"Bicara apa?" Klarissa mendorong Erhan.
Sejujurnya Ethan bisa saja memenjarakan perempuan itu lebih lama dengan kedua tangannya, jika ia mau. Hanya saja, Ethan tidak mau Klarissa membencinya dengan dirinya yang terlalu mendominasi.
Lalu saat ini perempuan itu sedang membelakangi dengan bersidekap d**a. Lihat, bagaimana sombongnya seorang Klarissa. Dia angkuh seolah sedang memperlihatkan pada Ethan, bahwa perempuan itu memang sudah tidak membutuhkan seorang Ethan di sampingnya.
"Aku penasaran tentang Reksa, siapa dia?"
Ethan sangat ingin Klarissa menjawabnya tidak berbelit belit. Mengatakan kalau Reksa adalah anaknya, dan perempuan itu kembali menerima dirinya dengan tangan yang terbuka.
"Reksa?" Klarissa membalikan tubuh dan menghadap padanya. "Atas dasar apa kamu peduli pada dia?" Klarissa bersumpah tidak akan menyerahkan Reksa pada laki laki itu.
"Aku ingin--"
"Wah, Pak Ethan ada di sini?" Wenlee masuk dan membuat Klarissa cukup lega. Itu artinya Ethan tidak akan lagi menginterogasinya tentang Reksa.
"Iya, saya ada urusan sama manager cantik anda." ujar Ethan.
Wenlee terkekeh. "Iya, manager saya memang sangat cantik. Tapi saat ini, kami ada hal yang sangat penting yang mau dibahas." Wenlee berdiri di dekat Klarissa terlihat ingin memperlihatkan bahwa hanya Wenlee yang bisa dekat dengannya. Tidak ada satu pun laki laki yang bisa menggapai dirinya.
"Hanya berdua?" pertanyaan yang dilontarkan Ethan membuat Wenlee terkekeh, dan Klarissa menahan napas selama beberapa saat. Keadaan ini sungguh cukup menegangkan untuknya.
"Tidak, saya mengundang semua manager. Karena kita punya masalah besar saat ini." Entah kenapa Wen Lee sangat sebal pada Ethan yang terlalu banyak bertanya menurutnya.
"Oh, Klarissa pasti sangat spesial, sehingga ia harus dijemput ke sini." ini sebuah sindiran tentu saja.
"Kami sangat buru buru sekali, Pak Abraham. Kami sungguh meminta maaf dengan sebesar besarnya. Bapak bisa nunggu di sini atau di ruangan tamu. Di mana pun boleh, tapi kami tidak bisa membawa bapak ke ruang meeting, karena ini rapat internal kami."
Ethan mengangguk tahu diri. "Baiklah."
"Kalau begitu, kami permisi, pak." Wen Lee mengajak Klarissa pergi dan mempersilakan perempuan itu berjalan lebih dahulu darinya.
Dan di sinilah mereka semua berada. Sinta, Rega, Hendra, dan berikut kepala bagian gudang yaitu Erlangga.
"Saya terpaksa mengumpulkan kalian di sini karena ada hal yang sangat penting sekali." Wen Lee mulai berbicara.
"Ada perubahan model, dan ini urgen sekali."
"Perubahan untuk semua proses pak?" tanya Rega.
"Enggak. Hanya untuk beberapa line saja. Jadi kita ambil setengah. Untuk setiap produksi ambil beberapa line untuk jalan sepatu kulit sapi ya. Ini penting karena pasar sedang membutuhkan itu."
"Tapi kita digudang kosong pak." Erlangga berkata.
"Kita akan impor." WenLee berkata.
"Jadi kapan kita akan mulai produksi?" Tanya Rega.
"Secepatnya, mungkin minggu minggu ini. Setiap produksi diusahakan untuk mengambil keryawan yang sudah hebat dan berpotensi tidak ada rijek ya. Ini kulit sapi hanya ada satu cadangan untuk setiap bagian produksi. Jadi kalau ada lebih dari itu, kita akan rugi. Kita tidak banyak mengambil quantitas, karena kita lebih mengutamakan qualitas dulu. Terutama untuk bagian sewing, tolong pilih karyawan yang sudah mahir dalam menjahit." Wen Lee menatap Klarissa. "Biasanya anak sewing suka kerja terburu buru merasa dirinya sudah hebat, lalu menjahit asal asalan." sejenak Wen Lee menghela napas dalam. "Ini adalah kulit sapi asli yang harganya enggak main main. Bukan kanvas yang bisa di buka dan dijahit ulang." suara Wen Lee terdengar menegas dan kedua matanya menatap Klarissa menajam.
"Saya sangat mengerti Pak." Klarissa menunduk.
"Baiklah. Kalau begitu, kalian silahkan berbicara dengan bawahan kalian. Dan Untuk Klarissa saya ingin bicara serius sama kamu."
Suara cuitan dan godaan dari manager lain membuat Klarissa menunduk dengan wajahnya yang merona malu.
"Saya terus terang enggak suka, ada Abraham di ruangan kamu." ujar Wen Lee setelah manager yang lain pergi.
"Itu, saya sungguh enggak tahu dia mau nagapain, pak."
"Sebenarnya kalian kenal dari mana?" kembali Wen Lee bertanya. Kali ini laki laki itu lebih mendekat dan meletakan kedua tangannya di kedua sisi bagian kursi yang di duduki Klarissa. Wen Lee ingin membuat Klarissa tidak bisa berbohong padanya.
"Mmm ... gimana ya Pak. Saya enggak bisa menceritakan masa lalu saya sama siapapun karena sejujurnya saya enggak mau mengingat itu."
"Apakah itu hal yang sangat buruk?" Wen Lee mengusap pipinya.
"M ... aku hanya--"
"Kamu bisa mengatakannya padaku." Oh, WenLee sepertinya sudah gila karena ingin sekali mencium perempuan cantik itu sampai kehilangan napasnya di sini.
"mmm ... pak aku---" Wen Lee benar benar menciumnya, dan Klarissa membelalakan kedua matanya.
"MMppp ..." Klarissa mendorong Wen Lee namun tidak bisa, kerena Wen Lee menahan kuat tengkuk dan rengkuhan di pingganya. Sehingga dengan leluasa Wen Lee mencecap dan menikmati bibir dan mulutnya yang manis. Klarissa sendiri terpaksa membuka mulutnya karena desakan hebat dari Wen Lee. Juga napasnya yang sesak karena Wen Lee sepertinya tidak mau melepaskan Klarisa sebelum ia mendapatkannya. Semakin klarissa bergerak ingin menolak, maka semakin kuat cengkraman laki laki itu di tengkuk nya, sehingga membuat Klarissa sesak dan wajahnya memerah karena sesak dan tenaganya terkuras melakukan perlawanan itu. Dam akhirnya Klarissa memilih menyerah membiarkan laki laki menguasainya.
"Maaf ..." Wen Lee menjauhkan wajahnya, dan mengusap bibir manis situ. "Saya sangat mencintai kamu."
Klarissa menunduk dalam. Ia sungguh sangat kaget. Tidak menyangka kalau Wen Lee akan menyerangnya seperti saat ini.
"Bapak tolong jangan lakukan ini lagi ..." Klarissa ingin sekali menamparnya namun dia adalah atasannya. Klarissa sedang butuh pekerjaan untuk menghidupi anaknya. Lihat kedua mata itu merah karena tangis yang ditahannya. Klarissa ingin meraung di sini.
"Maafkan saya Klari ..." Wen Lee meraih perempuan itu ke dalam pelukannya, meski Klarissa menolak, namun siapa perempuan itu yang bisa menolak kekuatannya. jadilah perempuan itu dipeluknya erat tanpa sekat. "jadilah milik saya, Klari ... saya akan membahagiakan kamu seumur hidup saya." Kecupan di pucuk kepala membuat Klarissa menangis pelan, takut dan dilema. Klarissa benci ada diposisi seperti ini.
***
Keluar dengan langkah yang dihentakan karena marah pada Wen lee. Klarissa sungguh enggak rela bibir dan mulutnya di jelajahi oleh laki laki itu. Tapi ini Wen Lee, laki laki itu telah memberikan dia rumah, juga uang yang tidak sedikit untuk dirinya dan Reksa. Klarissa dibuang oleh keluarganya karena kehamilannya itu. Dan bertemu dengan Wen Lee, laki laki kebangsaan Cina yang menetap di Indonesia dan menjadi warga negara indonesia itu memang begitu baik. Namun Wen Lee itu buaya dan Klarissa tahu sekali lelaki itu tidak baik dijadikan suami. Wen lee sering ONS, sering bertemu gadis gadis lain di luar sana. Akan jadi apa hidup nya Klarissa kalau hidup bersama laki laki buaya itu.
"Ada apa hem?" Ethan datang dan menatapnya cemas. Menemukan bibir perempuan itu sedikit bengkak, juga jejak air mata di kedua sudut matanya. "Apa yang dia lakukan padamu?" Ethan meraih kedua bahunya dan memaksa Klarissa untuk menatap padanya.
"Bukan urusan kamu!" Klarissa mendorong Ethan. "Sampai detik ini peneritaanku tidak pernah berakhir gara gara kamu!" Klarisa benci karena pernah jatuh cinta pada laki laki itu. Lalu dia menyerahkan dirinya padanya karena cinta buta itu.
"Apa salahku ... kita akan perbaiki semuanya."
"Lepas! jangan pernah temui aku lagi!"
"Klari ..."
"SEMUANYA GARA GARA KAMU! AKU BEGINI GARA GARA KAMU! AKU BENCI KAMU!" Klarissa menumpahkan semua amarahnya pada Ethan. Ia meraung pilu. Ethan perlahan ingin meraihnya namun sebuah tanparan malah menyapa pipinya.
"Aku benci kamu!" Klarissa melangkah cepat sehingga suara heel terdengar memenuhi area kantor itu. Dan Ethan menghela napas dalam menatap pinggul langsing itu berlalu.
Ethan meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Segera selidiki anak yang bernama Reksa. Aku ingin tahu siapa dia, ayah kandungnya, dan apa yang terjadi padanya selama ini. Jangan pernah ada yang terlewatkan. Saya ingin infomasi ini segera saya dapatkan secepatnya. Poto dan alamat akan segera saya kirimkan ke imel kamu." Kemudian Ethan pun menutup ponselnya.
"Aku akan melindungi kamu Klari ...."
***
Berada di ruangan terbuka yang luas dan penuh dengan orang, juga suara bising mesin yang bekerja, seperti pabrik ini. Klarissa merasa kalau masalahnya hilang dalam seketika. Ia harus pokus dan memposisikan dirinya sebagai manager pabrik yang baik. Berjalan dimulai proses awal seperti penjahitan lining atau bagian dalam sepatu, kemudian seterusnya dan kali ini Klarissa berdiri di samping mesin ponching, mesin yang digunakan untuk membolongi sepatu yang nantinya akan dipakai untuk melubangi sepatu. Di bagian ini harus ektra pokus dan hati hati. Karena kalau sedikit saja tidak pokus maka tangan yang akan menjadi korban bisa bolong dan ...
Klarissa menjerit histeris, ketika melihat karyawan sewing tangannya masuk ke dalam mesin poncing, lalu tergerus. Darah mengucur ke mana mana, Klarissa sungguh tidak suka melihat hal itu. Ia memiliki trauma yang sangat hebat untuk darah.
"Tidak ..." perempuan itu memejamkan kedua mata dengan menutup kedua telinga. Kedua kakinya lemah, ia hampir tidak sadarkan diri, ketika sebuah lengan kokoh menyangganya.
"Kamu akan baik baik saja, sayang ...."
Klarissa tahu siapa pemilik suara itu. Dia lah lelaki yang menyebabkan rasa trauma untuknya. Dia lelaki yang membuatnya harus melahirkan sendirian tanpa siapapun. Dia lah yang menyebabkan Klarissa hampir mati karena terlambat datang ke Dokter. Dialalah Ethan ...