Akhirnya setelah sepakat, Dani setuju dengan kerja samanya dengan Karma yang dia anggap pria p*****l, asal Rani harus wajib lapor 24 jam pada Dani kalau dia tengah mengerjakan proyek bersama Karma.
Karena Rani masih kelas 3 SMP dan tak punya waktu sampai sore hari begitu juga dengan Karma yang sibuk mengurus perusahaan dan putri semata wayangnya, Sherly. Karma memutuskan agar Rani datang ke rumahnya saat dia sudah selesai sekolah pada hari Sabtu.
Sekarang, Rani sudah berada di depan bagunan megah apartement yang di tempati oleh Karma. "Abang, Rani pamit dulu ya." ucap Rani sambil menyalimi Dani yang mengantarnya dengan mobil.
"Kerjakan proyek itu dengan teliti dan cermat, supaya kamu bisa menyelesaikan proyek itu dengan cepat dan tak akan bertemu lagi dengan pria p*****l itu. Oh iya, kalau dia melakukan sesuatu padamu segera hubungi Abang, Abang akan menghajarnya." Nasehat Dani hanya dibalas dengan anggukan oleh Rani.
Jika dia menyanggahnya pasti kakaknya yang sister complex itu akan berubah pikiran. Sepeninggal Dani, Rani segera masuk ke dalam bagunan itu menuju apartement Karma.
Ting tong
"Iya tunggu sebentar." Dengan kaki kecilnya, Sherly mendekati pintu dan membukanya. Dia tersenyum lebar saat melihat Rani berdiri di hadapannya sekarang.
"Kakak." Sherly memeluk Rani yang tersenyum padanya. Karma yang sibuk di dapur berjalan mendekati Sherly dan Rani yang tengah berbincang.
"Kakak dari mana saja? Sherly rindu sama Kakak," ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya. Rani tergelak melihat ekspresi lucu Sherly, dia mencubit kedua pipi Sherly dengan kedua tangannya.
"Maafkan kakak ya Sherly yang manis, kakak punya urusan lain jadi tak sempat datang ke sini. Bagaimana kabarmu?" Sherly tersenyum manis mendengar pertanyaan Rani.
"Baik kak, sekarang Kakak 'kan sudah ada di sini itu berarti kita bisa main dong." kata Sherly ceria.
"Sherly, Kak Rani di sini bukan mau main sama Sherly," suara berat Karma menginterupsi pendengaran gadis kecil itu dan menoleh pada Karma dengan pandangan bertanya.
"Lalu kak Rani di sini untuk apa?"
"Untuk menyelesaikan proyek bersama Daddy," jawab Karma datar. Mata Sherly melebar dan memandang Rani.
"Benar kak, Kakak datang ke sini untuk mengerjakan proyek bukan untuk ketemu sama Sherly?" Rani tersenyum simpul dan mengangguk.
"Sherly jangan cemberut begitu, Kakak janji kalau punya waktu pasti Kakak akan main sama Sherly." hibur Rani ketika melihat Sherly cemberut.
Sherly tersenyum dan mempersilakan Rani masuk ke dalam rumahnya. Setelah Karma menyelesaikan pekerjaannya di dapur, pria itu mulai bekerja dengan Rani tentang desain proyek.
Rani pun memperhatikan dengan seksama pembicaraan Karma yang menjelaskan proyek yang akan dia desain itu. Dia pun ingin cepat menyelesaikan pekerjaannya agar bisa fokus kembali pada impiannya sebagai mangaka.
Kadang-kadang Rani meluangkan waktu bermain dengan Sherly, menghilangkan kejenuhan dari pekerjaan yang dia anggap membosankan.
Seperti saat ini, harusnya Karma yang merapikan rambut Sherly tapi malam ini Rani yang merapikan rambut Sherly. "Sudah siap," Sherly membalikkan tubuhnya pada Rani.
"Sekarang ayo tidur," Sherly kembali mengerucutkan bibirnya mendengar perintah Rani.
"Nanti saja kak, aku ingin bermain dengan kakak dulu."
"Sherly, ini sudah larut malam. Kau harus tidur." tegur Rani pada Sherly.
"Tapi..."
"Tak ada tapi-tapian, tidurlah sekarang." Sherly menghela napas dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Rani mengecup dahi Sherly dan memperbaiki selimut yang menutupi tubuh anak berumur 5 tahun itu.
Sherly awalnya terpaku tapi kemudian tersenyum penuh arti. 'Jadi begini rasanya toh punya Ibu.' desis batin Sherly. Setelah Rani keluar, dia menggapai ponselnya dan menelpon kakaknya.
"Halo bang, aku ingin bilang sepertinya aku akan menginap di sini." Lantas saja Dani segera memprotes perkataan Rani. Dani tak ingin menginap di rumah Karma mengingat dia masih kesal dengan insiden di lift.
"Abang, bukannya Abang sendiri yang ingin desain proyek kerja sama kita dengan Wynne-san cepat selesai? aku tengah berusaha untuk menyelesaikannya sekarang, tapi kenapa Abang tak ingin mendukungku."
Perkataan Rani membuat Dani dongkol, rasanya dia termakan omongannya sendiri. Mau tak mau Dani harus mendukung keputusan Rani untuk menginap. Mungkin dengan begini, desain proyek itu akan cepat selesai.
Rani menaruh ponselnya di meja setelah menelpon kakaknya itu dan kembali mengerjakan desain itu lagi. Karma datang dengan membawa dua gelas kopi untuk mereka berdua. Disodorkannya satu pada Rani.
Rani pun menerima kopi itu sambil bergumam terima kasih. "Boleh aku lihat desainnya?" pinta Karma setelah menyesap kopinya.
Rani menyodorkan buku gambar miliknya dan menjelaskan desainnya sesuai dengan kriteria yang dikatakan oleh Karma. Karma lalu mengoreksi beberapa kesalahan.
Pria itu berjinjit duduk di samping Rani dan menunjukan kesalahannya. Gadis itu pun mendengarkannya dengan seksama. Tak sadar, jarak mereka menipis. "Apa kau mengerti?"
Rani menoleh dan terpaku melihat wajah Karma sangat dekat dengannya. Seketika Rani ingat dengan insiden di lift dan sontak wajahnya merah padam.
Dia segera memalingkan wajahnya berusaha setenang mungkin, dia juga menjauh dari Karma. "Apa kau mengerti, Rani?" Rani kembali menatap Karma sekilas dan mengangguk cepat.
Jam menunjukkan pukul 01.00 pagi, Rani terus saja menguap karena kantuk yang menyerangnya. Kedua matanya bahkan sesekali terpejam tapi secepatnya dia menyadarkan dirinya dengan memukul kedua pipinya.
Sementara itu Karma masih menilai desain Rani. Dia kembali melihat kesalahan dan mengatakannya pada Rani panjang lebar. Tak terdengar suara Rani untuk menyahut penjelasannya, Karma menoleh pada Rani.
Pria itu tertegun melihat Rani sudah terlelap dengan kepala yang rebah di atas meja. Sepertinya dia sangat kelelahan, Karma tak tega membangunkan gadis itu. Karma berpikir kasihan juga jika Rani tidur di ruang tamunya.
Tapi kamar yang ada di apartementnya hanya dua, kamarnya dan kamar Sherly. Kalau dia tidur di Kamar Sherly nanti terganggu sama Sherly, tak mungkin juga kalau dia membersihkan gudang tak banyak waktu.
Karma membuang napas pendek dan berjalan mendekati Rani. Dia lalu menggendong Rani dan membawanya ke dalam kamarnya. Sesampainya di sana, Karma menaruh Rani di ranjangnya dengan hati-hati.
Takut jika gadis itu terbangun. Karma menyelimuti tubuh Rani dengan selimut dan menuju lemari untuk mengambil selimut tambahan.
Dia juga mengambil satu bantal dan kembali ke ruang tamu. Karma menaruh bantal itu di sofa dan membaringkan kepalanya di bantal itu. Tak lupa dia menyelimuti tubuhnya dan akhirnya memejamkan mata.