Boneka Beruang

1071 Kata
Asyaq berjalan mengendap menuju kamarnya, di tangannya ia sedang menggendong bungkusan besar. Perlahan ia berjalan dengan pandangan yang mengarah ke sana kemari. Setelah patroli rutinnya selesai, ia berencana menemui Nilam, ia sudah berjanji dan juga sangat ingin bertemu dengan bocah imut itu. Yang menjadi masalah, ia tidak boleh ketahuan oleh siapapun di kastil ini kalau ia akan menemui seseorang apalagi dengan membawa benda besar yang ada dalam gendongannya itu. Ia sangat berharap tidak ada satu orangpun di kastil ini yang akan memergokinya. Saat berhasil masuk ke kamarnya tanpa ketahuan, ia bernafas lega. Selanjutnya adalah bagaimana ia bisa keluar dari kastil ini tanpa ketahuan. Ia membuka lemari dan menatap semua pakaiannya yang sebagian besar hanya jubah. “Kenapa tidak ada pakaian yang lebih kasual sedikit di lemari ini?” gumannya sambil mecari-cari pakaiannya. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya ia memilih celana jeans dan baju kaos. Baru setelah ia menatap dirinya di depan cermin, ia tersadar jika apa yang ia lakukan ini adalah hal konyol. Bisa-bisanya ia berpikir untuk tampil lebih baik di depan anak kecil. “Hah… Asyaq, kau pasti sudah hilang akal,” gumannya sembari menggeleng. Ia lalu menatap boneka beruang putih besar yang di belinya dari sebuah toko. Bibirnya menyungging senyum. Asyaq beranjak dari duduknya dan berencana pergi. Keluar dari kamar melewati jendela adalah cara paling aman untuk menghilang tanpa meninggalkan jejak ataupun ketahuan oleh orang-orang. Akan tetapi, baru saja ia hendak melangkah, suara ketukan pintu menghentikan gerakannya. “Hah..siapa yang mengetuk pintu?!” Asyaq menjadi panik, ia buru-buru mencari tempat untuk menyembunyikan boneka beruang yang ia gendong. Pintu terus di ketuk, ia tahu diapa orang yang tidak tahu malu mengetuk pintunya sampai seperti itu. Ia melihat sebuah sudut di bagian dalam ruangan kamarnya, boneka itu diletakkan di tempat itu lalu dengan cepat melangkah ke arah pintu dan membuka pintu kamarnya. “Kenapa kau lama sekali membuka pintu? apakah kau mela…” ucap Asoka, tapi ucapannya terhenti dan menatap Asyaq dari atas sampai bawah. “Kau memakai celana kain kasar seperti itu, dan…ada apa dengan bajumu Asyaq?!” ujarnya heran. “Ah, tidak apa-apa. Aku hanya ingin mencoba hal baru saja. Ada apa kau datang kemari, kalau tidak ada yang penting, sebaiknya kau cepat,” ucap Asyaq tidak sabaran. “Sejak kapan kau tega mengusirku seperti ini Asyaq?” “Sejak hari ini, karena aku mau pergi ke suatu tempat dan aku sudah terlambat,” ucap Asyaq mulai kesal. “Ah, padahal aku datang ke sini untuk meminta pertolonganmu, aku mau kau mendengarkan curahan hatiku,” ucap Asoka dengan wajah sedih. “Apa? ada apa denganmu Asoka? Kau terlihat aneh, tapi apapun itu, hari ini aku belum bisa menemanimu. Aku berjanji lain kali akan aku luangkan waktu untuk mendengarkan semua keluh kesahmu, sekarang tolong pergilah,” ucap Asyaq. Asoka menjadi murung, “Kau tega sekali Asyaq,” ujarnya sambil melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Akan tetapi langkahnya terhenti, ia membalikkan tubuhnya dan menatap kamar Asyaq. “Hmm, aku mencium ada yang tidak beres dengan sikap Asyaq.” Gumannya sambil menyeringai. Asyaq terbang diantara pohon, melompat dari dahan pohon satu ke dahan lain. Hingga ia sampai di lokasi hutan sekitar rumah orang tua Nayya. Ia lalu mencari-cari keberadaan Nilam di sekitar tempat itu tapi tidak melihat siapa-siapa. Asyaq pun melompat menghampiri rumah Nilam dan bersembunyi di dahan pohon. Memasang pendengarannya dengan fokus. Ia tersentak saat mendengar sesuatu dari dalam sana. Tidak lama kemudian sepasang pria dan wanita keluar dengan menggandeng tangan seorang anak laki-laki. Asyaq menatap mereka dengan seksama, ia masih ingat anak laki-laki itu adalah anak yang bersama Nilam bermain saat itu. Beberapa lama kemudian, Nilam muncul dengan wajah yang sedikit sendu. Nura juga muncul dengan membawa satu tas pakaian. d**a Asyaq bergemuruh, apa Nilam akan ikut bersama mereka? tapi kenapa? Apakah mereka akan membawa Nilam untuk tinggal bersama mereka? Asyaq bertanya-tanya dengan gusar. Di remasnya boneka beruang itu cukup kuat. “Baiklah, Nyonya Nura. Jika surat akta adopsinya sudah keluar, kami akan mengirimkan salinannya. Kalau begitu kami izin membawa Nilam untuk tinggal bersama kami dan menjadi salah satu keluarga kami,” ucap wanita yang akan membawa Nilam sambil senyumnya. “Iya, Nyonya Mutia. Saya merasa sangat bahagia jika anak kesayangan saya ini bisa di terima dan diberikan kasih sayang dan di rumah Nyonya. Nilam, sayang dan hormati mama dan papa baru Nilam ya, bisa kan sayang?” ucap Nura kepada Nilam. Nilam hanya mengangguk sambil menundukkan kepalanya. “Oh iya tentu saja Nyonya. Tidak perlu khawatir. Anak kami sangat menyukai Nilam, mereka akan bermain bersama ,” ucap wanita itu. Nura mengangguk, ia sangat berharap kalau Nilam akan hidup bahagia bersama keluarga barunya. Nura menatap Nilam yang sejak tadi terdiam. Ia terlihat gelisah, menatap kearah hutan seakan menunggu seseorang. “Nilam, kau tidak apa-apa sayang?” tanya Nura. “Ah, tidak apa-apa Mama. Hanya saja Nilam sebenarnya menunggu teman. Dia sudah berjanji akan menemui Nilam untuk bermain tapi dia berbohong. Dia tidak datang,” ucap Nilam terlihat murung. “Teman? Memangnya Nilam punya teman selain Yuda?” tanya Nura. “Iya, seorang paman. Dia temanku, tapi aku tidak bisa lagi bertemu dengannya,” ucap Nilam. Semuanya terdiam dan saling memandang mendengar ucapan Nilam. Asyaq hanya bisa menghela nafas dalam mendengar gadis kecil itu ternyata menunggu dirinya. Ia menatap Boneka yanga ada di tangannya. Ia lalu melompat turun dan melangkah menuju mobil yang terparkir. Meletakkan boneka beruang itu di mobil dan melompat kembali ke atas pohon. Ia melihat Nilam dan ketiga keluarga barunya melangkah menuju mobil di iringi oleh Nura. Saat melihat bonek beruang putih yang tergeletak di atas mobil, Nilam berlari menghampirinya. Boneka beruang itu lebih besar di banding bobot tubuh mungilnya sehingga ia hanya memeluknya saja. Diedarkan pandangannya ke sekitar berharap ia melihat seseorang yang ia ingin temui tapi ia tidak melihat siapapun. “Bonekanya besar sekali sayang, siapa yang menaruhnya di mobil?” tanya Nura. “Ini pasti pasti dari paman,” ujar Nilam sambil tersenyum dan terus memeluk boneka itu. Asoka hanya tersenyum melihat Nilam yang terlihat begitu sangat menyukai boneka pemberiannya. Baiklah sayang, kita berangkat sekarang. Masukkan boneka itu ke dalam mobil,” ucap sang ibu angkat. Ayah angkat Nilam memasukkan boneka itu ke dalam mobil, Nilam menyusul masuk. Yuda duduk di sebelah Nilam sedangkan suami istri itu duduk di depan. Setelah berpamitan mereka pun meninggalkan tempat itu. Wajah Nura terlihat sendu, ia melambaikan tangannya ke arah mobil yang sudah menjauh pergi. Sedangkan Asyaq mengikuti mobil itu dengan melompat dari satu pohon ke pohon lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN