Belenggu 11

2025 Kata
“Kau tidak turun?” “Kita belum pergi menemui orang yang ingin aku temui,” “Aku tidak peduli.” Daryl turun dari mobil lalu menutup pintu mobil dengan bantingan keras, pria itu berjalan dengan langkah cepat masuk ke dalam rumahnya. Enid melipat kedua tangan di depan dadanya. “Dia kenapa? Seharusnya tahu resiko mengencani istri orang. Menyebalkan.” gumam Enid menyandarkan punggungnya pada sandaran jok. Rencana untuk menemui Anna dan memberi wanita itu pelajaran gagal karena tingkah kanak-kanak Daryl. Enid berdecak kesal, ia keluar dari dalam mobil setelah cukup lama duduk diam. Enid menaiki anak tangga menuju lantai atas dan berhenti di depan pintu kamar Daryl. Enid menempelkan telinganya pada daun untuk menguping, tetapi ia tidak mendengar apapun dari dalam kamar. Apa dia mati di dalam sana? Ck, bukan urusanku. Enid melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, melepas sepatu dan meletakkan tas diatas meja rias. Enid menjatuhkan dirinya diatas ranjang. Lima menit membisu dalam ruangan itu tiba-tiba ia mengingat barang belanjaannya masih di dalam mobil. Enid bangun dan berlari kecil keluar kamar. Enid mengeluarkan barang belanjaannya dari bangku penumpang membawanya masuk ke dalam rumah. Sebelum ia menutup pintu Enid mendengar deru mobil memasuki halaman rumah itu. Mobil Lizzie. “Enid,” panggil Lizzie menghampiri Enid. “Nyonya Lizzie, anda kemari?” “Kenapa? Kau tidak senang?” tanya Lizzie memindai penampilan Enid dan berhenti pada liontin yang dikenakan Enid. “Ah Nyonya aku tidak punya hak untuk itu,” “Baguslah.” "Anda mau bertemu dengan Daryl." "Kau." Lizzie menunjuk tepat di depan wajah Enid dengan tatapan mengintimidasi. "Sejak kapan kau memanggil kekasihku dengan sangat santai. Kau lupa siapa kau di rumah ini?" tanya Lizzie. Enid menelan salivanya, "maksudku anda ingin bertemu tuan Daryl?" Enid mengulang pertanyaanya. "Jaga sikapmu, jangan membuatku kesal. Dan apa yang sedang kau coba lakukan pada Daryl?” tanya Lizzie masih menatap dingin Enid. Alih-alih takut dengan intimidasi Lizzie, Enid justru tampak tenang. “aku tidak melakukan apapun dengan tuan Daryl.” “Jangan coba-coba membohongiku,” Lizzie menuding kening Enid hingga kepala gadis itu tersentak ke belakang. “Anda keterlaluan,” kecam Enid. “Aku tahu apa yang sedang ingin kau mainkan, kau mencoba merayu Daryl bukan?” tuduh Lizzie, menarik kalung yang melingkar di leher Enid. “Jangan berharap itu terjadi! Dasar licik!” tukas Lizzie membanting kalung ke lantai kemudian berjalan pergi dan dengan sengaja menabrakkan sebelah bahunya ke bahu Enid. Bibir Enid berkedut seperti ingin menangis, ia kemudian mendongak menahan riak di bola matanya. Lizzie menaiki anak tangga menuju lantai atas tentu ke ruang kerja Daryl. “Daryl,” panggil Lizzie memasuki ruang kerja. Daryl sedang menikmati minuman keras di siang hari. Pria itu menoleh ke arah Lizzie. “Untuk apa kau kesini?” tanya Daryl ketus. “Aku merindukanmu,” ujar Lizzie manja menghampiri Daryl di meja kerjanya. Daryl tersenyum sinis, “kau tidak perlu membual Lizzie, aku tidak semenarik itu untuk kau rindui, kau pergilah dan habiskan waktumu bersama pria itu.” ujar Daryl, raut wajahnya tampak sangat jelas marah. “Ada apa denganmu? Kau cemburu?” Lizzie meletakkan tas nya di atas meja kerja Daryl kemudian berjalan ke belakang kursi Daryl dan memeluk Daryl dari belakang. Daryl menepis tangan Lizzie darinya. “Pergi!” hardik Daryl sembari beranjak dari kursinya. Menunjuk pintu keluar dengan marah. “Daryl ada apa denganmu?” tanya Lizzie heran, pasalnya sekesal apapun Daryl padanya, ia tidak pernah di bentak pria ini. “apa semua ini karena gadis itu? Kau berani membentakku.” ucap Lizzie membuat langkah Enid berhenti tepat di depan pintu ruangan itu. Gadis itu mendengar perdebatan dari dalam kamar. “Jangan membawa-bawa Enid dengan masalah ini Lizzie.” “Lantas kau kenapa?” “Aku kenapa? Kau ingin tahu aku kenapa?" "Tentu saja. Apa yang salah denganmu? Aku datang kemari karena merindukanmu dan kau memperlakukan aku seperti ini." "Aku ingin kau meninggalkan suamimu secepatnya. Itupun kalau kau memang mencintaiku.” kata Daryl dengan suara besar. “Itu akan terjadi,” “Kapan?” “Sampai aku mendapatkan keadilan untuk ayahku Daryl. Sampai aku mendapatkan kembali uang ayahku. Sampai aku membalaskan kematian ayahku!” “Kau tidak melakukan itu Lizzie, kau tidak pernah benar-benar ingin membalaskan dendammu. Selama ini kau punya kesempatan tapi kau tidak melakukan itu. Katakan saja bahwa kau memang sangat mencintai Negan.” Lizzie mendengus, “aku kecewa padamu Daryl. Aku menyesal datang kesini.” ujar Lizzie, ia menyambar tasnya dari meja kemudian melangkah menuju pintu. “Lizzie, tinggalkan suamimu atau hubungan kita yang berakhir.” seru Daryl menghentikan langkah Lizzie di depan pintu. “Terserah,” Lizzie keluar dari ruangan itu. “s**t!” Teriak Daryl menyugar rambutnya kebelakang dengan sangat kasar. "Arrggg!!!" Teriaknya lagi lalu berlari mengejar Lizzie. “Lizzie,” panggilnya mencekal pergelangan tangan Lizzie menghentikan langkah Lizzie yang hendak menuruni anak tangga. “Lepasin, Daryl.” “Lizzie,” Daryl memeluk tubuh Lizzie dengan erat. "kau harus menceraikan pria itu secepatnya. Aku tidak kuat melihatmu lagi bersamanya.” kata Daryl memeluk erat Lizzie. Lizzie tersenyum kecil, Daryl tidak akan pernah serius mengusirnya dari kehidupannya. Pria itu sangat mencintainya sekalipun Lizzie berkali-kali menyakitinya. “Perhatianku untuk Negan tidak pernah tulus, Daryl. Kau tidak perlu cemburu untuknya.” kata Lizzie dari pelukan Daryl. Tidak ada jawaban dari Daryl. Pria itu lebih memilih diam memeluk Lizzie. “Aku tidak suka melihat gadis itu pergi ke luar rumah bersamamu Daryl,” ujar Lizzie setelah mereka kembali ke ruang kerja Daryl. Lizzie berbaring di sofa berbantalkan paha Daryl. Sementara pria itu membelai-belai helai rambut Lizzie. “Enid?” “Umm, kenapa tiba-tiba membawanya keluar?” “Dia akan mengandung anak kamu,” “Kita sudah membayar untuk itu, jadi tidak ada alasan untukmu membawanya keluar apalagi berduaan,” ketus Lizzie. “Aku pikir tidak masalah membawanya keluar supaya dia tidak stress. Calon ibu hamil harus tenang dan enjoy kan?” “Tetap saja aku tidak menyukainya, kau kan bisa mengirimnya keluar dengan pengawasan orang lain.” ujar Lizzie. Daryl terkekeh, “apa ini bisa disebut cemburu?” tanya Daryl mencubit pelan ujung hidung Lizzie. “Kau bahkan membelikan kalung untuknya,” gumam Lizzie mengerucutkan bibirnya. “Nilainya tidak seberapa, jangan membahas itu lagi.” “Tapi Daryl, bisa saja gadis itu jadi salah paham dengan perlakuanmu. Dia akan berpikir kalau kau sangat perhatian padanya.” kata Lizzie dengan nada tak senang. “Baiklah, kau ingin aku memperlakukannya seperti apa? Kalau gadis itu stress aku takut rencana penanaman embrio pada rahimnya tidak berhasil dan kau akan lama mendapatkan anak yang kau inginkan.” kata Daryl. Lizzie bangun dari baring nya, “apa sel telur dariku sehat?” tanya Lizzie mengabaikan membahas Enid. Daryl mengangguk. “Bagaimana dengan pasangannya?” “Pasangannya juga aktif.” ujar Daryl. Ia memang memilih benihnya yang paling sehat untuk disatukan dengan sel telur Lizzie. Lizzie merasa lega. “Jadi apa yang akan aku lakukan selanjutnya?” tanya Lizzie. “Sesuai apa yang kita rencanakan, aku sudah pesan perut palsu sesuai kebutuhanmu setiap bulannya,” kata Daryl. “Kau pesan dari mana?” tanya Lizzie penasaran. “Teman di Kanada," Lizzie tersenyum kemudian mengecup rahang Daryl. “kau yang terbaik. Aku berharap semua yang aku rencanakan berjalan dengan baik,” kata Lizzie. “Aku akan membantumu mewujudkannya,” Daryl menyibak rambut Lizzie ke belakang telinga, kemudian menunduk untuk memagut bibir kekasihnya itu. Lizzie memejamkan mata membalas ciuman itu dengan mesrah. Bunyi ponsel Lizzie di dalam tas menghentikan mereka berciuman. Lizzie mengambil benda itu dari dalam tas, melihat nomor ibu mertuanya tertera di layar ponselnya. Ia menggeram kecil. “Wanita tua itu menelpon,” ucapnya. “Angkat saja,” “Aku pulang saja,” ucap Lizzie mengecup bibir Daryl. “Kau tinggal angkat dan katakan kau sedang sibuk,” “Kau tidak mengenalnya, dia banyak tanya.” “Lizzie, aku masih merindukanmu,” Daryl tidak rela melepas Lizzie pergi darinya. Pria itu berdiri mengikuti langkah Lizzie keluar ruangan. “Ingat, jangan terlalu dekat dengan gadis itu. Aku tidak menyukainya.” pesan Lizzie memperhatikan pintu kamar Enid. Daryl mengangkat kedua bahunya, “hati-hati,”ujar Daryl mengizinkan Lizzie pergi menuruni anak tangga lalu menghilang dari pandangannya. Daryl hendak masuk ke ruang kerjanya, tetapi ia mengingat Enid. Pria itu memutuskan menemui Enid. “Apa kekasihmu sudah pergi?” tanya Enid. “Umm,” Enid tertawa kecil menertawakan Daryl. Pria bertubuh jakung dengan tubuh atlet tetapi … Enid terkekeh lagi. Daryl mengernyit bingung, apa yang membuat gadis itu tertawa. “apa yang sedang kau tertawakan?” tanya Daryl. “Kau,” kata Enid. “Kenapa? Apa yang lucu dariku?” “Aku pikir orang sekejam kamu tidak akan pernah lemah sekalipun itu untuk masalah cinta.” ujar Enid memperhatikan Daryl mengambil posisi duduk di bangku meja rias. “Apa maksudmu?” tanya Daryl bingung dan lagi-lagi memberikannya senyum yang sulit diartikan Daryl. “Kau menangis, marah, dan mengiba supaya wanita itu tetap tinggal. Menurutku itu sangat lucu.” ujar Enid menyampaikan apa yang sempat ia lihat dengan diam-diam saat Daryl dan Lizzie bertengkar. Daryl memperhatikan wajah Enid lekat, “suatu saat kau akan mengerti,” “Kau pernah mendengar Bucin?” tanya Enid. “Tidak.” “b***k cinta.” Enid tertawa saat menyampaikannya. “kau pria seperti itu,” tambah Daryl. "Terserah apa katamu." Daryl mengedikkan kedua bahunya, “kau boleh keluar dari kamarmu, halaman belakang rumah ini juga bagus untuk bersantai.” kata Daryl, beranjak dari duduknya. Dan tidak sengaja melihat kalung di atas meja rias Enid. “Kau melepasnya?” tanya Daryl mengambil benda itu. “Kekasihmu merampasnya hingga putus. Dia juga menuduhku mengganggumu.” ujar Enid. Daryl menarik nafas panjang ada decakan kecil keluar dari bibirnya. “akan aku ganti dengan yang baru,” katanya meletakkan kalung itu di atas meja. “Aku tidak membutuhkannya lagi,” kata Enid. “Kenapa?” “Hari ini aku berencana menemui seseorang dan kau menghancurkan rencanaku, jadi aku tidak butuh benda itu lagi termasuk gaun ini,” kata Enid melihat gaun yang masih melekat di tubuhnya. Daryl mengernyit, “sebenarnya kau ingin menemui siapa?” tanya Daryl penasaran. “Anna,” “S-siapa itu?” “Orang yang mengambil keuntungan dariku. Aku ingin memberinya pelajaran,” kata Enid. “Lalu apa hubungannya dengan semua ini?” “Aku ingin membuatnya iri,” Daryl menarik sudut bibirnya merasa lucu melihat Enid. “Kau masih mengizinkan aku keluar masuk tempat ini?” tanya Enid. Daryl tampak memikirkannya, “tidak kalau menemui wanita itu,” kata Daryl. Enid berdecak kesal. “Sudahlah, aku harus ke rumah sakit hari ini. Kau boleh pesan makan malammu, pelayan akan membuatkannya.” “Bukankah ini sudah sore? Kenapa masih pergi ke rumah sakit?” tanya Enid dan hanya disenyumi Daryl. “Setelah aku menemui Anna aku berjanji tidak ada permintaan lainnya, apa kau benar-benar tidak mau mengizinkan aku menemuinya?” tanya Enid menghentikan Daryl melangkahkan kakinya keluar kamar itu. “Tidak,” “Kau boleh menemaniku,” “Tidak akan.” “Pless ….” Daryl mengembuskan nafas panjang melihat wajah melas Enid kemudian ia berujar. “Akan aku pikirkan.” katanya. “Terima kasih, anda sangat baik tuan.”seru Enid tersenyum manis hingga kedua matanya membentuk sabit. Daryl tersenyum membawa langkahnya keluar kamar. *** “Pagi sayang,” sapa Negan memeluk Lizzie dari belakang, saat wanita itu menggosok giginya di kamar mandi. “Pagi, Negan hari ini aku ingin ke rumah Mama,” ujar Lizzie kemudian mencuci mulutnya dengan air. “Perlu aku temani?” tanya Negan. “Tidak perlu, aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu.” “Sopir akan mengantarmu kesana,” “Aku akan menyetir sendiri,” Lizzie berbalik memeluk suaminya. “Kau yakin?” “Mmm,” “Baiklah, kau boleh kesana dan sampaikan salamku pada ibu mertua.” kata Negan merapikan anak-anak rambut Lizzie yang masih berantakan. “Pasti, tapi sayang aku butuh bantuanmu,” katanya menyentuh rahang Negan dengan gerakan sensual. Negan mengernyit bingung.“Bantuan apa?” “Bantu aku pamit sama ibumu, aku takut dia tidak mengizinkan aku pergi.” pinta Lizzie. Negan terkekeh, “baiklah, nanti aku bicara dengan mama.” ucap Negan mengecup puncak kepala Lizzie. Lizzie tersenyum. “aku akan menyiapkan pakaianmu, mendilah.” ujar Lizzie melepas pelukannya, ia kemudian meninggalkan suaminya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN