55. Amarah Mores

1239 Kata
Keadaan di dalam ruang rawat Ralin pagi ini terasa hening meskipun lumayan banyak orang berada di dalamnya. Jeno yang biasanya terlihat sengklek pun kini mendalami peran sebagai seorang coolboy. Di samping ranjang, Mores menelungkupkan kepalanya pada tangan sang putri. Meskipun tertidur, namun pergerakan pria itu terlihat sekali jika tidak tenang. Bahkan Mores belum mengisi perutnya dengan sarapan. “Anak Papi kapan bangun?” ujar Mores mengelus kepala putrinya. Tok! Tok! Alvero segera membuka pintu karena ia sudah menebak jika yang mengetuk adalah orang suruhannya. “Tuan muda, ini pesanannya untuk sarapan,” ucap seorang pria paruh baya. “Terima kasih, Pak,” balas Alvero yang langsung diangguki Bapak itu. Setelah menutup pintu, Alvero meletakkan bungkusan berisi makanan itu ke atas meja. “Lo berdua makan dulu. Gue mau panggil Papi,” titah Alvero yang melenggang kearah Mores. “Pi ...” panggil Alvero pelan. Mendengar panggilan pelan, Mores segera menegakkan badannya dan menatap penuh Alvero. “Makan dulu, Ralin pasti gak suka lihat Papi kayak gini.” Penuturan Alvero membuat Mores tercenung. Anaknya pasti tidak suka melihat dirinya yang lemah seperti ini. Paling parah, Ralin aku menertawakan dirinya. “Oke.” *** Di kontrakan, Ralph sejak tadi mondar-mandir dengan tangan yang memegang dadanya. Perasaannya mendadak tidak karuan dan tiba-tiba saja muncul Ralin dalam benaknya. “Cleon, kamu kenapa?” Munculnya Chloe dari arah belakang membuyarkan khayalan Ralph. Pemuda itu segera menoleh dan menggelengkan kepalanya. “Gak apa. Lagi inget ada tugas aja,” alibi Ralph. Chloe memicing sebentar kemudian mengangguk pelan. “Aku udah buatin sarapan. Kamu makan sana sekalian bangunin Sela. Mama lagi di depan nyiram bunga,” titah Chloe sebelum berlalu dari hadapan Ralph. Wanita itu harus segera berganti seragam supaya tidak terlambat. Setelah Chloe berlalu, Ralph langsung menghembuskan nafasnya lega. Entah kenapa tiap kali melihat Chloe, selalu saja muncul pemikiran negatif setelahnya. Kepala Ralph menggeleng pelan mengusir pikiran gila itu karena tak baik berpikiran negatif kepada wanita yang sedang mengandung anaknya. “Ralph, kamu gak siap-siap ke sekolah? Nanti terlambat, loh,” tegur Andara yang kebetulan melintas dan berniat menuju dapur. “A—ah iya, Ma. Ralph ke kamar dulu,” pamit Ralph. Andara geleng-geleng kepala kemudian menuju kamarnya berada karena ingin membangunkan sang putri. “Adek, ayo hangun.” Tangan Andara sibuk mengguncangkan tubuh mungil anaknya. Sela menggeliat seraya mengucek matanya perlahan. “Mama?” Andara segera mengangkat tubuh mungil itu dan Sela memanfaatkan waktu untuk menemplok pada Mamanya. “Pagi, Tante,” sapa Chloe kala Andara akan menuju ke kamar mandi. “Pagi, Chloe. Jangan kecapekan loh. Tante mau mandikan Sela dulu ya,” tutur Andara. Sela yang mendengar ucapan Mamanya langsung membuka matanya lebar-lebar dan memaksa turun. “Sela udah besal, bisa mandi sendili,” ucap Sela dengan bibir cemberut. Andara dan Chloe yang melihat itu langsung tertawa karena wajah Sela sangat menggemaskan. “Ya udah, Mama mau bantu Kakak Chloe dulu ya.” “Oke, Mama.” Gadis kecil itu segera mengacir ke kamar mandi. Sementara itu Andara merangkul bahu calon menantunya menuju ruang tengah. *** Atas paksaan para bocil berstatus sebagai sahabat anaknya, Mores akhirnya mau pergi ke kantor dengan iming-iming Ralin akan sadar setelah dia pergi bekerja. Mores bodoh? Tidak! Hanya saja Mores percaya jika anaknya akan sadar ketika dia tidak berada disana. Anggap saja sebagai bentuk kejutan dari sang putri. “Selamat siang, Tuan. Anda terlihat lelah sekali,” sapa Aksa khawatir akan wajah bosnya. “Tidak, Aksa. Aku hanya sedikit mendapat beban. Bisa kau membantuku?” Aksa dengan semangat mengangguk. Sebagai bawahan yang taat, tentu saja Aksa bersedia diperintahkan apapun oleh Mores. Asalkan tidak bertarung melawan binatang buas. Membayangkan saja sudah membuat Aksa bergidik. “Apa yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Aksa langsung. “Cari info mengenai siapapun yang sudah menyakiti putriku selama eum ... Beberapa bulan ini atau sejak awal dia dikawal oleh bodyguard nya. “Baik, Tuan. 15 menit saya pastikan selesai. Saya permisi.” Aksa segera berlalu dari hadapan Mores supaya pekerjaannya bisa cepat dilakukan. Mores mengangguk dan melangkah menuju ruangan pribadinya dengan wajah datar. Seperti itulah Mores ketika di luar rumah. Ketika sudah berada di ruangan, Mores langsung menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesaran. Sejujurnya dia sedang tidak enak badan beberapa hari ini. Demi Ralin, dia akan melakukan apapun. Tok! Tok! Mendengar ketukan pada pintu, pria itu langsung menegakkan badannya dan merapikan jasnya sebentar. “Masuk.” Aksa memasuki ruangan dengan membawa beberapa map beserta laptop di tangannya. Mores masih memperhatikan gerak-gerik tangan kanannya tersebut. “Tuan, kunci utama segala permasalahan ada pada seorang gad—wanita bernama Chloe,” tutur Aksa yakin. Dahi Mores mengerut karena tak merasa kenal dengan nama yang sudah disebutkan oleh Aksa. Paham dengan kebingungan bosnya, Aksa segera menjelaskan. “Chloe adalah mantan rekan kerja Ralph, saat di cafe. Wanita itu bisa dikatakan mencintai Ralph namun tidak berani mengungkapkan. Namun sepertinya nasib sedang berpihak kepadanya karena pada akhirnya Chloe hamil anak dari Ralph.” Mata Mores langsung berubah tajam setelah mendengar penjelasan sang tangan kanan. Aksa sendiri sampai ngeri dibuatnya karena wajah atasannya sekarang benar-benar mengerikan. Mencoba membaca berkas itu sekali lagi, Mores Lalu menutupnya. “Hamil?” ulang Mores dengan mata terpejam, berharap pendengarannya salah. “Benar, Tuan,” sahut Aksa sekalipun takut. Brak! Amarah Mores kali ini sepertinya tidak dapat diredam lagi. Pria itu membanting berkas dan mengacak-acak seluruh berkas yang berada di ruang kerjanya. “b*****h!” umpat Mores. “Selidiki wanita itu segera. Cari hingga keluarganya!” “Baik, Tuan!” hormat Aksa segera mengacir sebelum mendapat amarah dari bosnya. Selepas Aksa pergi, Mores langsung memukuli kepalanya sendiri. “Andai Papi gak sibuk dan ninggalin Ralin, pasti sekarang Ralin baik-baik saja.” *** Jam istirahat di SMA Bengawan sudah terdengar sangat kencang. Satu-persatu guru yang mengajar juga mulai meninggalkan ruangan kelas. Tak terkecuali para muridnya yang juga berhamburan menuju kantin. Ralph sendiri sudah meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Tangannya tanpa sengaja menyenggol kepala Zigo yang membuat si empu menggerutu. “Gak sopan lo!” tukas Zigo sebal. “Eh sorry hehe ...” Dengan tanpa rasa bersalah, Ralph meninggalkan Zigo dan berjalan menuju tempat duduk Chloe. “Ayo kantin. Lo harus makan,” ajak Ralph dengan tangan terulur. Chloe tersenyum namun tidak menerima uluran tangan tersebut karena malu diperhatikan intens oleh Zigo. Wajar saja Zigo memperhatikan keduanya karena memang ia belum mengerti dengan apa yang terjadi. “Lo berdua ada ehem-ehem ya?” tuding Zigo namun tak dipungkiri jika wajahnya menunjukkan kebahagiaan besar. “Ehem-ehem apa sih?” bingung Ralph. Sedangkan pipi Chloe merona karena tau jika sedang di ceng-in oleh temannya. “Halah ... Udah deh, sok kantin bareng.” Zigo bangkit dari duduknya karena tak kuat melihat keuwuan yang terjadi di depan matanya. Ketiga orang itu berjalan beriringan menuju kantin tanpa peduli tatapan sinis dari murid-murid di sekolah. Hanya butuh waktu tiga menit kini mereka bertiga sudah tiba di salah satu meja berisikan empat kursi. “Gue yang pesen deh, lo berdua mau apa?” tawar Zigo kepada dua sahabatnya. Iya, Zigo sekarang sudah menganggap Chloe sahabatnya juga. “Aku samain aja,” sahut Chloe. “Gue juga deh,” timpal Ralph. Zigo melenggang menuju salah satu stand dengan wajah acuh. Sedangkan di tempatnya, Ralph membisikkan sesuatu kepada Chloe. “Lo masih mual gak?” “Enggak ...” cicit Chloe karena malu menjadi tontonan murid di kantin. Ralph mengangguk lalu mengedarkan pandangannya. Alisnya menukik saat tak mendapati Rab'J berada disana. Mereka kemana? Tumben banget. Batin Ralph menerka. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN