12. Bersama Ralph

1187 Kata
Bel pulang sekolah sudah menggema seantero SMA Bengawan. Ralin yang memang tak ada jadwal shooting hari ini pun sedikit bersantai seolah melupakan janjinya dengan Ralph. “Hari ini nongkrong yuk?” ajak Jeno pada ketiga sahabatnya. “Boleh, ayo!” gas Brisia senang. “Ralin sama Vero gimana?” Lanjutnya menatap kedua manusia irit bicara tersebut. Keduanya menanggapi dengan anggukan singkat. Meskipun begitu, baik Brisia maupun Jeno sudah sangat bahagia karena akhirnya mereka bisa menikmati qtime bersama. Di kelas 11 IPA 1, Ralph sedikit berdebat dengan Cindy karena gadis itu merengek untuk pulang bareng setelah mengetahui jika pria yang disukainya membawa kendaraan. “Ralph, aku mau bareng,” rengek Cindy dengan wajah yang diimut-imutkan. “Gue sama Classica,” tegas Ralph tanpa peduli jika Cindy terus mengintil dengannya. “Zig, gue duluan ya. Mau pamitan sama Bos Andi. Lo hati-hati.” Lanjutnya yang mendapat anggukan dari Zigo. “Yoi, Ralph.” “RALPH! TUNGGU AKU RALPH!!” Cindy terus berteriak hingga membuat teman sekelasnya melotot. Berisik banget sih Tau deh caper Iya gak ada harga dirinya “Apa sih lo semua!” gertak Cindy geram. “HUUUUUU!!!!” Sorakan itu tak dipedulikan karena sang empu langsung berlari mengejar Ralph. Ralph sedikit berlari menuju parkiran setelah ia menuju 11 IPA 4 namun tak mendapati keberadaan Ralin. Ia yakin jika gadis itu sengaja meninggalkan dirinya. “CLASSICA!” Teriakan itu tak hanya membuat pergerakan Ralin yang akan memasuki mobil terhenti, melainkan seluruh murid yang masih berada di sekolah turut dibuat penasaran. Ralin langsung memutar matanya malas. Ia kira Ralph lupa dengan permintaan nya sendiri karena tak kunjung muncul setelah bel berbunyi beberapa waktu lalu. Sementara Alvero mendengus karena suara yang tak diharapkan olehnya terdengar di telinganya. “Mau ngapain dia?” “Dia –” “Class, ayo ke cafe sekarang. Bokap lo udah hubungin gue,” dusta Ralph pada akhirnya. Dalam hati ia berdoa supaya Rab'J tak curiga dengannya. “Kenapa Ralph ganggu sih? Kita kan mau pergi!” Brisia sudah mencak-mencak di samping mobil karena merasa qtime kali ini harus gagal. “Sorry udah ganggu waktu lo semua, tapi ... Classica tanggung jawab gue sekarang,” jelas Ralph tak enak hati. “Cuma jadi babu aja pake bilang tanggung jawab,” celetuk Jeno yang baru saja nimbrung karena pemuda itu sejak tadi sibuk menerima telfon dari para gebetannya. Ralin menghela nafasnya lelah. “Gue balik bareng besalus, ya. Kalau kalian mau pergi, silahkan. Kita sama-sama cari aman supaya Papi gak marah.” Mau tak mau Rab'J pun mengangguk meskipun tak ikhlas. Sepanjang perjalanan, baik Ralin maupun Ralph hanya diam karena sibuk menikmati suasana sore yang sedikit mendung. Tak lama motor yang dinaiki oleh kedua muda-mudi itu tiba di Mango Resto, tempat Ralph mencari nafkah selama ini. “Masuk dulu, ya. Gue mau ngobrol sama Bos Andi dulu,” ucap Ralph membantu Ralin melepas helm. Ralin mengangguk. “Gue juga mau pesen makan dulu. Lo mau apa?” “Gak usah, Class. Lo makan aja sendiri.” Ralin mengambil duduk di sudut resto karena suasana disana terasa nyaman. Sembari menunggu pesanan, Ralin bermain ponselnya karena ada beberapa missed call dari Bro Andro. Mau apa lagi nih sutradara? Batin Ralin bingung. Tak peduli dengan panggilan itu, Ralin kembali memainkan sosmed nya yang tak pernah sepi. “Permisi, Kak. Selamat menikmati.” Seorang gadis diduga seusia dengan Ralin membuyarkan aktivitas gadis itu. “Hm.” Setelah waitress itu berlalu, Ralin mulai menikmati salad sayur pesanannya. Sejujurnya dia ingin bebas memakan segala jenis makanan, namun terkendala dengan kenaikan berat badan. Dan Ralin tidak menyukai itu! Sudah dua jam lamanya Ralin menunggu namun tak ada tanda-tanda batang hidung Ralph muncul. Gadis itu sudah berusaha menormalkan deru nafasnya yang tidak teratur karena menunggu adalah salah satu kegiatan yang membuatnya emosi. “Class, ayo gue anter dulu,” ucap Ralph yang sudah memakai baju pelayan. “Heh! Lo katanya mau izin doang, tapi kenapa pake baju kerja?” sembur Ralin dongkol. Sudah cukup lama dia menunggu, tapi orang yang ditunggu justru malah kerja. “Sorry, gue disuruh Bos Andi buat gantiin shift yang hari ini gak masuk,” sesal Ralph. “Lo mau gue aduin ke Papi? Kalau lo gak cepet ganti terus ikut pulang, gue bakal telfon Papi sekarang!” Perdebatan itu membuat pengunjung maupun pegawai yang kebetulan melintas dibuat bingung. Mereka penasaran karena ada salah satu pegawai yang bermasalah dengan seorang artis. “Kak? Kakak Ralin kan? Yang lagi terkenal itu? Boleh gak foto sama Kakak?” seru seorang perempuan yang sepertinya masih duduk di bangku SMP. “Foto? Apa lo gak lihat gue lagi cek-cok? Dan sekarang lo minta foto?” Kali ini yang menjadi sasaran empuk Ralin sudah berganti. Gadis itu menunduk takut. Dia kira, idola nya merupakan artis yang baik dan rendah hati karena ketika dalam film Ralin menjadi seorang protagonis. “Gue bukan bawang putih yang harus baik sama semua orang! Jangan berharap kalau gue bakal baik sama lo. Ayo pulang!” Ralin langsung menyeret Ralph hingga pemuda itu dengan cepat menyesuaikan langkah kaki gadis kesayangannya. Eh? “Astaga ... Segitu pengennya pulang bareng gue, hm?” goda Ralph memasangkan kaitan helm Ralin, membuat gadis itu bingung. “Maksud lo?” “Lo tadi nyuruh gue ganti baju, tapi gue belum sempet ganti udah lo seret,” jelas Ralph menggoda. Karena geram, Ralin langsung menoyor kening mulus Ralph hingga sang empu meringis. “Kasar banget sih. Bilang yang sellow dong!” Tanpa membalas gerutuan Ralph, Ralin langsung naik ke atas motor. “Cepet!” sentaknya jengah karena Ralph masih diam sembari tersenyum. Ralph yang tersadar langsung mendudukkan diri di jok depan. Sembari menyetir, Ralph melirik spion guna memastikan gadis yang ada dalam goncengan nya. “CLASS!” panggil Ralph berteriak. “Apaan?” sahut Ralin malas. “Mau dianter kemana dulu, gak? Mumpung banyak orang jualan.” Ralin terdiam karena memikirkan apa yang sedang diinginkannya. Matanya menatap jalanan tanpa menjawab pertanyaan Ralph hingga ... “STOP!!!” Teriakan itu membuat Ralph mengerem motornya mendadak. Citttt “KENAPA HARUS MENDADAK SIH??!!” sentak Ralph tanpa sadar. Pemuda itu bukannya takut jatuh dari motor, melainkan takut terjadi sesuatu dengan Ralin. Mendengar bentakan itu, Ralin langsung menunduk. Teringat dengan masa lalu yang pernah diceritakan oleh Mores. Ralph tersadar dengan apa yang dilakukannya. Pemuda itu turun dari motor lalu menatap Ralin yang enggan menoleh kearahnya. “Gu-gue gak –” “Gak masalah.” balas Ralin singkat dan berlari ke sebrang jalan. Ralph yang memperhatikan gerak-gerik Ralin pun dibuat melotot saat gadis itu berhenti di sebuah gerobak. 'Cimol Akang Kasep' Dia makan gituan? Kalau Tuan Mores tau, gue pasti bakal diamuk, ujar Ralph dalam hati. Pemuda itu meringis saat tak lama Ralin kembali membawa 2 plastik cimol yang sudah diberi bumbu cabe kering. “Class, jangan makan kayak gini,” cegah Ralph saat tangan gadis itu sudah menusuk sebuah cimol. “Lo ngelarang gue?” Ralph buru-buru menggeleng sebelum menjadi sasaran empuk singa wadon. Balasan itu justru membuat sebelah alis Ralin terangkat. “Terus tadi ngapain? Mulung?” sarkas Ralin. “Udah lah ayo balik. Udah hampir malem,” alih Ralph sebelum semakin panjang. “Gak usah ngalihin omongan heh!” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN