Bab 7. Kembali Ke Rumah Bunda

1149 Kata
Hari Raya kedua, Sena meminta Fajri mengantarnya pulang. Sena gak bisa tidur di rumah Mertua nya karena belum biasa akan berisiknya kereta api yang lewat di seberang jalan rusun. Tak ada yang terlalu special dilakukan di rumah. Sena hanya merapihkan kamarnya dan bebenah rumah. Anto sedang duduk di teras. Vina belum berangkat kerja. Sebuah toples nastar ada di meja teras. Vina yang menaruhnya. "Anto... kok gak dimakan nastarnya?" Tanya Sena yang sedang menyapu. "Aaahhh... Nastar gak enak. Paling-paling nanti Aku buang buat nimpuk." Canda Anto. "Cobain dulu." Sena mengrucutkan bibirnya. Vina keluar karena mendengar perkataan Anto. "Jangan dimakan! Awas ya kalo sampe dicobain, terus ketagihan." Ancam Vina dengan candaan. Sena tersenyum dengan candaan adik-adiknya. Sena masuk kedalam rumah. Vina kembali ke kamarnya. Fajri telah kembali ke rumah orangtua nya karena ada janji dengan Rino mau membawa motor dagangannya. Beberapa saat kemudian. "Katanya gak enak, tapi kok toplesnya kosong?" Vina terdengar sewot. Sena mendengar suara Vina, langsung keluar. "Ada apa sih? Rame banget." "Tuh lihat, nastar setoples abis sama Anto." Kata Vina sambil cemberut. Anto terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ajib... Enak banget nastarnya.... Siapa yang bikin?" Tanya Anto. "Aku dan Sena lah. Sena kan udah diajarin sama mertuanya gimana bikin nastar yang enak." Vina sewot. "Hehehehe... Ini baru namanya nastar." Puji Anto. "Huuuuhhhh... tadi aja menghina." Vina mengrucutkan bibir nya. Sena hanya geleng-geleng kepala melihat perdebatan adik-adiknya. _______________________________ Satu bulan kemudian. Sena masih tinggal di rumah orangtua Fajri.Sebenarnya Sena gak betah. Apalagi Suci pindah ke lantai atas. Adik Fajri gak betah tinggal di rumah mertua karena ada sedikit salah paham dengan Adiknya Rino. Akhirnya Mereka pindah ke rumah susun dan menyewa satu unit persis diatas unit Orangtua Fajri. Pekerjaan Sena tambah banyak. Ibu sesudah masak, peralatan dapurnya numpuk di kamar mandi. Sena yang mencucinya. Kaki Sena sering terendam air sabun dan air kotor bekas mencuci karena pembuangannya yang kurang lancar. Suci kalau mau makan turun ke rumah Ibu, karena dia gak bisa masak. Lalu membawa piring makannya ke atas. Piring kotor bekasnya makan pun Dia taruh ke rumah Ibu tanpa mau mencucinya. Sena hanya menghela nafas. Kaki Sena mulai terasa gatal-gatal. Hari ini Sena minta ijin pada Fajri mau ke Jalan Gatot Soebroto. Karena ada pesanan tas yang harus Sena beli. Sena sudah setahun menjadi Reseller Tas Ternama. Bunda memberi modal untuk Sena sebelum Sena menikah dengan Fajri. Ibu Fajri tahu Sena berjualan tas. Dan Dia memesan pada Sena dua buah tas yang harganya lumayan mahal. Tapi setelah tas dibelanjakan, Ibu Fajri tak membayarnya, hanya janji-janji saja. Sena hanya menghela nafas. Selama tinggal disana, uang modal Sena habis karena dipakai untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Kadang tak ada gula dan kopi, Sena yang membeli. Fajri tambah tak semangat mencari uang. Dia hanya luntang lantung tak jelas. Sena jadi stress. Dia gak enak sama Bunda karena modal dagang nya habis. Kaki Sena yang gatal kini sudah pada tahap melenting. Adik Fajri, Suci tambah seenaknya. Dia senantiasa meminta Sena untuk masak ini itu tapi setelahnya hanya hinaan yang Sena dapat. Sena sudah tak kuat. Dia mulai batuk-batuk. Kaki nya yang melenting karena gatal pun makin melebar. Sena meminta pada Fajri untuk kembali ke rumah Bunda. "Aku gak kuat. Lihat nih, kaki ku tambah gatal tiap hari terendam air cucian piring." Sena mulai terisak sambil batuk-batuk. "Ya sudah kalau Kamu memang mau pindah. Tapi Aku akan jarang tidur di rumah Bunda, Aku gak enak tinggal disana karena masih nganggur." Kata Fajri. Sena mengangguk. Mungkin akan lebih baik kalau Sena tinggal sama Bunda. Sore itu juga Sena pulang ke rumah Bunda. Dia membawa semua barang-barangnya tanpa tersisa. Sena berpamitan pada Bapak dan menitip pesan untuk Ibu, karena Ibu belum pulang dari tempat bekerja. ______________________________ Beberapa hari Kemudian di rumah Bunda. Itu kaki gak sembuh-sembuh. Kamu stress Sena?" Tanya Bunda yang memang sudah kembali dari kampung. "Gak kok Bunda. Ini karena sering terendam air cucian piring. Bunda kan tahu sendiri di rumah susun gimana." Sena tak mau Bunda tahu masalah rumah tangganya. Bunda menghela nafas. Dia tahu Sena menutupinya. Bunda meracikkan obat buat Sena. "Nih Kamu garang di kompor terus anget-anget olesi ke kaki mu." Pinta Bunda. "Ya Bunda, terima kasih." Kata Sena. Sena mengerjakan yang Bunda suruh. Sesudah itu Sena duduk berselonjor sambil membantu Bunda mengesum baju yang sudah dijahit. Vina hendak berangkat kerja. Dia membereskan peralatan make up nya. Vina berjalan tanpa melihat kaki Sena yang berselonjor. Sena berteriak karena Vina menyenggol luka kaki Sena. Dan senggolannya itu membuat kaki Sena berdarah. Sena meringis dan menangis. "Maaf, Aku gak lihat." Kata Vina. "Lagian grasak-grusuk aja sih!" Kata Sena kesal. "Sudaahh..." Kata Bunda. Bunda membalurkan kembali racikan obatnya ke kaki Sena. "Biar Sena saja, Bun." Kata Sena yang langsung mengambil obat racikan Bunda dari tangan Bunda. Sena mengrucutkan bibir nya melihat Fajri akan pulang ke rumah Ibu nya. Ria datang ke rumah. "Kak Sena... Kakinya kenapa?" Tanya nya. "Sakit." Kata Sena singkat. "Kak Sena, Mas Fajri masih nganggur kan?" Tanya Ria. Fajri menoleh karena namanya disebut. "Mang ada lowongan kerja?" Canda Fajri. "Ada Mas ditempat kerja Bapake. Lagi butuh sales." Kata Ria. "Kalau Sales pake motor dong." Kata Sena. "Ya lah Kak Sena. Kan Mas Fajri bisa naik motor." Kata Ria. "Dia gak punya SIM." Kata Sena. Fajri hanya garuk-garuk tengkuknya yang tak gatal. "Mas... Bikin SIM aja." Pinta Sena. Fajri mengedipkan matanya. "Uang dari mana?" Fajri memberi kode. "Tempo hari kan Sena sudah bilang, Kartu Jamsostek Mas Fajri di klaim. Uangnya buat bikin SIM." Kata Sena. Fajri memang dulu pernah bekerja di Perusahaan Besar, cuma memang Dia tak bisa jujur, Dia dipecat dari Perusahaan itu. Tapi Sena gak tahu sebab Fajri dipecat karena Fajri tak mengaku kalau Dia dipecat, Dia bilang kontrak kerjanya sudah habis. "Ya besok Aku urus. Kamu anter Aku ya. Kakinya gak terlalu sakit kan?" Tanya Fajri. Sena mengangguk. "Nanti dibalut saja pakai perban." Kata Sena. "Nanti Aku kabari ke Bapake ya." Kata Ria. "Ya... Makasih ya Ria." Kata Sena dan Fajri. Nina tiba di rumah. Besok Dia libur maka nya Dia pulang. Nina senang melihat Sena ada di rumah. "Kak... Aku mau kredit motor, tapi gak bisa. Soalnya masih lajang." Kata Nina. "Mang Kamu bisa bawa motor?" Canda Sena. "Nanti Mas Fajri yang ngojekin Aku. Daripada Mas Fajri nganggur. Aku gak betah ngekos, airnya gak bagus." Kata Nina. "Tuh Mas. Nina mau Kamu yang ngojekin." Canda Sena. Fajri akhir nya gak jadi pulang. Nina meminta Sena untuk proses kredit motor. Nina sudah mendapat dealer resmi dari surat kabar. "Coba Kak hubungi ini." Pinta Nina. Sena mengangguk dan segera menelpon dealer tersebut. "Aku ke kamar dulu ya Kak, mau bersih-bersih." Pamit Nina. Sena hanya mengangguk. Lima belas menit kemudian. "Gimana Kak?" Tanya Nina yang terlihat segar sesudah mandi. "Besok pagi dealer nya akan mengirim Surveyer kesini." Kata Sena. Sena masuk ke kamar dan mengeluarkan dokumen-dokumen untuk persyaratan kredit. "Nih... Tolong Kamu foto kopi semua biar besok gak terburu-buru." "Ya Kak... Nanti saja abis maghrib." Kata Nina. Sena mengangguk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN