Bagian 63 - Arae si Penjaga Pohon Kehidupan

1221 Kata
Mereka akhirnya sampai di halaman rumah di tengah-tengah pohon kehidupan. Mereka tampak kelelahan sementara Akhlis tidak menunjukkan sesuatu yang berarti. Mereka mendudukkan dirinya di tanah untuk beristirahat sejenak. Akhlis tidak menunggu mereka untuk bangkit. Ia tetap pergi dan mengetuk rumah tersebut. “Tok...tok…tok… Ada orang? Tolong buka!” Katanya berkali-kali dan mengatakannya seperti bernada. Kokytos dan Bia saling menatap. “Apakah dia sebenarnya waras?” Kata Kokytos. “Aku juga kadang berpikir seperti itu! Semoga saja apa yang dilakukannya benar!” Kata Bia. Akhlis mengetuk pintu tersebut, dan seseorang membukakan nya. Ia kaget melihat kedatangan Akhlis kepadanya. Ia sudah tua dan tubuhnya pendek. Kumis dan jenggotnya panjang dan berwarna putih. Ia memakai topi kurcaci yang berwarna hijau.  Akhlis melihat ke belakang dan berteriak kepada mereka untuk segera masuk ke dalam rumah mereka. Mereka berdiri dan berlari masuk. Mereka melihat rumah itu dipenuhi dengan warna-warni. Ada banyak sekali perabot di rumahnya yang tampak unik dan tidak pernah dilihat dimanapun. “Bagaimana caranya ia membuat ini?” Tanya Hebe sambil menyentuh sebuah lemari yang berbentuk kecil dan unik.  “Siapa mereka?” Tanya pemilik rumah. “Mereka adalah orang-orang yang membutuhkan bantuanmu!” Jelas Akhlis. Lalu ia memperkenalkan mereka satu-satu setelah penghuni rumah menyuruh mereka duduk. Mereka menyebutkan nama mereka satu-satu.  “Kenalkan saya Arae. Saya tinggal di daerah pohon kehidupan!”  “Darimana kau dapat benda-benda di rumah ini?” Tanya Hebe sambil melihat ke sekelilingnya. “Aku membuatnya sendiri dari pohon kehidupan yang sudah mati.” Jelas Arae. Ia tampak sangat ramah kepada mereka. Mereka kagum dengan cara Arae membentuk benda-benda tersebut. Ia tampak sangat terampil dalam memahat kayu. “Ini akan sangat berguna jika dibagikan ke seluruh penghuni surga! Warna yang kau pilih sangat indah. Aku menyukainya!” Kata Hebe lagi. “Terima kasih! Jadi apa yang kalian inginkan?” “Kami menginginkan buah darah! Apakah ada?” Kata Akhlis. “Kalian terlambat. Buah di rumah ini sudah habis. Kalau mau kalian bisa ambil sendiri. Tapi, itu berbahaya!” Kata Arae. Mereka tampak sedih. Tapi, ia memberikan jalan keluar.  “Kalian bisa mengambilnya sendiri. Tapi, itu akan sulit. Itu bisa membuat kalian luka-luka atau bahkan mati karena racun.” Kata Arae menjelaskan. “Dimana mengambilnya?” Tanya Bia. “Pohon kehidupan menghasilkan buah darah. Saat mengambilnya, kalian akan diserang oleh akar-akarnya yang bergerak. Itu sangat sulit.” Jelas Arae dengan serius. “Sebelumnya, bagaimana caramu untuk mengambil buah itu?” Tanya Kokytos. “Aku mengutip yang jatuh. Tapi, tidak pernah mengambilnya dengan memanjat. Itu sangat berbahaya. Kau lihat banyaknya akar-akar gantung itu. Saat kau memijak batangnya, maka akar-akarnya akan menyerang mu dari segala arah!” Jelas Arae lagi lebih dramatis. Akhlis langsung menyerah. “Kita tidak bisa melakukannya sekarang. Kita tunggu saja hingga buah itu jatuh!” Katanya. “Tidak mungkin. Itu akan sangat lama!” Kata Arae. Bia tidak ingin menunggu lama. Ia tidak mau menunggu hingga itu terjadi. Senjatanya belum juga selesai. Ia harus mengirimkan s*****a itu sesegera mungkin. Tidak ada waktu untuk berlambat-lambat lagi.  “Jangan, aku akan coba untuk naik ke atas. Apa boleh menggunakan s*****a?” Tanya Bia. “s*****a akan menyakiti pohon. Tapi, jika tidak memakainya, tidak mungkin bisa!” Kata Arae. “Apa yang kalian inginkan dari buah ini?” Tanya Arae lagi setelah melihat wajah mereka yang sedang memikirkan cara untuk naik ke atas. “Kami ingin memanggil ibu Kokytos kembali ke Surga!” Jelas Bia. “Maksud kalian ritual terlarang itu? Kalian yakin ingin melakukannya?” Tanya Arae. “Tentu!” “Itu sangat beresiko. Mengapa kau membuat mereka dalam masalah!” Kata Arae melihat Akhlis. “Mereka mau.. dan mereka ingin..” Kata Akhlis dengan mudahnya. “Sudah melakukan perjanjian?” Tanya Arae lagi. “Ya!” Angguk Akhlis dengan memajukan bibirnya. “Semoga kalian berhasil!” Ucap Arae yang tidak tahu harus berkata apalagi karena semua sudah terlanjur. “Kalian harus mencoba untuk mengambil buah itu! Kalian harus cepat sebelum kontrak itu tidak berlaku, dan kalian dianggap melanggar kontrak.” Jelas Arae. “Aku akan buat sebuah s*****a agar bisa naik ke atas!” Ucap Bia.  Bia mulai membuat s*****a agar mereka bisa memakainya untuk naik ke atas mengambil buah darah. Ia mengambil bahan-bahan milik Arae di gudangnya, dan membuat s*****a berdasarkan bahan yang ada. Ia melakukannya dengan cepat dan mudah tanpa waktu yang lama. Ia mengaitkan sebuah sepatu dengan per yang bisa membantu pemakainya melompat. Ia membuat dua pedang kecil dan juga pedang yang lengket di kedua lengan. Pedang-pedang itu yang bisa membantunya untuk menghindari pukulan dari akar gantung pohon tersebut. Mereka berkumpul di luar halaman dan melihat ke atas, melihat betapa tingginya pohon tersebut dan mencari cara terbaik untuk dapat naik ke atas. Mereka masih berpikir siapa yang paling baik untuk naik ke atas. Mereka sedang menunggu Bia keluar dari garasi Arae yang sedang membuat s*****a. Akhirnya selesai. Bia memperlihatkan s*****a yang ia buat kepada Area dan juga yang lainnya. Mereka berembuk siapa yang bisa mengambil buah darah tersebut. Mereka membutuhkan seseorang yang ringan dan juga lincah. Bia merelakan dirinya untuk memanjat. Tapi, ia memiliki keluhan dalam menggunakan s*****a. Ia tidak terlalu bisa untuk bertarung dan berat badannya juga besar. Kokytos ingin melakukannya, tapi ia lebih parah dari Bia. Ia sama sekali tidak bisa bertarung dan juga penakut.  “Aku saja!” Kata Hebe mengangkat tangan dan mengambil s*****a buatan Bia tersebut lalu memakainya dengan cepat tanpa bertanya cara menggunakan s*****a tersebut. Kokytos melihat Hebe yang mencalonkan dirinya. Ia merasa kecil hati karena seorang wanita lebih berani darinya. Tapi, sebenarnya itu tidaklah masalah. Sebuah skil diperlukan untuk bisa memanjat ke atas. Hanya Hebe yang bisa diharapkan disini. Hebe dengan percaya diri bisa melakukannya. Meski ia tampak meragukan dari luar, tapi melihat raut wajahnya, ia bisa melakukannya. Ia dipegang oleh Bia saat memakai sepatu yang ditempel per. Ia tidak bisa berdiri dengan baik saat menggunakan s*****a tersebut. Ia mulai melompat sedikit demi sedikit hingga per tersebut membawanya ke atas. Mereka melihat bagaimana cara Hebe menggunakan per itu sedikit demi sedikit. Ia mengayunkan terus menerus dan berdiri dengan baik di ranting pohon kehidupan. Akar-akar pohon mulai bergerak ke arah Hebe dengan cepat. Hebe harus melompat untuk melindungi dirinya dari pukulan kar yang masih tidak terlalu banyak. Saat ia berada di atas, ia juga harus berfokus pada buah yang akan diambilnya. Ia melompat kecil dari satu ranting ke ranting lain dan akar-akar menyerangnya. Akar-akar yang datang ke arahnya semakin banyak. Akar-akar itu sangat kuat, dan pukulannya yang datang bertubi-tubi. Hebe menggunakan pedangnya, dan beberapa kali pedang di lengan nya membantunya untuk membuat akar-akar itu terputus. Ia tidak menunggu hingga akar-akar tersebut berhenti menyerang. Ketika ada kesempatan ia melompat semakin ke atas. Ia menggunakan putaran saat melompat. tubuhnya yang kecil sangat memudahkannya untuk menghindari akar-akar yang bergabung membentuk jaring untuk melawannya. Semakin ke atas semakin sulit, tapi saat di puncak, tak ada lagi akar yang menyerangnya. Ia melihat buah yang bisa dipetik. Ia lupa menanyakan buah seperti apa yang harus dipetik. Ada tiga warna buah yang dilihatnya. Buah-buah di kanannya berwarna hijau, kuning. Sedangkan di kirinya, sedikit jauh ada buah yang berwarna ungu. Ia tidak tahu harus memilih yang mana. Besar buah itu cukup besar, seperti sebuah semangka yang memiliki berat satu kilogram. Ia tidak punya pilihan. Ia memetik ketiga nya dan membawanya kepada mereka. Cukup sulit untuk memotong buah itu. Ia terjatuh dan untungnya ia tercampak di sebuah ranting besar. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN