Bagian 22 - Pertarungan Keuthonimos dan Kharon

1194 Kata
Kharon mendatangi Keuthonimos. “Apa yang salah denganmu?” Tanyanya.   “Apa?” Ucap Keuthonimos yang tak mengerti mengapa ia ditanya seperti itu.   “Lihatlah, murid-murid mu semuanya ketakutan!”   Keuthonimos melihat wajah murid-muridnya. Benar yang dikatakan oleh Kharon.    “Kau datang terlambat. Aku sudah selesai melakukan seleksi.   “Aku rasa kau sekarang sedang berambisi untuk membuktikan bahwa muridmu adalah yang terbaik diantara segalanya!” Ucap Kharon.    “Aku rasa kau benar!” Ucap Keuthonimos lalu mengangkat kakinya.    Kharon duduk di sebelahnya. “Sebaiknya kau berfokus pada standar juri penguji saja. Untuk apa kau memikirkan yang lain?”    “Kepalaku sakit memikirkannya. Mungkin aku harus menantang murid Kerberos, setelah itu hatiku baru puas.” Kata Keuthonimos.   “Apa kemenangan akan membuatmu  lebih tenang?”   “Tentu! Dengan begitu, kehormatan akan mengikutiku! Ya kan?”   “Itu tidak ada artinya! Kau ingat cerita Aether? Dia adalah seorang dewa monster. Awalnya, ia seorang yang sangat baik hati. Ia membantu penghuni surga dan menjaga keamanan surga. Tapi, suatu ketika ia ingin dihormati dan diberikan kekuasaan. Padahal, penghuni surga tidak boleh mendapatkan hal tersebut. Tidak ada yang boleh menjadi pemimpin Surga. Sayangnya, ia tetap bersikeras dan pergi berkelana untuk mencari benda sakti. Benda itu adalah..”   “Cermin batu!” Kata Keuthonimos menyambung. Kharon dan Keuthonimos tertawa. “Itu cerita anak-anak! Bisa jadi itu hanya cerita saja!” Ucap Keuthonimos.   Kharon melanjutkan, “Benar, memang cerita anak-anak. Tapi, mengajarkan yang baik. Kelanjutannya adalah, ia ditipu oleh dirinya sendiri. Ia berpikir cermin itu bisa membuatnya berubah menjadi seorang penguasa. Tapi, ternyata, ia menjadi batu. Ia terlalu percaya diri hingga membohongi kenyataan. Sikapmu sekarang seperti Aether yang memimpikan kekuasaan seorang pemimpin. Penghuni surga tidak boleh memimpin sesama penghuni. Kau tahu itu kan?” Kata Kharon yang telah selesai memberikan nasihat.    “Aku rasa kau benar!” Keuthonimos tersenyum dan sadar bahwa cara berpikirnya salah.    Keuthonimos menyuruh murid-muridnya untuk beristirahat. Mereka akan melakukannya lagi besok untuk menguji siapa yang akan dikirim kepada penguji. Ia tingga berdua bersama dengan Kharon di ruangan itu.   “Apakah kau akan melakukan pertarungan dengan muridmu besok?” Tanya Keuthonimos.    “Mungkin, tergantung suasana hatiku!”   “Aku rasa itu tidak benar! Suatu keharusan untuk memberikan penguji s*****a kepada para juri. Kau bisa kena sanksi karena tidak melakukannya dengan baik!” Ucap Keuthonimos mengatakannya dengan lucu, seperti sedang bermain-main.   “Kau terlalu khawatir. Tentu aku akan melakukannya! Besok kau mau melihatnya?”    “Sepertinya tidak! Aku harus mempersiapkan murid-muridku juga!”    “Baiklah.. masuk akal! Semoga kau mendapat murid yang bisa menjadi penguji s*****a generasi selanjutnya!”    “Tentu! Makasih!” Kata Keuthonimos.    “Bagaimana jika kita bertarung? Mungkin ini bisa mengembalikan semangatmu!” Kata Kharon.   Keuthonimos langsung tersenyum. Itu ide yang bagus. Ia sudah lama tidak menggunakan kekuatannya. “Apakah aku bisa menggunakan defence ku tanpa batas?”   Wajah Kharon langsung cemberut. “Tidak ada nada pemenang jika begitu caranya. Aku batasi penggunaan defence hanya dua kali saja!”   “Baiklah kalau begitu!” Kata Keuthonimos. Mereka berdiri dan masuk ke dalam lapangan. Mereka memilih s*****a mereka masing-masing.    Keuthonimos menggunakan cambuk panjang yang di setiap talinya ada duri kecil. Sedangkan Kharon menggunakan cambuk juga, tapi berbeda spesifikasi. Cambuknya bercabang tiga, dan pegangan di tangannya lebih panjang sedikit, tapi tidak memiliki duri-duri di sekitarnya.     Keuthonimos memulai serangannya. Ia berputar lalu mengarahkan cambuknya ke arah Kharon.    “Bisa juga!” Ucap Kharon yang melompat dan tidak mengenai dirinya.     “Aku tahu rahasia cambuk ini, sepertinya tidak masalah menggunakannya cepat!” Kata Kharon lagi. Ia mengaktifkan kekuatan s*****a tersebut. Ia memutar-mutar sambuk di atas kepalanya, lalu warna cambuk mulai berwarna biru. Ia langsung mencambuk dengan cepat ke tanah, dan mengarahkannya ke arah Keuthonimos. Dengan cepat serangan langsung mengarah kepada Keuthonimos tanpa harus menyentuhnya.    Keuthonimos tak sempat berlari. Ia menggunakan defence-nya. “Kau..” Kata Keuthonimos kesal, tapi ia tertawa. Ia tersudutkan karena serangan tersebut. Ia tidak tahu bahwa cambuk tersebut mengeluarkan semacam bayangan yang menghantamnya dari jauh. Jadi cambuknya bisa digunakan dengan jarak dekat.    Keuthonimos harus mencari cara mendekatinya. Ia belum menggunakan kekuatan istimewa cambuk satunya. Kharon terus menerus menyerang Keuthonimos dari kejauhan. Ia berpindah-pindah menghindari cambukan tersebut. Semakin lama, cambukan itu semakin cepat mengarah kepadanya.    “Ia sangat bersungguh-sungguh!” Kata Keuthonimos yang sedang mencoba menghindar. Kharon sudah menganggap ini serius. Keuthonimos tidak bisa bermain-main lagi.   Keuthonimos berlari dengan cepat, sambal menghindari serangan ke kanan dan ke kiri. Kadang Kharon bahkan melompat tinggi sehingga serangan itu bukan hanya mengarah ke tanah, tapi juga di atas kepalanya.    “Dia memang seperti monyet yang sangat lincah!” Ucap Keuthonimos kesal karena belum bisa membalas serangannya.    Ia semakin mendekat, dan mendekat. Saat sudah cukup jaraknya, Keuthonimos mencambuk Khanos dengan kuat. Ia melompat tinggi ke atas, dan dari atas ia mencambuk-nya ke arah Keuthonimos.    Keuthonimos tak bisa menghindar lagi. Ia langsung terjatuh ke tanah. Ia terkena serangan Kharon.   Keuthonimos tidak bisa mengharapkan s*****a itu saja. Ia butuh kekuatan lebih. Cambuk durinya harus dimaksimalkan. Dia tidak bisa menggunakan kekuatan biasa. Ia harus mengeluarkan kekuatan istimewa cambuk itu. Ia mencambuk tanah berkali-kali lalu, tanah bergerak. Sesuatu dari bawah tanah bergerak menuju Kharon. Saat sampai di pijakan kaki Kharon, tanah tersebut meledak. Kekuatannya sangat dahsyat. Kharon bisa menghindarinya. Ia bisa dengan cepat melompat tinggi untuk menghindari serangan itu.   “Baiklah, kita bisa melawannya sekarang. Satu dari atas dan satu dari bawah!” Kata Keuthonimos.   “Aku tampak takut!” Kata Kharon.      Keuthonimos berbicara dalam hati, ‘Kekuatan defence ku tinggal satu lagi. Aku harus mengalihkan perhatiannya.”   Keuthonimos menyerang Kharon semaksimal mungkin. Ia mencambuk tanah, lalu bom bergerak ke tanah menuju Kharon. Ia melakukannya bertubi-tubi dan tidak memberikan Kharon tempat untuk istirahat. Kharon tak mau kalah. Ia tidak mau Keuthonimos diam saja menatap serangan yang dilancarkan kepada dirinya.    Serangan Kharon melayang di udara. Keuthonimos harus memperlambat serangannya kepada Kharon. Ia takut sekali kalah. “Baiklah, ini saat yang tepat untuk menggunakan defence terakhirku!” Kata Keuthonimos.   Keuthonimos menggunakan defence-nya. Serangan Kharon pun tak berguna. Sudah ribuan kali ia menyerang, dan Keuthonimos tidak terkena sama sekali. Di saat defence masih aktif, Keuthonimos menggunakan cambukan di tanah lebih cepat dua kali lipat. Kali ini ia tidak mencambuk ke satu arah tempat Kharon berada, melainkan ke semua titik yang bisa saja dipijak oleh Kharon. Serangan itu sekarang berada di mana-mana. Kharon tersudutkan. Ia berusaha menghindari ledakan cambuk tersebut tetapi sangat sulit karena serangannya sendiri juga tidak berguna kepada Keuthonimos.   Kharon tak bisa menyerang Keuthonimos lagi. Karena banyaknya ledakan yang dibuat oleh cambuk Keuthonimos, ia harus menggunakan cambuknya untuk menghentikan serangan Keuthonimos. Ia menjauh sedikit lalu mengarahkan cambuknya kepada serangan Keuthonimos.      Satu cambukan Keuthonimos terlewatkan. Ia tidak sempat melompat. Kakinya terkena dan ia terjatuh. Keuthonimos memanfaatkan itu dan memberikan serangan terakhir ke arah senjatanya. Kharon yang terjatuh menutup mata, dan s*****a cambuknya hancur. Keuthonimos memenangkan pertandingan itu.   Ia melompat Bahagia karena senangnya. Ia pergi menuju Kharon dan mengucapkan terima kasih. Ia membantunya berdiri. “Terima kasih sudah mengalah!” Kata Keuthonimos pelan.   Kharon merasa bahwa itu bukanlah mengalah, tapi ia memang kalah telak. Ia menyeringai dan tidak membantah Keuthonimos.    “Aku rasa mood mu sudah balik!” Kata Kharon sambal membersihkan bajunya.   “Yup! Sekarang sudah lebih baik. Tak ku sangka, bertarung bisa mengembalikan mood-ku!” Kata Keuthonimos tersenyum. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN