Mencoba Menjelaskan

1196 Kata
Asoka menunggu respon Nayya dengan perasaan ketar-ketir. Gadis itu yang terlihat hanya berdiri di tempanya dan sepertinya ia memikirkan sesuatu. Semoga saja ia terpengaruh kebohonganku. Harap Asoka. “Hmm… begitu ya, baiklah. Aku akan menunggu di kamar saja. Tapi, aku sudah tidak sabar bertemu dengannya. Aku rasa tidak perlu sampai menyiapkan kejutan untukku segala. Kepulangannya sudah merupakan kejutan untukku, tuan Asoka. Jadi biarkan aku melihatnya sendiri.” Tidak disangka Nayya dengan begitu cepat menerobos blokir Asoka dan masuk ke dalam kereta. “Nona jangan…!” teriak Asoka panik. Ia sampai menutup mata, tidak sanggup melihat kegaduhan yang akan terjadi setelah itu. “Loh, kok Riftan gak ada ?” “Ha?!” Asoka masuk ke dalam kereta dan benar, Riftan dan putri Adora tidak ada di dalam kereta. Asoka menghela nafas lega. “Kan aku sudah bilang, kalau Riftan sedang menyiapkan kejutan untukmu?” ucap Asoka. “Oh, begitu. Yah sudah. Kalau begitu, aku ke kamar dulu,” ucap Nayya. “Iya, sebaiknya memang seperti itu.” “Fiuuhhh… hampir saja.” “Hei… Asoka!” Asoka tersentak saat tiba-tiba mendengar suara Riftan di sekitarnya. Apakah ia mengirim telepati? “Kau sembunyi di mana?” tanya Asoka melirik ke sana kemari. “Aku di sini…” balas Riftan lagi. “Hah? di mana?” “Aku tidak kemana-mana. Aku di dalam kereta sejak tadi, dasar bodoh..!” hardik Riftan. “Oh…” Asoka baru sadar kalau Riftan menggunakan ilmu transparan sehingga ia tidak bisa kelihatan dengan kasat mata. Saking tegangnya, ia tidak berpikir sampai ke sana. “Apa Nayya sudah pergi?” “Dia sudah pergi, kau muncul saja.” Riftan pun seketika muncul di dalam kereta bersama putri Adora yang sejak tadi tertidur sambil memeluk lengan Riftan. “Hah… ini akan menjadi masalah baru.” Riftan mengeluh. “Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?” Asoka ikut bingung. “Berikan kamar untuk putri Adora yang jauh dari kamarku dan kamar Nayya. Jangan sampai mereka berpapasan atau kebetulan bertemu. Simpan putri Adora di kastil bagian timur saja agar aman,” ucap Riftan. “Apa dia akan setuju?” “Dia harus setuju,” ucap Riftan gusar. “Baiklah,” ucap Asoka lalu beranjak pergi. “Hei tunggu…! Mau kemana kau?” “Apa lagi?” “Kau ambil dia, gendong sampai ke dalam kamarnya,” ucap Riftan. “Loh, masa aku yang bawa dia? Kan dia pasanganmu? “ ucap Asoka. “Kau jangan memperparah keadaan Asoka, cepat bawa dia ke kamarnya, bukannya kau ingin dia cepat menerimamu?” “Ya.. ya sudah.” Asoka menggendong putri Adora masuk ke kamarnya. Wajah Asoka memerah, dadanya berdebar kencang. Ia membawa putri Adora melompat dan menuju kastil bagian timur. Asoka membaringkan tubuh putri Adora dengan lembut. Rupanya asap putih ciptaannya cukup ampuh membuat putri ini tertidur. Riftan dan dirinya sengaja membuatnya tertidur untuk mengurangi permasalahan yang kemungkinan akan timbul. “Tidurlah sampai besok pagi, Adora…” gumannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah halus putri Adora. “Ah, apa yang aku lakukan?” Asoka tersentak saat menyadari perbuatannya. Wajahnya memerah. “Aku pasti sudah tidak waras, sebaiknya aku pergi saja dari sini,” gumannya sambil melangkah meninggalkan kamar. *** Asoka membuka pintu kamar Nayya. Masuk ke dalam tapi ia tidak melihat gadisnya di dalam kamar. Ia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Perlahan ia melangkah menuju kamar mandi. Saat membuka pintu ia melihat Nayya sedang duduk di taman sedang membenamkan kakinya di kolam yang dipenuhi ikan-ikan kecil. Nayya terlihat murung. “Kau sedang memikirkan apa?” Nayya tersentak saat Riftan tiba-tiba ada di sampingnya. “Pak Dosen…?! Kagetnya. Ia langsung memeluk Riftan. “Kenapa lama sekali? aku menunggu sejak tadi,” ucapnya dengan manja. Riftan mencium keningnya dan membelai rambut Nayya dengan lembut. “Apa kau merindukanku, hmm?” tanya Riftan sambil menatapnya lekat. “Apa yang kau bicarakan, tentu saja aku merindukanku, memangnya Pak Dosen tidak?” ucap Nayya dengan alis mengernyit. Riftan tersenyum, ia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Nayya. “Tentu saja aku sangat merindukanmu, sampai-sampai aku ingin menggigitmu lagi,” bisiknya sambil menjilat kulit leher Nayya dengan lembut. “Ih, sudah ku bilang jangan menjilat seperti itu, geli tau..! kalau mau langsung gigit saja!” ucap Nayya kesal. “Hehe.. baiklah. Lagi pula aku memang sudah tidak tahan.” “Krauk…” “Ah..” Suara taring yang menembus kulit dan suara desahan Nayya berpadu dengan suara gemericik air bersatu di kesunyian. Nayya memeluk erat Riftan sedangkan Riftan terus menghisap darahnya. Setelah beberapa lama, Riftan melepas gigitannya dan menjilat bekas darah yang ada di leher Nayya. Wajah Nayya memerah. “Cium aku, Riftan…” lirih Nayya. “Tentu saja…” Mereka pun saling membagi kehangatan. Bibir mereka saling berpaut. Saling mengulum dan menghisap dengan penuh perasaan. Saat Riftan melepas ciuman mereka, ia lantas berbisik. “Apa kau mau berendam di kolam air hangat itu bersamaku?” “Hah…?!” Nayya terkejut, belum sempat ia menjawab, Riftan kembali mengulum bibirnya dan menggendong nya menuju bak mandi besar bewarna putih yang pinggirannya berhiaskan lapisan emas. “Eh? Tapi kan…aw..aw…” Nayya menjadi panik, apalagi tanpa aba-aba Riftan langsung menceburkan tubuh Nayya ke dalam kolam. Riftan menyeringai dan ikut masuk kedalam bak. Mereka saling menatap, wajah Nayya kembali memerah. Saat Riftan mendekatkan wajahnya dan ingin meraup bibirnya lagi, Nayya memalingkan wajahnya. Riftan meraih wajah Nayya, membelainya dengan lembut. “Tidak apa jika kau masih tidak ingin melakukannya, aku hanya berusaha merayumu saja. Tapi apakah setidaknya aku bisa memelukmu? Aku ingin bersamamu malam ini. Darahku panas, karena sudah lama menahannya, Nayya,” ucap Riftan. Nayya hanya membeku, ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Begitu besar keinginannya agar Riftan segera melakukan itu dengannya tapi entah kenapa, prinsipnya tentang pernikahan sudah melekat di dalam dirinya. “Kau mau memelukku kan? peluklah sesukamu, tapi jangan melewati batas sebelum kita menikah, Pak. Kau bisa kan?” ucap Nayya dengan senyumnya. “Ya, baiklah, aku mengerti,” ucap Riftan dengan pasrah. Mau bagaimana lagi, ia hanya bisa menuruti kemauan gadisnya ini. Riftan pun memeluk Nayya dengan erat. Air hangat yang merendam tubuh mereka berdua membuat keduanya merasa tenang dan nyaman. Riftan benar-benar tidak membiarkan sedikitpun tubuh Nayya keluar dari dekapannya. Tubuhnya yang besar dan kokoh menyelimuti tubuh Nayya yang kecil. Nayya merasakan hangat dan nyama, berada dalam dekapan hangat Riftan. “Pak, aku sangat bahagia,” ucap Nayya. “Aku juga,” balas Riftan sambil mencium bibir Nayya. “Nayya, jika suatu hari kau melihat putri Adora berada di sekitar kastil ini, aku berharap kau tidak salah paham?” ucap Riftan tiba-tiba. “Oh, putri Mahkota? Memangnya putri mahkota ada di sini?” tanya Nayya. “Iya, ia bahkan berencana tinggal di sini,” ucap Riftan. Nayya terdiam mendengar ucapan Riftan, ternyata Riftan tidak memutuskan hubungan dengan putri mahkota itu. Dia malah memintanya untuk tinggal di kastil ini juga. “Oh, tidak apa-apa, Pak. tapi bukannya kau akan menyelesaikan hubunganmu dengannya?” “Iya, sebenarnya aku…” Tok…tok…! “Tuan Riftan, putri Adora terbangun dan langsung mencari Anda.” Suara seorang pelayan tiba-tiba mengejutkan mereka. “Ah, ini gawat. Nayya, aku bereskan ini dulu, ya. Nanti aku kembali lagi,” ucap Riftan sambil beranjak dari tempatnya meninggalkan Nayya yang diselimuti perasaan risau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN