35. Bentuk Kepedulian

1109 Kata
Seorang gadis cantik berjalan pelan di koridor rumah sakit. Tangannya membaca kata demi kata yang muncul pada ponselnya. Saat matanya menangkap meja resepsionis, gadis itu segera menghampiri. “Permisi,” ujar gadis itu pelan dan sopan. Sang resepsionis celingukan hingga menemukan kebenaran gadis dengan tubuh yang mungil di balik meja. “Ada apa Dek?” “Eum ... Ruangan melati 1 dimana, ya?” tanya gadis itu. “Seluruh ruang melati ada di lantai 1 bagian Utara,” jelas resepsionis itu. Gadis itu menyunggingkan senyumnya, “Terima kasih.”  Segera kakinya melangkah menuju bagian Utara melalui gambar anak panah yang berada di tembok. Hingga matanya menangkap pintu dengan bertuliskan 'Melati 1’, segera ia mendekati pintu tersebut dan membukanya. Cklek! Mata gadis itu mendapati seorang pemuda yang sedang menatap televisi. Sepertinya pemuda itu tak menyadari kehadirannya disana. “Cleon ...?” Panggilan lirih dan lembut itu berhasil mengalihkan perhatian Ralph. Terbukti dari matanya yang melirik sedikit posisi Chloe berada. “Chloe? Kenapa lo disini?” Wajar Ralph bertanya seperti itu karena saat ini menunjukkan pukul 07.30 pagi dan itu merupakan jam murid seharusnya berada di sekolah. Chloe tak menjawab pertanyaan tersebut. Kaki mungilnya justru melangkah mendekati Ralph yang mengerutkan keningnya. “Mama kamu menitipkan pesan untuk membantu menjaga kamu. Sebagai teman atau mungkin sahabat, aku gak mungkin menolak apalagi setelah mengetahui ceritanya dari Mama kamu,” tutur Chloe. Air matanya menetes karena tak tega dengan keadaan Ralph. “Apa kamu gak ngabarin Ralin? Dia pasti cari kamu, Ralph ...” Tadinya Ralph akan membalas ucapan Chloe, namun saat gadis itu menyinggung tentang Ralin ... Seketika ia ingin sekali gadisnya berada disini. Apakah gadis itu bersedia menjaganya setelah dia menyakiti seperti itu saat pertemuan terakhir? “Bahkan dia gak peduli, gue masih hidup atau enggak setelah gue nyakitin dia.” Chloe langsung terdiam membisu mengingat kejadian beberapa waktu lalu di sekolah. “Setidaknya kamu hubungi dia, aku yakin dia bakal langsung kesini,” kekeuh Chloe. “Kalau lo gak mau jaga gue, pulang!” tukas Ralph pada akhirnya. *** Cklek! Ralin memasuki ruang rawat dimana Jeno dirawat. Menurut dokter yang memeriksa, Jeno terkena infeksi lambung karena terlalu banyak memakan cemilan tak sehat. Tentu saja Ralin langsung membenarkan ucapan dokter itu karena memang selama di sekolah, Jeno selalu mengkonsumsi makanan yang mengandung micin. “Jen!” Seruan Ralin membuat Jeno yang tadinya bermain ponsel langsung menoleh. “Gue kira lo gak kesini ...” Jeno melirih dengan wajah yang sedih. “Cih,” decih Ralin mencibir. Mengingat sesuatu, Jeno langsung memiringkan badannya menghadap Ralin. “Brisia sama Alvero kemana? Sejak gue sadar, gue gak lihat mereka berdua.” “Brisia lagi ada orang tuanya, mereka baru pulang dari Sidney. Kalau Alvero ... Jujur, gue sendiri gak tau karena selama dua hari ini dia gak sekolah,” jujur Ralin. Gadis itu bahkan sudah mencari sahabat batunya itu sampai ke rumah Pamannya, namun mereka mengatakan jika Alvero tidak pernah kesana semenjak kenaikan kelas. Itu berarti sudah beberapa bulan waktunya. Dahi Jeno mengernyit karena merasa aneh dengan Alvero yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Karena biasanya sahabatnya itu termasuk orang yang berada di garda terdepan ketika mengetahui sahabatnya sakit. Mereka berdua tidak menyadari jika Alvero belum tau tentang sakit yang dialami Jeno karena saat hari dimana Jeno sakit, itu juga hari dimana ia memukuli Ralph. “Kok aneh ya?” “Hah? Apa?” Ralin yang fokus dengan ponsel langsung teralihkan saat telinganya mendengar suara samar-samar dari Jeno. “Enggak kok,” kilah Jeno. Lebih baik ia menyelidiki terlebih dahulu supaya kedua sahabat perempuannya tak khawatir. *** Malam hari di ruangan rawat Ralph, keadaannya sedikit ramai karena ada Zigo dan keluarganya yang sedang menjenguk. Terlebih Naura sebagai sesama perempuan sangat bahagia bisa mengobrol dengan Andara yang ternyata pandai menyahuti pembicaraan. “Saya sampai gak habis pikir dengan Zigo. Punya anak kok bandel banget gitu,” ujar Naura sembari melirik sinis putranya. Zigo yang berada di sebelah Seno langsung menyenggol lengan Papanya, berniat mengadu. “Apa sih?” kesal Seno. “Lihat tuh, Pa ... Masa Mama gibahin Zigo, sih ...” adu Zigo dengan bibir yang mengerucut. “Sok manis banget kamu. Padahal asem,” timpal Naura sinis. Sementara Andara yang melihat itu langsung tertawa. Keluarga sahabat anaknya ini benar-benar unik. Dibalik sikapnya yang gesrek, Seno merupakan seorang pengusaha batu akik. Sedangkan Naura merupakan mantan seorang model yang lebih memilih menjadi Ibu rumah tangga. Benar-benar sifat manusia tak bisa ditebak. Tok! Tok! Ketukan pada pintu membuat obrolan itu terhenti. Terlihat seorang gadis memasuki ruangan dengan membawa kantong kresek berwarna hitam, berjalan dengan langkah pelan mendekati ... Ralph. “Widih, calon pacarnya jenguk nih!” heboh Zigo saat melihat Chloe yang mendekati sahabatnya. “Ralph aja udah punya gebetan, kok kamu masih jomblo?” Skak! Ejekan Naura benar-benar menusuk jantung Zigo. Mamanya itu kalau bicara suka tidak dipikir dahulu. Yang penting sat-set. “Dih, bisa banget ngejek anak sendiri.” Naura mengacuhkan dan menatap kedua insan yang masih terlihat diam-diaman. Sampai suara Andara menginterupsi ... “Chloe, kamu kok cepet? Gak kerja?” tanya Andara. Dia khawatir dengan gadis itu mengingat sekarang jam 8 malam. Chloe tersenyum kecil dan menggeleng. “Chloe sudah gak kerja, Tante.” Tentu saja dia sudah tak bekerja semenjak divonis menderita Parkinson. Seseorang yang menderita penyakit itu tak mungkin melakukan aktivitas yang berat karena akan mempengaruhi kinerja otak. “Nanti nginap aja disini, ya? Udah malem, bahaya anak gadis pulang malem,” kata Andara dengan raut khawatir yang sangat kentara. “Nanti Chloe pulang, Tante. Chloe gak bawa seragam sekolah,” tolak Chloe halus. “Pulang sama Tante sama Om aja gak masalah,” timpal Naura. “Ma,” tegur Seno karena istrinya itu tak sopan menyela obrolan orang. Naura menyengir acuh kemudian kembali menatap Chloe. “Gak masalah kalau mau pdkt dulu sama Ralph.” Mendengar godaan itu, Chloe menunduk dengan pipi yang bersemu merah. “Cleon, aku suapin, ya? Kata Tante Andara, kamu belum makan,” ujar Chloe menutupi kegugupannya. “Gue udah makan tadi, kenyang,” tolak Ralph. Andara mendelik dari kejauhan. Seingatnya, anaknya itu memang belum diperbolehkan makan apapun. “Chloe, Ralph bukannya kenyang ... Tapi memang belum diperbolehkan makan apapun,” sahut Andara dari tempatnya. “Eh?” Seketika Chloe merasa sungkan. “Maaf ya, Chloe gak tau ...” Gadis itu menunduk kikuk. “Sama calon pacar gak usah sungkan, sih,” celetuk Zigo membuat mata tajam Ralph mengerling. “Jangan gitu, Zig. Gue udah ada pacar,” cetus Ralph memperingati. “LOH? UDAH ADA PACAR?” Naura seketika berteriak heboh tanpa sadar. Sedangkan Chloe, merasakan jika hatinya tiba-tiba berdenyut nyeri karena pengakuan Ralph. Namun gadis itu tak bisa melakukan apapun selain mensupport temannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN