“Lo berdua mau bareng ke kantin gak?”
Pergerakan Jeno dan Alvero yang sedang fokus pada game nya berhenti setelah mendengar pertanyaan dari Ralin. Keduanya mem-pause game tersebut dan menatap sahabatnya yang bertanya tanpa menatap mereka.
“Duluan aja,” jawab Jeno dengan suara datar.
Ralin yang mendengar cara bicara Jeno langsung mengernyitkan dahinya heran. Namun ia langsung menepis pikiran anehnya. Gadis itu mengangguk kemudian menarik lengan Brisia tanpa sadar hingga sang empu memekik kaget.
“Ralin apaan sih!”
Tersadar dengan apa yang dilakukan, Ralin langsung melepas cekalan tangannya kemudian berjalan terlebih dahulu. Brisia yang bingung hanya bisa mengekor dari belakang.
Selepas kedua sahabat perempuannya pergi, Jeno dan Alvero saling tatap dan mengangguk.
Kini kedua pemuda dengan tabiat sombong itu melintasi koridor khusus murid-murid besalus yang memang letaknya cukup jauh dari jangkauan. Setibanya di depan kelas, Jeno langsung melenggang masuk dan mengedarkan pandangannya.
“Lo berdua mau cari siapa?” Seorang murid laki-laki dengan badan yang gempal menghampiri Jeno dan Alvero takut-takut. Meskipun jarang berhadapan langsung, namun cowok itu tentu saja tau siapa dua orang di depannya.
“Bes –maksud gue Ralph.”
Pemuda berbadan gempal itu menggeleng. “Udah keluar sama Zigo sama murid baru tadi.”
Tanpa mengucapkan terima kasih, baik Jeno maupun Alvero berlalu meninggalkan pemuda yang sejak tadi menahan nafas karena takut tersebut.
“Untung lo gak dibogem, Sen,” ucap teman sekelasnya menenangkan.
Sean mengangguk patah-patah sebagai jawaban.
Kembali pada Jeno dan Alvero, kini kedua orang itu melangkah ke suatu tempat yang sangat mungkin untuk dikunjungi para besalus tersebut. Gotcha! Dari kejauhan Jeno bisa melihat jika orang yang dicarinya sedang berjalan menuju pintu kantin.
“LO UDAH SEMAKIN NGELUNJAK, YA!”
Sebelum Ralph semakin menghilang dari pandangan, Jeno akhirnya berteriak cukup lantang hingga membuat atensi mereka yang berada di dekatnya teralihkan. Termasuk Ralph, Zigo, serta Chloe yang sudah berbalik arah. Terlihat jelas jika kening Ralph mengernyit karena melihat wajah penuh amarah Jeno.
“Cleon ... Kamu ada masalah sama mereka berdua?” Chloe yang berada di sebelahnya langsung menarik ujung seragam Ralph karena takut terjadi sesuatu atau bahkan baku hantam di kantin.
“Gak ada, tenang aja,” ucap Ralph tenang.
Zigo yang diam saja kini menyilangkan kedua tangannya sembari menunggu kehadiran Jeno dan Alvero. Pemuda itu sepertinya sudah siap adu mulut dengan salah satu teman dari gadis yang sangat dibenci olehnya.
“Gue kasih pilihan sekarang. Lo pilih Ralin atau cewek gak berguna di samping lo ini?” Tanpa basa-basi Jeno melayangkan pertanyaan yang membuat Ralph bungkam sesaat.
“Gue pilih C...”
***
Ralin seperti biasa menenggak realfood sembari menunggu Brisia yang sedang memesan di salah satu stand. Saat mengecek ponselnya, seruan dari arah belakang membuatnya menoleh.
Januar dan Samuel.
Dalam benak Ralin, apakah dua orang itu menjalin hubungan istimewa sehingga selalu bersama dimana pun? Ralin menggeleng menepis pikiran gilanya.
“Ada apa? Mengapa kau menggeleng seperti itu?” heran Januar dengan kernyitan di dahinya.
“Gue boleh tanya?” Ralin menatap Januar dan Samuel dalam, membuat Samuel deg-degan sendiri dibuatnya. Namun pemuda tampan itu sadar jika tak boleh melirik gadis tersebut.
“Apa?” Bukan Januar yang menyahut, tetapi Samuel yang terlampau penasaran.
“Gue lihat sejak lo berdua jadi murid baru, kemana-mana selalu bareng. Lo berdua punya hubungan spesial?”
Mata sepasang Alpha dan Beta itu membulat sempurna setelah mendapat pertanyaan seperti itu. Samar-samar telinga Ralin mendengar suara geraman halus yang entah darimana asalnya. Samuel yang menyadari langsung menyikut lengan Alpha-nya secara sopan.
“Aku tidak memiliki hubungan spesial dengan Samuel selain teman biasa.”
Dan Samuel benar-benar mengelus d**a karena jawaban yang diberikan oleh Januar. Dia seakan tak dianggap padahal dalam dunia serigala, perannya begitu penting.
“RALIN ... BRIS BAWAKAN BATAGOR!”
“LO UDAH SEMAKIN NGELUNJAK, YA!”
Dua teriakan dari sudut yang berbeda membuat Ralin turut mengalihkan pandangannya. Gadis itu merotasikan mata hingga berhenti pada satu sudut di pintu kantin.
Jeno, Alvero, Ralph, Zigo, dan ... Chloe.
Entah apa yang terjadi namun di segala situasi selalu ada gadis itu dan selalu menjadi sumber masalahnya.
Oke, Ralin dengan aesthetic memperhatikan Jeno yang sedang berbincang dengan Ralph. Lebih tepatnya menghardik. Sembari menerima suapan dari Brisia yang sejak tadi memaksa dirinya untuk makan, Ralin mendengarkan pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan Jeno. Hingga sebuah pertanyaan membuatnya dilanda penasaran.
“Gue kasih pilihan sekarang. Lo pilih Ralin atau cewek gak berguna di samping lo ini?”
Dan sebuah pertanyaan yang terlontar membuat Ralin berdebar tak karuan. Namun ia dengan penuh rasa percaya diri meyakini jika Ralph akan memilihnya, sebelum sebuah jawaban terlontar dari bibir Ralph tanpa ada unsur paksaan sedikitpun.
“Gue pilih Chloe.”
Bugh!
Sebuah bogeman mentah mendarat pada pipi Ralph. Emosi yang sejak tadi ditahan pada akhirnya diutarakan oleh Jeno. Mata pemuda itu memerah dengan kedua tangan yang mengepal sempurna.
“Bastard! Lo sebenernya suka atau cuma manfaatin sahabat gue, hah?!”
Ralph dengan dibantu Zigo yang sama kagetnya perlahan menegakkan badan. Sementara Chloe tak berani mendekat karena sejak tadi tatapan menghunus itu membuatnya takut. Apalagi seluruh warga sekolah yang turut mencaci dirinya karena dianggap perebut.
“Gue suka sama Ralin, gue sayang, gue cinta sama dia,” tegas Ralph tanpa ragu. Jawaban itu membuat batin Zigo bersungut. Bisa-bisanya sahabatnya itu masih menyanjung bahkan mengakui perasaannya pada gadis yang membuat hidupnya seperti babu.
Zigo seolah tidak sadar diri jika semua permasalahan berawal darinya. Jika tangan lancang itu tidak membogem Ralin, otomatis sahabatnya itu tidak akan terikat dengan Ralin karena menggantikan dirinya.
“Ralph!” sela Zigo namun dibalas dengan sebelah tangan terangkat oleh Ralph.
“Gue emang cinta sama Ralin. Tapi ini semua gak akan terjadi kalau dia gak mencelakai Chloe sampai dia divonis dokter menderita Parkinson,” terang Ralph membuat seisi kantin terkejut.
Apa yang dilakuin Ralin?
Setahu gue dia gak pernah main kekerasan
Kasian juga Chloe sampai sakit kayak gitu
Gue sejak awal gak respect sama dia sih
Kayaknya dia gak sepenuhnya salah
“STOP ... BUKAN RALIN YANG SALAH! TAPI DIA!” Teriakan Brisia menggema ke segala penjuru sembari memegang tangan seorang gadis yang sangat mereka kenali.
Ngapain tuh cewek ganjen?
Kenapa tiap ada problem selalu ada dia
“APAAN SIH, LO?!” Gadis yang sejak tadi dicekal oleh Brisia itu memberontak tak terima. Pandangannya menatap ke segala penjuru yang terlihat mencemooh dirinya.
“Gara-gara Cindy, sahabat Bris harus difitnah. Dasar kriminal!”
Kali ini yang terkejut adalah para sahabatnya. Mereka menatap Brisia tak percaya karena gadis itu bisa melontarkan kalimat tak terduga.
“Bris ... Cukup,” cegah Ralin saat Brisia akan menjambak Cindy.
Brisia yang dicekal hanya bisa memberontak dengan air mata mengalir. “Bris gak suka kalau ada orang yang usik sahabat Bris! Bris gak suka dia bicara yang enggak-enggak tentang sahabat Bris.” Raungnya kemudian menjambak Cindy yang terlihat lengah.
Alvero segera menghampiri Brisia yang semakin hilang kendali. Dia tak mau jika seisi sekolah tau apa yang terjadi pada gadis manis dan cerewet seperti Brisia.
“Aku saksi mata yang melihat semua kejadian di toilet saat murid baru itu jatuh.”
***