Semua bermula
Bayu Erlangga, papa dari Rafandra Erlangga, dan Clarisa Erlangga, serta suami dari Nisa. Terlihat lelaki paruh baya itu tengah gelisah di sudut sofa ruang kamarnya, lelaki lima puluh tahun itu tengah menantikan panggilan dari ponselnya, ia sangat cemas kala itu. Sedangkan Nisa istrinya hanya bisa menatapnya dari sudut sofa ujungnya yang ia tempati, ia ingin bertanya pada suaminya, namun ia tidak seberani itu, ia begitu hormat pada suaminya. Sampai...
"Mah...mama tidak ingin tahu telephone siapa yang sekarang sedang papa tunggu?" Ucap Bayu pada sang istri, barulah Nisa mengutarakan perasaannya yang terlihat ikut gelisah disana sedari tadi.
"Jelas lah pah...mama juga ingin tahu...sebenarnya ada apa pah?" tanya Nisa pada suaminya, dengan tubuh yang beringsut mendekat ke arah suaminya.
"Temanku mah...Adi Wibawa, teman baiku, dia yang membantu papa dengan sesuatu yang tidak ternilai harganya buat papa, bahkan jika papa membalasnya dengan semua kekayaan kita ini, papa tidaklah bisa membalasnya." Ucap Bayu pada istrinya. Dan Nisa hanya menjadi pendengar setia bagi ocehan suaminya.
"Pah...papa sebenarnya mau bicara apa sih? mama tidak tahu pah...sungguh." Ucap Nisa jujur apa adanya.
"Dia sekarang sedang sakit keras, sudah beberapa minggu ini kesehatannya tidak membaik, dan...itu karena dahulu dia membantu papa mah...dia menyelamatkan nyawa papa dengan memberikan satu ginjalnya untuk papa, kini ginjalnya sendiri sudah rusak, tidak bisa di sembuhkan lagi, hidupnya tinggal hitungan hari saja, dan parahnya lagi, ia kini hanya memiliki seorang puteri, puterinya itu tidak tahu perihal penyakit papanya, Adi berpesan...bahwa ia ingin pergi tanpa membuat sang puteri kehilangan, lebih baik jika puterinya merasa benci padanya jika tahu ia meninggalkannya dan tidak kembali. Ia meminta bantuan kita untuk menjaga puterinya, dan ia ingin menyendiri dan pergi dengan tenang, tanpa penyesalan di hatinya." Ucap Bayu pada sang istri, dan Nisa hanya terpana saking terkejutnya, hingga tanpa terasa buliran bening itu meleleh dari kedua pelupuk matanya, kedua tangannya segera membekap mulutnya erat erat disana, ia tidak percaya atas apa yang suaminya ceritakan, ia tidak percaya atas apa yang ia dengarkan baru saja. Segera saja Bayu meraih pundak istrinya dan menariknya mendekat hingga masuk kedalam pelukannya.
"Kamu pasti kaget mah...tapi demikian kenyataannya, kita harus sambut dengan sebaik mungkin puteri Adi, seperti puteri kita sendiri." Ucap Bayu yang memohon pada istrinya, dan Nisa jelas mengangguk mengiyakan, jiwa keibuan wanita paruh baya itu pun sangat kuat, apa lagi saat mengetahui kebenaran kenyataan yang di alami suaminya atas pertolongan papa gadis yang akan menempati rumahnya, berbaur dengannya dan keluarganya. Dan sudah pasti Bayu dan sang istri akan menerimnya dan berusaha menjaganya sebaik baiknya.
"Ddddrrrrttt...dddrrrttt..." tiba tiba ponsel Bayu bergetar lalu berdering, tanda ada seseorang yang mencoba menghubunginya, saat itu Bayu hanya bisa segera mengangkat panggilan tersebut, karena panggilan itulah yang sedang ia tunggu tunggu sedari tadi.
"Halo Di...bagaimana sekarang? kita keluar Negeri saja Di untuk perawatanmu." Ucap Bayu yang mencoba meyakinkan sahabatnya itu untuk melakukan pengobatan agar temannya itu semangat untuk kesembuhannya meski kecil kemungkinannya.
"Yu...keluar Negeripun aku bisa mendanainya sendiri, perusahaanku maju sampai detik ini, dan kelak jika Natasya puteriku sudah memiliki jodohnya, ia bisa membantu untuk mengelola perusahaan, Yu...untuk sekarang...aku ingin hari hari yang aku lewati penuh dengan kesederhanaan, tidak ada suatu tekanan apapun. Ingat Yu...tolong jaga puteriku baik baik selama aku tidak ada." Ucap Adi dengan suara parau dan sendu bercampur aduk, terdengar dari getaran nada suara yang ia ucapkan.
"Pasti Di, aku dan keluargaku pasti merawat puterimu seperti puteri kami sendiri Di, jangan khawatir ya...oh ya...kapan puterimu kemari? atau sekarang aku akan menjemputnya? kamu dimana sekarang?" Ucap Bayu yang merasa ingin membuat lega sahabatnya itu.
"Tenang Yu...besok malam aku akan mengantarkannya ke rumahmu." Ucap Adi yang lalu mematikan panggilan ponselnya, membuat Bayu menghentikan ucapan yang akan ia katakan pada sahabatnya itu.
"Mah...besok malam, Adi akan membawa puterinya kemari, jadi...kita tunda dulu ya pergi ke pesta peresmian perusahaan baru Andra! kita tunggu puteri teman aku itu sesampainya. Jika perlu...kalau sampai malam tiba, kita tetap menungguinya meski akan terlambat atau tidak datang ke tempat Andra." Ucap Bayu pada istrinya, dengan elusan lembut membelai pundak sang istri, dan Nisa hanya mengangguk mengiyakan setiap ucapan suaminya dengan patuh berusaha melaksanakannya, selama apa yang suaminya inginkan itu yang terbaik, Nisa akan selalu mendukungnya apapun itu.
Hingga waktu tepat menunjukan pukul delapan malam, terdengar suara ketukan beberapa kali dari daun pintu luar kamar Bayu dan Nisa. Membuat keduanya segera bergegas berjalan menuju ke arah pintu kamar yang masih tertutup rapat.
"Andra! sudah pulang?" Ucap papa Andra setelah membuka pintu kamarnya. Dan saat itu lelaki dingin yang berdiri mematung di depannya itu hanya tersenyum kecut kearah mama dan papanya.
"Aku sudah menunggu mama dan papa cukup lama di meja makan, mungkinkah aku yang melewatkan makan malam? atau papa dan mama yang sengaja tidak ingin makan malam denganku?" ucap Andra dengan wajah datar tanpa ekspresi, memang lelaki itu selalu berucap menyakitkan saat berkata kata, dan oleh karena itulah ia terkenal dan di segani lawan bisnisnya. Usahawan termuda dan paling sukses di daerahnya. Yang tidak segan segan mematikan bisnis lawannya.
"Hemmmz...ayo makan malam sama sama, kami kira kamu yang sibuk dengan pekerjaan dan lupa jika masih memiliki orang tua." Ucap Bayu yang berusaha menimpali puteranya. Namun tidaklah di gubris oleh lelaki dingin nan acuh di depannya, Andra pegi begitu saja, menuruni anak tangga menuju lantai bawah rumah papanya.
Papa dan mamanya teringat lima tahun lalu, saat kedua orang tuanya itu telah memisahkan Andra dengan kekasihnya, hingga wanita yang di cintai Rafandra tertabrak mobil tepat di depan kedua mata sang putera. Mama dan papanya selalu menyembunyikan alasan keduanya melakukan hal itu, karena mereka sangat menyayangi Andra dan tidak ingin puteranya itu makin terluka apa lagi down disaat saat masa mudanya. Namun Andra tidak mengetahuinya, yang ia tahu hanya ia sengaja di pisahkan oleh kedua orang tuanya karena wanita yang ia cintai itu hanya hidup sebatang kara dan tidak punya siapa siapa selain Andra. Andra tidak tahu bahwa di belakang itu semua, wanita itu memiliki banyak kekasih dan juga main serong dengan lelaki yang sudah beristri. Kedua orang tua Andra mendengarnya sendiri dari bibir wanita tersebut yang tanpa wanita itu sadari, bahwa di sela sela menunggu Andra sukses, ia akan melabuhkan hati dan tubuhnya pada lelaki manapun yang mau membiayai hidupnya, dan sayangnya Andra tidak mengetahuinya.