Seorang gadis melangkah cepat menuju sebuah kelas yang rasanya ingin sekali dihancurkan. Kedua tangannya mengepal dengan wajah yang memerah justru terkesan imut. Berpasang-pasang mata menatapnya heran namun tak satupun di pedulikan olehnya.
Brak!
Para penghuni di kelas tersebut terlonjak kaget karena dobrakan di waktu yang masih terbilang pagi tersebut.
Anjir ngapain tuh bocil kesini
Eh dia temennya si sombong itu kan?
Dia Brisia gak sih
“RALPH ...!!!!” Teriakkan itu membuat sang pemilik nama yang sejak tadi hanya fokus pada tugas, langsung mendongak. Merasa namanya dipanggil, Ralph langsung berjalan tergesa menghampiri Brisia karena takut gadis itu membuat keributan.
“Ada apa?” tanya Ralph setelah berhadapan dengan Brisia.
Plak!
Plak!
Bukannya menjawab, Brisia justru melayangkan tamparan pada pipi kanan dan kiri Ralph. Gadis itu menatap tajam pemuda di hadapannya seolah ingin menguliti hidup-hidup.
“Kenapa lo tampar gue?”
Bodoh! Bisa-bisanya Ralph bertanya seperti itu setelah apa yang sudah diperbuat pada sahabat gadis di depannya.
Chloe yang memang baru saja dari kantin untuk membeli minum langsung berlari dengan tangan yang memegang perut. Wajahnya begitu khawatir karena melihat Ayah dari anaknya ditampar seperti itu.
“Ada apa ini?” seru Chloe khawatir.
Mendengar suara yang menjadi segala sumber masalah, Brisia membalikkan badannya dan menghampiri Chloe dengan langkah bak psycophat. Tentu saja Chloe langsung memundurkan langkahnya karena takut jika anaknya kenapa-kenapa.
“Cewek perusak!” pungkas Brisia beda dari biasanya. Beda karena keseharian gadis itu tak pernah marah seperti ini. “PELAKOR, LO!!!”
Mereka yang menyaksikan benar-benar terkejut setengah mati saat melihat amarah Brisia. Cara berbicara gadis itu bahkan menggunakan 'Lo-Gue'.
“A—aku bukan perusak!” Kepala Chloe menggeleng seiring langkahnya yang terus mundur perlahan. Tangannya juga memegang kepalanya yang terasa sakit saat ini.
Melihat itu, Ralph mendekati Chloe karena berniat melindungi. Ralph tidak mau anaknya kenapa-kenapa.
“Minggir, Bris!” sentak Ralph masih berusaha sabar dengan cara mendorong pelan Brisia.
Plak!
Pergerakan Brisia semakin tak terkendali hingga Bu Menik yang sedang melakukan sidak dibuat melotot karena adegan kekerasan di depan matanya. Segera saja guru menyebalkan itu mempercepat langkahnya.
“KENAPA KALIAN BERTENGKAR!!!”
Seluruh murid yang berada disana langsung menutup telinga kala teriakkan itu membuat pendengaran mereka berdengung.
Santai dong Bu
Astaga kayak terompet akhir kehidupan
Kuping gue!!!
Bu Menik tak menggubris ocehan itu karena fokusnya hanya pada seorang gadis yang masih saja menampar lawannya dengan brutal. Bisa Bu Menik pastikan jika Ralph sudah babak belur saat ini.
“BERHENTI!!!!”
Akhirnya Brisia bisa dihentikan setelah Bu Menik berteriak tepat pada telinga gadis itu. Deru nafas Brisia tidak beraturan saat ini setelah diteriaki seperti itu. Matanya bahkan tanpa takut menatap tajam Bu Menik.
“Kalian berdua, ke ruang BK. SEKARANG!!!”
Murid-murid yang sedang menyaksikan pun bersorak karena tontonan pagi ini cukup sampai disini saja. Sementara Brisia dan Ralph langsung digiring ke ruang BK oleh OSIS yang sedang berpatroli pagi ini.
Ruang BK pagi ini terlihat semakin menegangkan karena mata Bu Menik sudah melotot tajam, bahkan mata itu sepertinya hendak keluar dari tempatnya. Sementara si pembuat masalah duduk santai di sofa dengan tangan bersidekap dadaa.
“Bisa jelaskan, apa yang terjadi tadi sehingga kalian berdua bertengkar?” tanya Bu Menik tajam.
Brisia yang malas menjawab pun hanya memainkan kuku cantiknya. Sementara Ralph menunduk karena bingung harus menjelaskan seperti apa. Ini masalah pribadi, tidak mungkin diumbar-umbar kepada guru.
“Kenapa kalian berdua diam saja?” Lama-lama Bu Menik geram dengan kedua remaja di depannya itu. Namun untuk menjaga image, dia harus bertanya dengan sabar.
“Yang terjadi tadi, saya hanya ingin para pembuat aib di SMA Bengawan dikeluarkan!”
Mata Ralph membola diiringi jantungnya yang berdetak cepat. Gawat jika dibiarkan, Brisia bisa membongkar soal Chloe. Ralph tidak ingin calon anaknya terluka mengingat Keberadaan Chloe di sekolah ini sama seperti dirinya, yaitu murid besalus.
“Apa maksudnya pembuat aib, Brisia?” tanya Bu Menik heran.
Brisia melirik Ralph sekilas kemudian tersenyum miring. Sebentar lagi para manusia yang menyakiti sahabatnya akan dihempas dari sekolah dan hidupnya kembali tenang.
“Bukan ap—”
“Diem, lo!” tukas Brisia kala Ralph ingin memberikan pembelaan.
“Murid SMA di sekolah ini hamil diluar nikah, aib atau bukan?” Bukannya menjawab, Brisia justru memberikan pertanyaan yang membuat Ralph semakin dilanda ketakutan.
Bu Menik mengernyit karena pertanyaan itu. Namun hanya sebentar karena setelahnya guru menyebalkan menajamkan mata.
“Inti dari pertanyaanmu, ada murid SMA Bengawan yang hamil?” tandas Bu Menik langsung.
Tanpa ragu Brisia mengangguk diiringi senyuman lebar. Bu Menik sebagai guru BK semakin berapi-api melihat anggukan gadis di hadapannya.
“Siapa yang kamu maksud? Lalu apa hubungannya dengan Ralph?” Bu Menik berusaha sabar ketika bertanya. Kata orang, marah-marah membuat wajah cepat keriput.
“Tanyakan saja dengan yang menghamili,” cetus Brisia santai. “Orangnya daritadi duduk santai seperti tidak memiliki beban.” Setelah membocorkan rahasia itu kepada sang pencatat amal baik dan buruk selama di sekolah, Brisia berlalu dengan sudut bibir yang tertarik.
Di depan ruangan, Brisia disambut oleh Jeno dan Alvero yang menatapnya khawatir. Siapa yang tidak khawatir saat mendengar sahabat yang bahkan tidak pernah marah, kini menampar seorang laki-laki.
“Lo gak terluka, kan?”
“Besalus gak mukul lo?”
“Apa yang sakit? Bilang sama gue!”
Pertanyaan beruntun dari satu orang yang sama membuat Brisia kesal sendiri. Gadis itu sudah berancang-ancang ingin menampol kepala Jeno seperti biasanya.
“Ish Jeno berisik!” Sepertinya sifat gadis itu sudah kembali seperti biasanya. Yang ditunjukkan kepada Ralph tadi hanyalah kamuflase supaya tidak ada yang bermain-main lagi dengannya setelah ini.
“Gue kan nanya!” Jeno mencebikkan bibir.
Alvero menghela nafas lelah dan membawa Brisia berlalu dari hadapan sahabatnya yang lebay itu.
Sedangkan di ruang BK ...
“Siapa yang sudah kamu hamilin, Ralph?” tanya Bu Menik berusaha sabar karena sejak tadi murid di depannya itu tak kunjung memberikan jawaban.
Ralph menggeleng masih mencoba mengelak.
Bu Menik mengurut keningnya, mencoba mencari ide dan jalan terbaik untuk ini. Hingga sebuah lampu muncul di otaknya.
“Baiklah jika kamu tidak mau menjawab. Ibu akan meminta kepala sekolah memanggil dokter kandungan dan mengecek seluruh siswi disini. Jika terbukti ada yang hamil, maka tidak ada pembelaan lagi untuk bersekolah disini. Karena moto sekolah adalah, Ber-Etika.”
***
Lenox Hill Hospital kali ini menjadi saksi bahwa Ralin masih berjuang untuk hidup. Nebulizer yang membungkus hidungnya menjadi jawaban bahwa gadis itu masih bernyawa sampai detik ini.
Di kamar, Ralin hanya seorang diri karena Mores mendapatkan panggilan mendadak dari kantornya yang masih dalam masa ribet akibat pindah mendadak. Namun penjagaan di depan pintu kamar tak pernah lenggang sedikitpun.
Seorang pria berusia 23 tahun memasuki ruangan dengan jas putih kebanggaannya. Pria itu merupakan Anderson Maviliatte, dokter muda yang kebetulan mendapatkan tugas untuk membantu pengobatan Ralin hingga sembuh. Mores sendiri yang mencari Dokter Ander dan memintanya langsung dari rumah sakit terbesar di New York. Pria itu berasal dari Indonesia sebenarnya. Hanya saja otaknya di atas rata-rata hingga bisa menjadi dokter hebat seperti sekarang.
Dokter Ander, panggilan untuknya.
Pria itu mengecek detak jantung Ralin dan mencari kesamaan dari mesin Elektrokardiogram yang menjadi penghubung. Dokter Ander juga mengecek kondisi penglihatan Ralin yang ternyata normal.
Puji Tuhan ...
Mendapat amanat mengurus anak salah satu bos pertambangan tidak membuat Ander bahagia karena nyawa sebagai taruhannya. Jika disuruh memilih, lebih baik Ander mendapatkan gaji kecil asal bisa bekerja santai.
Saat sedang mencatat sesuatu, pandangan Ander teralihkan karena mendapati Ralin yang kejang akut. Disaat itu juga, Ander dilanda rasa takut yang teramat besar. Akankah karirnya tamat setelah ini?
***