Bagian 25 - Matton, Ketua Para Juri

1300 Kata
Daftar list murid penguji sudah sampai ke tangan juri penguji s*****a. Juri-juri ini tak jauh tempatnya dari teater tempat latihan para murid. Ketua dari para juri adalah Matton. Ia sangat kasar dan tegas. Ia sangat taat pada peraturan dan tegas saat mengambil keputusan. Semua juri penguji tunduk padanya. Matton adalah juri terlama. Sebelumnya ia seorang penguji s*****a. Ia memberikan tugas tersebut kepada murid-murid baru dan naik pangkat menjadi juri pada s*****a yang terpilih untuk dipertarungkan.  Matton memiliki tubuh yang besar dan gagah. Di wajahnya terlihat kerutan yang cukup banyak sebagai tanda betapa berpengalamannya ia menjadi juri. Rambutnya putih dengan mahkota yang terbuat dari duri murni dan mahal di kepalanya. Mahkota itu menandakan kekuasaannya di antara para juri penguji s*****a. Matton menerima list para penguji s*****a elit. Ia duduk di ruang kerjanya, dan menganalisa nama-nama yang dikirim kepadanya. Dari Askalafos, ia mengirimkan dua murid kembar. Dua muridnya itu bernama, Fonoi dan Frike.  Matton berkomentar, “Aku menyuruhnya untuk mengirimkan satu murid untuk dijadikan penguji s*****a level awal. Tapi, dia malah merekomendasikan dua!” Ia sebenarnya ingin marah. Tapi, karena alasan yang diberikan oleh Askalafos bahwa dua muridnya kembar, ia mencoba untuk memaklumi. Dikepala Matton masih bisa menerima bahwa seseorang yang kembar sudah seperti satu daging dan saling melengkapi.  Ia membaca list lain. Amfiaraus mengirimkan muridnya yang bernama Ponos. Empusa mengirimkan murid bernama Ladon. Sedangkan Erebus mengirimkan lima nama murid kepada para juri. Nama murid yang dikirimnya adalah Kirk, Muses, Paeon, Motton, dan Panakea. Wajahnya langsung memerah seperti teko yang berisi air yang mendidih. Ia sangat marah. Ia memanggil asistennya, yang termasuk juri juga. Ia menangani bagian ini. Namanya Aporia. Ia masuk dengan tergesa-gesa saat Matton memanggilnya dengan kuat. “Apa ini? Apa data Erebus salah? Mengapa lagi-lagi ia mengirimkan murid sesuka hatinya? Dia yang disuruh untuk menguji mereka. Tapi, malah kita yang disuruh untuk menguji sekaligus memilih! Aku hanya menyuruh dia untuk memilih satu murid. Kenapa yang dikirim lima? Kau tahu ini bukan?” Tanya Matton. Aporia menunduk. berkali-kali ia harus terkejut karena bentakan Matton yang sangat kuat. Ia juga tidak tahu harus berkata apa. Ini adalah masalah Matton dan Erebus. Mengapa ia selalu mendapat getahnya saja.  “Saya tidak tahu tuan Matton. Dia memberikan nama lima murid itu kepada saya. Ia berkata bahwa kelima murid itu pasti hebat dan anda tidak akan kecewa. Ia tidak bisa memilih dari kelima itu!” Ucap Aporia dengan lembut. Ia tidak ingin menggunakan suara yang kasar juga. Bisa-bisa Matton akan semakin marah. “Saya hanya menyuruhnya memilih salah satu. Tidak meninggalkan tugas dengan memberikan sebanyak ini rekomendasinya!” “Tuan tahu kan bahwa Erebus selalu benar saat memberikan rekomendasi? Ia seperti bisa meramal, mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan para petarung. Makanya saya tidak mempermasalahkannya.” Kata Aporia mencoba untuk menenangkannya. “Baiklah, memang generasi sebelumnya, ia juga seperti itu! Terkadang prediksinya tidak salah. Aku akan membuat pertarungan khusus bagi kelima murid ini! Siapkan arena api untuk mereka. Aku mau melihat seberapa hebat kelima murid ini!” Kata Matton kepada Aporia. Ia pun pergi dari hadapannya.  Matton kembali melihat list murid yang terpilih oleh penguji s*****a elit. Hekate, penguji s*****a elit lain mengirimkan muridnya, Geras. Matton mengangguk. Ia cukup kagum karena Hekate masih tetap mengirimkan murid, meski muridnya hanya sedikit, tetapi masih ada yang layak untuk dihasilkan.  Kemudian ia membaca tentang murid Kerberos. Ia mendapatkan dua slot murid untuk dikirimkan kepada penguji di generasi ini. Yang terpilih adalah Kerkop dan Karme. Penguji s*****a Keuthonimos memilih satu murid untuk dikirimkan. Namanya Eleos. Yang terakhir adalah Kharon. Ia mengirim satu muridnya bernama Sofrosine.  Matton sudah mengecek semua nama murid-murid yang dikirimkan kepadanya. Sekarang tinggal menjumpai murid-murid tersebut dan menguji mereka langsung di lapangan. Seharusnya ia bisa bekerja lebih cepat. Tapi, karena Erebus yang mengirim lima muridnya, ia harus meluangkan waktu untuk melihat murid-murid itu. Ia masih kesal karena pekerjaannya menjadi bertambah.  Matton pergi ke ruang pertemuan bersama dengan beberapa juri penguji s*****a. Ada lima penguji s*****a yang ingin berdiskusi dengannya. Kelima juri penguji tersebut adalah Poine, Porus, Praxidike, Proioxis dan Soter. Mereka berkumpul di ruangan putih dengan hiasan bunga anggrek yang berwarna-warni yang menjalah di bagian bawah dindingnya. Ada meja bundar disana, dengan tempat duduk untuk enam orang saja.  Poine membuka catatan miliknya. Ia sudah mencatat semua pengaduan yang akan dibicarakannya kepada Matton. Ia sudah siap dengan wajah sinisnya menunggu Matton datang. Kelima juri itu sudah ada di ruangan. Mereka hanya tinggal menunggu Matton menemui mereka di sana. Mereka tidak ingin Matton menunda pertemuan ini lagi, karena ini sudah kesekian kalinya ia menunda pertemuan ini.  Matton pun datang. Ia mencoba bersikap tenang untuk menghadapi kelima juri tersebut.  Poine langsung melemparkan kata-kata tajam kepadanya yang baru saja akan duduk.  “Akhirnya kau menunjukkan diri juga! Aku pikir kau sudah tidak ada lagi!” Ucap Poine. Matton tidak melihat wajah Poine. Ia menganggap ucapan itu tidak ada atau tidak mendengarnya. Yang lain hanya melihat sikap kedua orang tersebut yang saling menjatuhkan. Mereka tidak ikut-ikutan dalam sikap Poine yang kasar.  “Baiklah, kita bisa mulai! Apa yang ingin kita diskusikan?” Tanya Matton.  Poine langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Bahkan saat Matton memalingkan wajahnya, ia sampai-sampai berdiri dan memukul meja untuk memberikan suara. Yang lain tidak tunjuk tangan karena Poine pasti ingin lebih dulu di dengarkan.  “Silahkan!” Kata Matton. “Di catatanku hari ini adalah tentang standar pembuat s*****a. Aku merasa ada banyak pembuat s*****a gadungan yang membuat s*****a tanpa melakukan pengujian sebelumnya. Mereka pikir juri penguji s*****a yang akan menguji s*****a mereka sampai sempurna! Beberapa s*****a mereka sangat berbahaya dan mengakibatkan barang-barang di ruang penguji hancur karena s*****a yang tidak stabil. Ini siapa yang menerima hal-hal begini? Seharusnya juri yang mengurus administrasi tahu hal ini. Kenapa dibebankan kepada juri yang menguji s*****a secara langsung? Mengapa mereka tidak membaca spek dari s*****a yang dikirim, apa bahan-bahan yang digunakan, dan apa kelebihan s*****a itu?” Kata Poine seperti orang yang marah-marah.  Proioxis tunjuk tangan. “Aku setuju dengan yang dikatakan oleh Poine. Banyak sekali juri s*****a yang di bagian administrasi tidak memiliki pengetahuan s*****a. Mereka malas membaca spesifikasi dari s*****a yang diajukan, sehingga s*****a yang datang membludak. Seharusnya mereka juga ikut menyeleksi itu dari kertas pengajuan juga!” Ucap Proioxis. Soter angkat bicara. Matton mempersilahkannya. “Ini bukan saja mengakibatkan kepada juri yang melakukan pengujian. Tapi, juga bagi penguji s*****a yang baru. Mereka menjadi takut-takut dan menimbulkan prasangka. Mereka kadang sangking takutnya, menjadi mual, karena beberapa s*****a yang mereka uji di lapangan, mengenai para juri senior. Sehingga ada beberapa yang dikeluarkan. Padahal mereka tidak bersalah. Senjatanya yang tidak bisa terkontrol.”  “Apa ada lagi masalah yang lain?” Tanya Matton kepada mereka.  Praxidike mengemukakan masalah lain kepada mereka. “Masalah lain adalah mengapa para penguji elit tidak pernah melihat saat penguji s*****a level awal atau rendah sedang melakukan tugas mereka? Itu adalah murid mereka. Mereka seharusnya tetap mengawasi mereka dan juga memberikan saran ketika ada kesalahan dalam pengujian. Banyak juri yang mengeluh karena penguji s*****a yang dikirimkan kepada mereka kaku. Sehingga mereka harus memberikan pengajaran dan menghambat kelancaran penjurian.” Kata Praxidike. Ia sangat lambat mengatakannya. Suaranya keras tapi cempreng.  “Jumlah yang datang semakin membludak karena masalah pendaftaran yang tidak memilih-milih s*****a mereka. Semua yang mendaftar mereka terima. Belum lagi penguji s*****a awal yang sulit untuk beradaptasi dan perlu wawasan lebih. Juri s*****a jadinya harus meluangkan waktu untuk memberikan pengajaran kepada mereka dan s*****a yang diuji pun bertumpuk! Begitu bukan?” Kata Matton menyimpulkan.  Mereka semua mengangguk.  “Baiklah, kita akan rapat lagi. Kita akan ketemu satu waktu lagi dari sekarang, dan akan mengadakan rapat lagi. Aku akan memanggil kalian!” Kata Matton dan berdiri untuk pergi dari ruangan itu.  Poine menghalangi jalan Matton. Ia berbisik tanpa didengar oleh rekan-rekannya yang lain. “Seharusnya kau berhati-hati. Mahkota duri mu juga bisa hilang. Ini bukan ancaman, tapi peringatan!” Ucap Poine dengan pelan dan bernada kasar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN