Cinta Yang Tergadai

Cinta Yang Tergadai

book_age16+
135
IKUTI
2.0K
BACA
family
HE
fated
boss
heir/heiress
drama
tragedy
sweet
bxg
lighthearted
serious
bold
childhood crush
addiction
substitute
like
intro-logo
Uraian

Humaira dan Hafiz saling memendam rasa sejak remaja. Namun, cinta mereka tak pernah terungkap oleh kata-kata. Niat hati menanti dipersunting pujaan hati, Humaira harus menelan pil pahit karena sebuah ambisi. Hafiz yang sedang melanjutkan studi, membuat ruang kosong di sisi Humaira terisi. Sang ayah, menjodohkan dengan orang lain demi balas budi. Tentu, seharusnya bukan Humaira yang ada di posisi itu. Ia hanya seorang pengantin pengganti.

Tiga tahun berlalu, Hafiz dan Humaira dipertemukan kembali dengan perasaan yang masih sama meskipun terhalang sebuah ikatan pernikahan. Alih-alih bekerja sama, Hafiz datang memang untuk menebus cinta yang pernah tergadai.

Di tengah perjuangan memulihkan luka, membongkar kebenaran, dan menyusun kepingan hidup yang berantakan, Humaira dan Hafiz harus menghadapi ujian. Cinta mereka diuji oleh takdir yang sangat kejam.

Mampukah cinta pertama menemukan jalan untuk kembali bersama?

chap-preview
Pratinjau gratis
Tergadai
“Non, sudah ditunggu bapak di ruang pengantin.” Wajah seorang wanita berusia paruh baya tampak gamang. Ada ketakutan dan kecemasan. Sementara wanita muda berusia dua puluh enam tahunan, baru saja tiba. Karena urusan yayasan, ia baru bisa datang ke acara pernikahan Nurmala, seseorang yang sudah dianggap adik. “Ada apa, Bi?” “Bibi nggak tahu, Non. Tapi sepertinya ada yang nggak beres.” Tak kalah takut, wanita berhijab itu menyerahkan tas dengan tergesa-gesa pada Laila, pengasuhnya sejak kecil. Kemudian bergerak menuju ruang tunggu pengantin di sebuah ballroom. Wanita itu menghela nafas sebelum mendorong pintu tersebut. Tiba di dalam, ia langsung disambut dengan tatapan penuh harap. “Sayang,” lirih Hana, sang ibu. “Humaira,” timpal sang ayah. Ketika pintu tertutup otomatis, Humaira segera menghampiri keempat orang tua yang ada disana. Ibu, ayah, nanna, dan yangti-nya. “Bunda, Ayah … ada apa?” Humaira bersimpuh di bawah kaki sang ayah yang tampak penat. Namun, tak ada jawaban dari kedua orangtuanya. “Nurmala menghilang,” sahut Habibah dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan. “Hah? Kok bisa?” Hening. Semuanya bungkam tak mampu mengucapkan sepatah kata. Bahkan, ide yang sempat terlintas di benak Aryan, menguap begitu saja. Sebelum Humaira datang, sebuah perdebatan terjadi antara dirinya dan sang ibu, Habibah. Namun, ketika wanita yang diharapkan hadir. Mereka serempak membisu, seakan tak sanggup memintanya. “Kenapa semuanya pada diam? Lalu kita harus bagaimana? Apa Hafiz tahu tentang hilangnya Nurmala?” Humaira menganggap Nurmala sebagai adik karena perasaannya terhadap Hafiz. Jika saja pria itu tidak memilih untuk melanjutkan studi, mungkin mereka sudah menikah. Tapi, takdir tak bisa ditebak. Seingin apapun Humaira, Hafiz tetap teguh pada pendiriannya untuk membuat derajat mereka setara. “Hafiz nggak bisa dihubungi, Nak.” Kali ini, Maryam yang bicara. Sementara Hana … ia hanya bisa menangis. Memang seharusnya Hafiz yang menjadi wali nikah adiknya, namun karena satu hal yang tidak bisa ia tinggalkan mengenai studinya, Hafiz memberikan kuasa pada wali hakim. Dan sekarang yang terjadi justru …. “Kamu harus bersiap-siap, Humaira.” Satu kalimat terucap tanpa intonasi. Humaira dan Aryan saling menatap dalam diam. “Bersiap-siap? Untuk apa … Ayah?” Tiba-tiba saja jantungnya berdetak kuat. Humaira memiliki firasat tak enak. “Kamu akan menggantikan posisi Nurmala.” Saat itu pula bahu Humaira luruh. Tungkai kaki terasa lumpuh. Ia hampir jatuh jika Habibah dan Maryam tidak menahannya. “Ng-nggak, Ayah … Humaira nggak mau!” Bibirnya sudah bergetar dengan air mata tak terbendung. “Ayah nggak punya pilihan lain, Sayang. Penghulu, tamu, dan pejabat penting yang akan jadi saksi sudah datang. Sekarang, kalau kita batalkan, mau ditaruh dimana muka Kartawijaya?” “Tapi Ayah sudah janji mau jodohkan Humaira dengan Hafiz. Bagaimana bisa ….” Humaira sudah sesenggukan. Tatapannya silih berganti memandang ke arah Habibah dan Maryam, meminta pertolongan. Sedangkan terdengar suara hela nafas berat. Aryan tak punya jawaban untuk itu. “Abang,” gumam Hana lirih, seakan memohon untuk tidak memaksa putrinya melakukan itu. Biarlah malu daripada harus mengorbankan kebahagiaan putri mereka. “Nggak ada perdebatan lain. Ayah tunggu kamu di pelaminan.” Aura otoriter menguar. Humaira sampai tidak mengenali sosok pria yang baru saja meninggalkan ruangan. Ketika suara pintu terbanting, Humaira jatuh bersimpuh. Suara isak tangis terdengar pilu. Hana pun ikut berlutut, memeluk tubuh kurus putrinya. “Sayang, maafkan Bunda ….” Humaira menggeleng. Tak pernah terbayang semua itu akan terjadi. Ia menyesal kenapa harus datang saat itu. Jika saja ia egois dengan mementingkan pekerjaan, apakah semua ini akan terjadi? Entahlah. Setengah jam kemudian …. Wajah sembab para wanita di ruangan itu kini tersamarkan dengan riasan. Baik Hana, Habibah, dan Maryam sudah dipoles untuk tidak memperlihatkan bahwa ada sebuah kesedihan di wajah mereka. Sementara sang pengantin, meski wajahnya kini tampak menjelma bak putri namun tak sedikit pun tersirat kebahagiaan. Angan-angan menikahi pria pujaan hati, kini ia harus terjebak dengan pernikahan yang tak diinginkan. ‘Ya Allah, kenapa harus aku?’ Tes! Setetes air mata yang jatuh di wajah sang mempelai, langsung di usap oleh Hana. Ia bukan tidak tahu perasaan Humaira terhadap Hafiz. Namun, takdir ternyata menginginkan lain. “Sayang …,” lirih Hana tak mendapat jawaban dari sang putri. “Boleh tinggalkan Humaira sendiri?” pinta Humaira dengan suara parau. Lantas memandang bayangannya dari kaca dengan tatapan kosong. Perasaan tak menentu pun tersirat ketika Hana memandang Habibah dan Maryam. “Aku nggak akan kabur seperti Nurmala.” Kalimat itu menohok Hana. Tatapan Humaira kosong namun nada bicaranya penuh penekanan. Seakan ada guratan kebencian atas takdir yang membuatnya merasa tak diperlakukan adil. Tanpa kata, semua orang di ruang tunggu mempelai berlalu. Setelah pintu itu tertutup, Humaira meraih ponselnya. Terbesit satu nama yang berharap bisa mengeluarkannya dari situasi sulit ini. Ahmad Hafiz. Nada tunggu terdengar beberapa kali tapi tak pernah mendapat jawaban. Humaira merasa putus asa. ‘Tolong angkat, Hafiz. Bawa aku pergi dari sini.’ Sekali, dua kali, bahkan berpuluh kali sudah suara nada tunggu terdengar namun Hafiz tak kunjung memberinya jawaban. ‘Apa ini yang kamu mau? Apa kamu bisa merelakan aku untuk orang lain? Kenapa adikmu melakukan ini, Hafiz?’ Dalam batin Humaira mencaci maki, menyalahkan sikap Nurmala yang tidak bertanggung jawab. Sementara ia harus terjebak. To Hafiz: Kalau aja kamu menikahi aku sebelum pergi studi, mungkin aku nggak akan setakut ini. Hafiz, kamu dimana? Kenapa kamu nggak jawab teleponku? Dimana Nurmala? Aku nggak mau menikah dengan orang lain! Tolong bawa aku pergi! Aku nggak tahu harus apa! Hiks. Ditengah keputusasaan, Laila tiba-tiba masuk dan mengatakan bahwa akad akan segera dilakukan. Dengan segala kegamangan, Humaira menelan kepahitan itu sendiri. Percuma saja, Hafiz tak ada untuknya. Pria itu sangat jauh untuk dijangkau. Dan kini, ia harus menelan semuanya sendiri. Mau tidak mau, suka tidak suka, takdir itu harus ia terima. Cinta yang tergadai? Apa itu sebutan yang tepat untuk kisah mereka? Di pelaminan, tampak penyesalan dari raut wajah Aryan. Namun ia tidak mempunyai pilihan. Menatap sang putri dengan baju pengantin serba putih dan berjalan dengan wajah tertunduk, membuat dadanya nyeri. ‘Maafkan Ayah, Nak.’ Sedangkan Hana terus menangis, bukan karena haru menikahkan putrinya, tapi karena ketidakberdayaannya. Cinta yang selama ini Humaira pendam dan perjuangkan untuk Hafiz, harus tergadai karena hutang budi suaminya. Di sisi lain, Ibrahim, adik Humaira tampak kecewa dengan keputusan sang ayah. Kejadian ini tak akan pernah terjadi, jika sejak awal Aryan tegas. Andai saja permintaan Haydar tak pernah diiyakan, mungkin Humaira tak akan ada disana, menjadi pengantin pengganti Nurmala. Ibrahim tak sanggup menyaksikan momen sakral itu. Ia memilih meninggalkan ballroom. Di belahan dunia lain, sebuah asrama kampus ternama, Hafiz baru saja menyelesaikan online meeting dengan mantan pembimbing pasca sarjana di Indonesia. Ada diskusi penting yang harus ia selesaikan malam itu untuk menyambut ujian kualifikasi besok pagi. Setelah menutup macbook dan keluar dari kamar, Hafiz disambut Ali, teman satu kamar dan perjuangannya menempuh kuliah di Harvard. Mereka baru saling mengenal sebulan, tapi sudah sangat dekat seperti saudara. Sebab sama-sama berasal dari Indonesia. “Dari tadi banyak telepon dan chat. Mungkin urgent. Cek dulu.” Hafiz sengaja meninggalkan ponsel di luar kamar untuk menjaga fokus. Tapi, ia langsung tersenyum ketika meraih benda pipih itu. Berpikir bahwa panggilan-panggilan tersebut untuk memberitahu bahwa acara pernikahan sang adik berjalan lancar. Namun, senyumnya pudar. Melihat begitu banyak panggilan tak terjawab dari Humaira. Bahkan tersemat rentetan pesan tak terbaca. Hafiz buru-buru masuk kamar, menjauh dari Ali. gemuruh jantungnya seketika berdetak kuat. Ada apa? Pikirnya. From Humaira: Hafiz, Dimana Nurmala?! Kenapa dia menghilang saat mau akad?! Kamu nggak tahu kan kalau aku harus gantikan posisi dia? Tapi, aku nggak mau! Tolong aku! Kenapa kalian tega lakukan ini! Kamu mencintaiku kan? Kamu dimana?! Angkat teleponnya! Tolong aku, hiks! Aku harus apa?! Hafiz tolong jawab aku! Hiks. Kalau aja kamu menikahi aku sebelum pergi studi, mungkin aku nggak akan setakut ini. Hafiz tercenung. Otaknya berputar-putar namun terasa kosong. Ia sama sekali tak bisa mencerna ucapan itu. Bahkan, ia menolak. Apa yang harus ia lakukan? Tercatat kalau pesan itu masuk sejak satu jam lalu. Ketika ia kembali menghubungi sang pujaan hati. Tak ada nada sambung. Dan paling menyakitkan, ternyata nomornya telah diblokir. “Arrrrrrrgh!” ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
152.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
215.4K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
173.9K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
296.5K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.7K
bc

TERNODA

read
193.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook