia meraih telapak tangannya yang mengepal. Mengurai kepalan dan ganti mengenggamnya erat. "Mama sayang sama kamu. Cuma kamu satu-satunya anak Mama. Gak ada yang lain." Elsi mengusap kedua ujung matanya. "Selama ini Mama tidak melarang kamu untuk menikahi Murni. Mama tidak mempermasalahkan dari mana Murni berasal." "Tapi kekasihmu sudah tiada sayang. Kamu gak bisa menikah dengan Murni lagi." Elsi mengusap sayang rambut tebal milik Restu. Nilam masih berdiri karena bingung mau berbuat apa. Tapi ia yakin ia melihat mata lelaki itu berkaca. Ya Tuhan, apakah dia sungguh kehilangan Kak Murni? Apakah mereka saling mencintai? Lalu apakah ia mau menikah denganku? "Tapi bukan berarti aku mau menikah dengan sembarang perempuan Ma." Restu memalingkan wajah ke arah jendela, sehingga Nilam tak lagi bisa melihat raut wajahnya. Tapi ia yakin amarah lelaki itu mulai merangkak naik. Terlihat dari urat lehernya yang tercetak menonjol. Seolah pantang mundur, Elsi kembali berucap. "Nilam bersedia menggantikan Murni. Ia dan keluarganya tahu jika semua perhelatan pernikahan kalian sudah rampung hampir sembilan puluh persen." "Demi uang kan Ma?" sela Restu dengan kembali menoleh. Kali ini langsung ia beri tatapan merendahkan sekali pada Nilam. Mendapati mata Restu yang kian nyalang, Nilam mendadak ketakutan. "Dia melakukan ini demi uang kan!" bentak Restu. Melihat Restu yang kembali emosi, Elsi bangkit. Elsi segera meraih tangan Nilam dan membawanya ke luar ruangan. Putranya tidak boleh emosi, ia harus bisa meredakan amarah putranya. Nilam bak anak ayam yang hanya diam digiring keluar kamar. Sama sekali tidak berani mengeluarkan suara. Memangnya dia bisa ngomong apa? Yang ada dia ketakutan setengah mati. Belum pernah ia mendapat bentakan selama hidupnya. Semua memperlakukan dirinya dengan lemah lembut. Karena sejak kecil, Nilam bisa cepat menangis jika dibentak. "Nilam, kamu sudah boleh kembali ke ruang rawat paman kamu. Anak saya sedang emosi, biar saya turunkan dulu emosinya. Yang penting kamu sudah tahu anak saya seperti apa." Lalu tanpa menunggu Nilam bicara, Elsi menutup begitu saja pintu dihadapannya. Membiarkan gadis itu terpaku begitu saja di depan pintu. Nilam menghembuskan napas. Seolah beban berat di pundaknya terangkat begitu saja. Ya Tuhan, lelaki model itu yang akan menjadi suamiku? Arogan, kasar, dan seram. Bagaimana mungkin kak Murni jatuh cinta pada Restu? Akhirnya dengan lesu Nilam berjalan menuju ruang rawat pamannya. Sementara di dalam ruangan. Elsi kembali merayu putranya. "Tolong jangan persulit keadaan, Restu. Kamu harus menikah dengan Nilam." "Mama pikir dia mau menjadi istri seorang lelaki cacat sepertiku?" Mata Restu tampak berkaca. Mengetahui ia harus menggunakan kursi roda saja, Restu shock luar biasa, kini tiba-tiba Mamanya memaksa ia menikah dengan adik dari Murni. Yang benar saja, kenal pun tidak. Nilam pasti berbeda dengan Murni! Elsi terenyuh. Ia seorang ibu. Ia tahu apa yang menimpa putranya. Andai semua hartanya bisa ia tukar dengan kesembuhan Restu, ia akan berikan pada semua tim dokter di rumah sakit ini. Tapi nyatanya, putranya memang harus menggunakan kursi roda dulu hingga semua normal. "Sayang, ini hanya sementara. Kamu pasti sembuh. Kamu akan berjalan normal seperti biasa sayang, jangan patah semangat." Bukan hanya karena menggunakan kursi roda yang membuat Elsi bertindak tidak manusiawi pada gadis bernama Nilam. Ada hal lain yang belum bisa ia katakan pada sang putra. Ia takut Restu lebih tertekan lagi. "Dokter mengatakan kamu masih bisa jalan lagi. Kaki kamu gak lumpuh permanen, masih bisa disembuhkan dengan terapi. Nilam akan membantu kamu Nak. Dia yang akan mendampingimu nanti." Air mata tak mampu Restu tahan. Bukan masalah Nilam atau siapapun yang ia pikirkan, lebih dari itu. Tapi tak mungkin ia katakan pada sang Ibu. Ini hanya rahasianya seorang. Melihat Restu secepat kilat menghapus basah di pipinya, hati Elsi teriris. Baru kali ini ia melihat putranya menangis. Kalau boleh memilih, Elsi lebih baik melihat putranya marah-marah daripada harus menangis begini. "Mereka sedang berduka kan Ma? Kenapa Mama paksa dia menikah denganku? Apa yang Mama perbuat pada mereka?" "Gak sayang," elak Elsi. "Mama gak paksa Nilam. Dia tahu kamu orang kaya, dia juga tahu kamu tampan. Nilam itu gak punya kekasih, menurutnya dia ingin seperti Murni. Menikah dengan orang kaya. Jadi pas Mama cerita kalau pernikahan kamu dan kakaknya sudah berjalan tinggal sedikit lagi, Nilam mengajukan diri untuk menggantikan posisi Murni." Kening Restu melipat. Berusaha mencari kejujuran di mata ibunya. "Mama gak bohong sayang. Kamu bisa tanya sama Papa." Esli menoleh ke arah suaminya. Ia harus memupus kecurigaan putranya. "Benar kan Pah, waktu kita ke rumah Murni untuk berbela sungkawa, Nilam yang meminta dia untuk gantikan posisi kakaknya?" Subrata terdiam. Lalu ia melihat istrinya melotot memberi isyarat. "Sayang, Mama juga kasihan sama nasib mereka. Kamu tahu rumah mereka itu jelek banget. Kayaknya mereka memang berharap kamu jadi anggota keluarga mereka. Paman dan bibiknya Murni cuma dagang sembako di rumah. Gak bisa disebut toko, warung kali ya Pah. Pokoknya hidupnya miris sekali. Jadi Mama kasihan sama mereka. Anggap Mama meneruskan cita-cita Murni membahagiakan keluarganya." "Kamu bisa bayangkan bagaimana mereka kecewa karena gagal menjadikan kamu menantu di rumah mereka? Mereka pasti berharap kamu membantu perekonomian keluarga mereka, sayang." "Jadi karena uang dia mau menikah denganku?" tanya Restu sinis. Seingatnya Murni wanita yang baik, ia tidak menyangka Murni memiliki adik yang haus akan harta. "Anggaplah kita saling bantu Restu. Nilam melakukan ini demi paman dan bibiknya. Ia pasti sama seperti Murni. Ingin kehidupan mereka berubah. Dan kalau gak menikah dengan kamu, dimana lagi dia mendapatkan lelaki? Di desa itu gak ada yang semapan kamu. Mama harap kamu mau menerima dia ya, sekali ini tolong penuhi keinginan Mama sayang." Elsi menggenggam telapak tangan putranya. Restu menatap tangan tua yang selama ini merawatnya dengan penuh kasih sayang. Ia memang selalu membantah perkataan Mamanya. Selalu bertindak sesukanya. Mungkin ini hukuman untuknya. "Mama yakin dia baik untuk aku? Karena yang dia lakukan ini semata-mata demi uang bukan?" Restu menutup matanya. Ia marah pada keadaannya ini, marah pada takdir yang menurutnya tak berpihak karena berkunjung dengan sangat tidak manis dan memporak-porandakan semua rencana indah yang telah ia susun dengan matang. Kini bahkan menghadirkan sesosok gadis yang tak pernah ia duga akan masuk dalam pusaran hidupnya. "Mama yakin sayang. Mama yakin Nilam akan cocok mendampingi kamu." Elsi mengulas senyum dengan mata pedih. Ia tidak peduli pada apapun termasuk gadis bernama Nilam itu. Ia hanya peduli pada putranya dan kebahagiaan Restu seorang. Serapih apapun aku menuliskan mimpi dalam secarik kertas. Berharap esok bisa tersampaikan pada rembulan. Sayang tinta yang kupakai tak lagi berwarna Untaian huruf yang kutulis pun bertebaran entah kemana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN