Desta menendang pintu itu sedikit keras dan terburu hingga menutup. Dibaringkannya Anjani di ranjang dan mengunci tubuh itu dalam kungkungannya. Ciuman yang sempat tertunda kembali berkutat. Bahkan keduanya sudah semakin panas.
Desta menyesap kuat bibir bawah Jani hingga gadis itu mengeluarkan erangan kecil yang membuat Desta makin menggila. Ia berpindah ke leher Anjani, menyusuri leher putih nan polos itu. Menciumi dengan nafasnya yang memburu, sesekali menyesapnya kecil hingga desahan pun menyeruak dari bibir Anjani.
"Aahh..." Jani menggeliat atas kecupan Desta yang mewarnai lehernya.
Pria itu tak berhenti ia meraih kembali bibir gadis cantiknya, kini dilumatnya sedikit kasar dan tangan kanannya mulai bergerak kebawah. Membelai ceruk leher Jani yang masih meremang karena ciuman memburunya. Membuat gadis itu kembali menggeliat hampir mendorongnya mundur. Namun sekejap tangan kiri Desta menahan lengan Jani. Ia malah menyusuri lengan yang tak berbalut bahan karena Jani menggunakan kemeja rompi tanpa lengan.
Desta memeriksa setiap inci d**a gadis yang berhasil menaikkan gairahnya. Gundukan yang sedari tadi mengganjal dibawah d**a bidangnya kini tak luput dari genggaman tangannya. Ia meremas pelan, lalu sedikit keras, lagi dan beberapa kali beralih ke kanan lalu ke kiri dan, terus begitu.
Jani yang merasakan remasan gamang di kedua gundukan kembarnya, membuat tubuh wanita itu menegang. Namun otaknya beralih untuk ingin lepas dari situasi itu. Ia mencoba berontak agar Desta melepas rengkuhannya.
"Destaaaa!!" Jani terus saja memberontak dalam pelukan Desta. Membuat badan pria itu semakin menegang.
"Jangan lepaskan Jani!! Tolong jangan lepaskan!!" erangannya masih terlontar dalam mata yang memejam.
Kini Desta benar-benar di ujung gejolaknya. Ia kembali menyusuri d**a wanita itu. Menciumi leher dan turun ke dua bukit besar di d**a Jani. Dengan cepat ia membuka kancing kemeja Jani dan menemukan gundukan berbalut bra hitam itu. Ohh... rasanya Desta tak sanggup lagi, namun gadis itu kini serasa ingin melepas rengkuhannya.
Desta menyusuri belahan d**a Jani dengan memburu, menciumi dua gundukan itu dan perut rata gadis pujaannya ini. Ia meraih tali bra itu, hendak menurunkannya, namun cepat Jani menahan tangannya.
"Aahhhh..." Jani masih meronta namun terdesah karena merasa ada yang keras mengganjal dibawah.
"Lepaskan aku Desta!!" tiba-tiba ada dua bulir air mata jatuh dari kedua sudut mata gadis itu.
Desta yang melihatnya terbangun dan menyadari bahwa mereka berdua sedang kacau sekarang. Bahkan Jani... apa yang dilakukannya.
Desta meraih selimut dan menutupi tubuh gadisnya. Jani makin terisak dan Desta merengkuh Jani kedalam pelukannya. Membenamkan gadis itu dalam penyesalannya.
"Maafkan aku Jani, maafkan..." ucap Desta sambil menciumi pangkal rambut Jani.
"Aku, aku hanya--" ucapan Jani terbata namun terpotong dengan kata-kata Desta.
"Sudah jangan diteruskan. Maafkan aku, aku tau kau belum bisa menerimaku. Aku akan menunggu sampai kau benar-benar bisa menerima kehadiranku dalam hidupmu..." jawaban Desta dan semakin mengeratkan pelukannya.
Jani memandang wajah itu. Wajah seseorang yang sedang memeluknya. Pelukan seakan ia tak rela kalau saja ada kerikil yang mencoba melukainya. Jani masih terisak dalam tangisnya. Tak lama berangsur tenang.
Kini mereka membaringkan tubuh keduanya diatas ranjang. Masih dengan memeluk gadisnya yang kemudian terlelap tertutup selimut. Desta ikut memejamkan mata dan ia pun menyusul Jani meraih mimpi mereka.
***
Malam tiba, namun Jani dan Desta masih terlelap di dalam mimpi mereka. Desta terjaga saat ada seseorang mengetuk pintu kamar Jani. Melihat gadisnya tak terganggu dengan ketukan itu, akhirnya Desta yang beranjak untuk membuka pintu. Merapikan sebentar pakaiannya yang sedikit lusuh lalu meraih gagang pintu.
"Maaf nona Jani...eh--" seketika ucapan Reni yang sedari tadi berdiri di balik pintu kaget karena ternyata Desta yang keluar dari kamar itu.
"Ssttt... pelankan suaramu Jani masih terlelap. Ayo kita bicara diluar" ajak Desta disambut anggukan Reni.
Mereka melangkah ke ruang tamu depan dan berbicara disana.
"Apa yang ingin kau sampaikan, Ren?" tanya Desta datar.
"Maaf Tuan muda, saya ingin izin malam ini untuk pulang ke rumah karena anak saya demam tinggi. Saya baru mendapat kabar dari orang tua saya yang mengasuh anak saya. Saya harus pulang karena kondisi anak saya belum juga membaik dari kemarin. Saya izin untuk 2 hari saja..." jawab Reni sembari masih menunduk di depan Desta.
Desta berpikir sebentar. Namun ia akhirnya mengizinkan Reni untuk pulang.
"Baiklah, kau periksakan dulu anakmu, jika sudah membaik segera kembali kemari ya. Kau boleh izin selama 2 hari..." ucapan Desta membuat Reni lega dan pamit untuk segera pulang. Namun ia kembali lagi.
"Oh ya Tuan, makan malam sudah saya siapkan. Kalau nona Jani dan Tuan ingin makan, semua sufah tersedia di meja makan" dan Reni berlalu meninggalkan rumah itu.
Desta beralih ingin kembali ke kamar Jani, dilihatnya jam di arloji sudah menunjuk pukul 7 malam. Benar-benar si putri tidur kau Jani, gumam Desta dalam hati.
Dibukanya pintu kamar kembali dan Desta masih mendapati gadis itu hanyut dalam selimutnya. Di dekati wajah ayu yang kini masih hanyut di alam mimpi. Teringat Desta tentang kejadian yang membuat Jani harus dirawat di rumah sakit, sejenak terpikir akan kekhawatirannya kembali jika tak ada yang menemani Jani kalau Reni harus pulang malam ini.
Dering panggilan terdengar dari atas nakas. Telepon genggam yang Desta letakkan disana menampilkan nama Ricko, sekretaris kepercayaannya.
"Halo Rick...?" jawab Desta setelah menerima panggilan itu.
"Halo boss... darimana saja kau ini? Sejak siang tadi kau pergi dari kantor dan tak ada kabar lagi..." tanya Ricko sambil terkekeh kecil di seberang sana.
Desta menjawab tawa itu dengan senyum lebar "Maaf ada yang perlu ku kerjakan, tapi sekarang sudah. Apa yang membuatmu menghubungiku malam begini? Apa kau masih di kantor?" tanya Desta lagi.
"Tidak, aku hanya ingin mengingatkan bahwa penerbanganmu besok jam 11 siang. Kau tidak lupa kan untuk pergi ke London menghadiri meeting dengan Raph's Corp yang memenangkan tender untuk pembangunan hotel kita disana. Ini meeting yang harus kau hadiri sendiri boss, kau sudah menjadwalkan ini sejak 3 hari lalu..." jelas Ricko.
Desta mencoba mencerna penjelasan Ricko dan mengingat kembali jadwal-jadwalnya. Baru ia teringat kalau memang dia ada perjalanan ke London selama seminggu, sekaligus menjenguk keadaan ayahnya disana.
Desta hanya mengiyakan lalu menutup panggilan itu dengan mendengus pelan. Jani yang merasa ada obrolan di dekatnya mencoba mengerjapkan mata, ia melihat Desta yang sudah terduduk di sampingnya.
"Dari siapa?" tanya Jani, membuat Desta menoleh dan mengulum senyum manisnya.
"Kau terganggu? Maaf... ini hanya irusan pekerjaan..." jawab Desta santai.
Jani bangun, namun seketika menyadari bahwa kemejanya masih dalam kondisi yang sama. Segera ia rapikan kembali kemeja itu, dan duduk di bantalan ranjang.
"Kalau kau harus kembali ke pekerjaanmu, pergilah Des... tak perlu harus menungguku dulu kan..." ucap Jani lembut.
"Tapi malam ini maid izin pulang karena anaknya sedang sakit, mungkin malam ini aku akan menginap disini menemanimu dan..." ucapan Desta terhenti.
"Dan apa Desta?" Jani penasaran.
"Besok aku harus berangkat ke London karena ada janji meeting dengan rekan kerja disana. Mungkin besok dan lusa kau hanya dirumah sendiri, karena maid izin untuk 2 hari..." lanjut Desta dengan suara melemah.
Jani diam sejenak. Lalu mengurai senyum yang mampu membius Desta dengan ketenangan. "Tak apa, aku bisa dirumah sendiri. Atau nanti kuajak Gina kesini untuk menemaniku. Kau tenang saja..." ucap Jani meyakinkan kekhawatiran Desta.
Pria itu masih diam menatap lekat gadisnya. Dirapikan anak rambut yang berantakan selepas bangun tidur, ia genggam hangat tangan Jani seakan tak ingin berpisah.
"Oh ya, berapa lama kau disana?" tanya Jani kembali.
"Aku seminggu disana..." suara Desta melemah. Tak bisa ia bayangkan pasti ia akan sangat merindukan gadisnya ini.
Jani hanya tersenyum manis. Mencubit pipi Desta gemas. Lalu mengeratkan genggaman tangannya.
"Tak apa, jaga kesehatan dan selalu berhati-hati ya... oh salam juga untuk om Ronald Barack..." jawab Jani menenangkan. Dalam lubuk hatinya ada sedikit bagian kecil yang serasa hilang. Benarkah ia juga menginginkan pria di depannya ini untuk selalu bersama? Tapi Jani menepis semua itu dan tak mau membuat Desta kembali khawatir.
Mereka pun beranjak mandi di kamar mandi masing-masing lalu makan malam bersama. Serasa menjadi sebuah keluarga kecil. Berdua menikmati makan malam dengan canda tawa, saling bercerita kegundahan masing-masing dan pastinya penuh cinta. Iya cinta, tanpa mereka sadari rasa itu telah tumbuh. Memupuk kebersamaan mereka selama ini.
Hingga malam pun larut dan Desta pamit untuk tidur di kamar sebelah Jani. Rumah itu terdiri dari 2 kamar tidur utama, dan 1 kamar tidur dekat dapur untuk maid. Ruang tengah tepat di depan kedua kamar utama, dan ruang tamu di depan bersekat kisi-kisi mewah ala europan style pilihan ibunya dulu sebelum beliau tiada.
Rumah kecil yang sangat sejuk dengan taman di depan dan kiri sisi rumah, serta taman bukaan di belakang bersebelahan dengan dapur menambah suasana asri di rumah itu. Sementara sebelah kanan rumah terdapat Florist yang Nyonya Ronald Barack bangun sebagai kecintaannya terhadap bunga Lily. Ya, ibu Desta sangat menyukai bunga Lily, seperti Jani.
Cerita malam indah mereka membawa keduanya terlelap indah ke alam mimpi. Meski terpisah kamar dan ranjang, namun malam itu mereka masih bisa kehadiran keduanya di sisi masing-masing.
Rasa yang masih saja ditahan terpendam untuk berjalan mengalir begitu saja.