Gebyar

1052 Kata
Hari Gebyar akbar sudah tiba. Kegiatan tahunan yang memang sering dilakukan oleh pihak sekolah dengan melibatkan beberapa alumni jenius, ternama dan sukses tentunya. Sebenarnya gebyar ini merupakan kegiatan amal bakti sekaligus ulang tahun sekolah. Maka dari itu banyak siswa, alumni, juga donatur yang ikut hadir. Termasuk kakek yang memang merupakan donatur terbesar di sekolahan ini. Bulan sudah bersiap dengan fashionnya yang serba putih. Membuat aura cantiknya semakin keluar. Ya, meski tetap saja cantikan Bintang karena gadis itu mahir berias dan fashion. Sedang Bulan hanya tahu bedak dan lipstik. Itupun dia harus membuka tutor untuk memakainya dan menyiapkan mental berlapis untuk menempelkan kedua alat itu di wajahnya karena tidak biasa. Padahal bedak dan lipstik yang dia pakai tidak begitu mencolok bahkan terbilang kurang. Tapi tetap, Bulan cantik dan ayu dengan khasnya. Bulan meremas jari, meraup nafas dalam-dalam setelah namanya terpanggil. “Ayo, semangat,” bisik Elliot yang saat ini duduk di sampingnya. Bulan tidak mendengar, pandangan matanya terus tertuju pada Arka dan Bintang yang saat ini duduk di depan. Mereka nampak sangat serasi dengan balutan fashion senada. Elliot menyentuh lengan Bulan, membuat gadis itu baru sadar dan langsung melangkah menuju panggung. Semua terdiam saat Bulan mulai mengeluarkan suaranya. Hening, hanya suara lantunan indah yang terdengar di tengah-tengah aula mewah tersebut. Bulan sendiri terus melantunkan dengan mata terpejam. Tidak bisa menganggap tamu tidak ada, setidaknya memejamkan mata seolah kamu sedang sendiri. Sorak ramai menyadarkan Bulan dari terpejamnya, tersenyum penuh haru kemudian turun dan lari menuju Elliot. Elliot memberi selamat, Bulan tersenyum menaggapi. Tapi jauh di dalam hatinya Bulan merasa perih saat melihat Arka dan Bintang berjalan beriringan dengan tangan saling menggenggam. Diiringi sorak ramai siswa siswi seraya mengabadikan kejadian tersebut. Sudahlah, Bulan. Bukankah kau sendiri yang mengizinkan mereka kembali? Lalu untuk apa sekarang kau bersedih atas perbuatanmu sendiri? Kesal Bulan pada dirinya sendiri. Tak tahan dengan pemandangan yang sejak tadi menusuk hati, Bulan berbalik. Menatap Elliot dan tersenyum pada pria itu. "Ada apa?" tanya Elliot saat Bulan tiba-tiba tersenyum padanya. "Tidak apa-apa." "Kau yakin?" Elliot mendekatkan wajahnya ke wajah Bulan. Membuat gadis itu gelagapan dan sesegera mungkin menjauh. Disisi lain, Arka sebenarnya melihat kedekatan Bulan dan Elliot. Namun karena ada Bintang membuatnya menjadi tidak peduli. Tapi sial, Bintang malah menarik dirinya untuk menghampiri kedua manusia itu. "Kesana, yuk!" ujar Bintang seraya menarik tangan Arka. "Eh, kemana!" Bintang lari dan memeluk kakaknya. Senyum cantik dan bahagia terbit dari wajahnya. "Kakak hebat! Aku sampai tidak kenal kalau itu suara kakak, lho!" kata Bintang antusias. Bulan hanya diam, menatap Arka dan tangannya yang terus saja menggenggam tangan Bintang. Sedikit luka, tapi sudah mulai terbiasa. "Benar. Bulan membuat semua orang yang ada disini tersihir tadi," timpal Elliot. Mata Arka memicing sebentar, menatap dan mengamati Elliot. Tapi kemudian kembali acuh dan fokus menatap Bintang. Mungkin karena Elliot hanya pria biasa dan tidak ada apa-apanya bagi Arka. Begitu fikir Bulan. "Sayang! Kau bilang mau menemaniku makan hari ini," ujar Arka seraya menarik pinggang ramping milik Bintang dan memepetkannya ketubuhnya. Sayang? Lagi-lagi hati Bulan diuji. Setabah itukah dirinya? Munafik! Jika saja tidak ada siapapun di tempat ini, ku yakin kau pasti sudah menangis, Bulan! Bintang sedikit menggeser tangan Arka, mungkin tidak enak melihat kakaknya yang hanya diam saja sejak tadi. Mengerti ketidak enakan hati adiknya, Bulan tersenyum. "Tidak apa-apa, pergilah!" ujar Bulan lembut. Sebisa mungkin hati dan bibirnya tersenyum. Sedang Elliot hanya diam, ikut tersenyum melihat ucapan Bulan yang selalu lemah lembut. Tidak tahu jika dibalik hati gadis itu sedang hancur, sehancur-hancurnya. Tidak ingin berlama-lama dengan manusia yang menurut Arka tidak penting, pria itu langsung menarik Bintang dan membawanya. Namun baru saja kaki Arka maju beberapa langkah, siluet Kakek dan paman Jimmy terlihat. Disusul oleh Abah dan Umi di belakang mereka. Sontak membuat Arka melepaskan pelukan dan mundur mendekati Bulan. "Ada apa?" tanya Elliot saat Arka tiba-tiba kembali. "Bukan urusan kamu!" sentak Arka yang dijawab anggukan bahu oleh Elliot. Bulan hanya diam, memberi kode pada kakaknya agar segera kembali. Untung Bintang cepat dan tanggap, kembali dan mendempet pada kakaknya. "Hai para pemuda sukses. Bagaimana dengan acaranya? Apakah berjalan dengan lancar?" tanya Kakek seraya memeluk cucu kesayangannya. Namun di tolak oleh Arka. "Ada apa? Apa cucuku ini sedang cemburu?" pancing kakek saat melihat pria lain di dekat Bulan. Arka hanya mendelik, kemudian menjawab. "Kau datang terlambat tapi masih bisa tertawa?" cibir Arka. Bukannya kesal, kakek dan Paman Jimmy malah tertawa. Sifat Arka sangat mirip seperti ayahnya. Arrogant dan tinggi hati. "Kau tahu kakek kerumah besan lebih dulu." "Membicarakan proyek tunggal selanjutnya," lanjut kakek seraya mengedipkan mata. Arka mengerutkan dahi, Proyek tunggal? Tak peduli dengan kebingungan cucunya, kakek menyambut hangat kedatangan umi dan abah yang baru saja tiba. Dilanjut dengan Bintang, Bulan yang mencium tangan orang tuanya. Tak ketinggalan Arka dan Elliot juga menyalaminya. "Maafkan umi dan abah terlambat. Bagaimana, apa pembukaannya berjalan dengan lancar?" Umi langsung mendekat pada Bulan. Mengelus lembut pipi putrinya tersebut dan menatapnya lekat. Entah hanya perasaannya atau tidak, Umi merasa ada hal buruk yang terjadi pada salah satu putrinya. Namun syukurlah, sesuai apa yang ia lihat sekarang, Bulan baik-baik saja. Mata umi juga sempat melirik Arka dan Elliot yang mengapit putrinya. Hanya untuk memastikan. "Alhamdulillah. Lancar ko, Mi." Umi menghembuskan nafas lega, "Syukurlak kalau begitu." "Yasudah kalau begitu, ayo kita segera berangkat. Kami sudah menyiapkan tempatnya." Suara kakek mengejutkan Umi yang sejak tadi menatap Elliot. Sadar dirinya di tatap, Elliot sedikit membungkuk dan tersenyum. "Perkenalkan! Saya Elliot, tante." "Teman Bulan!" lanjut Bulan cepat, takut Umi, Abah maupun kakek nya salah faham. Para orang tua bersendu 'oh' sedang Elliot tersenyum menatap Bulan. Rasanya bahagia sekali di akui sebagai teman di hadapan orang tuanya. "Ohh. Kalau begitu nak Elliot ikutlah bersama kami." Umi berinisiatif. Matanya sedikit menatap kakek meminta persetujuan. Kakek yang sejak tadi tersenyum kagum melihat istri cucunya yang cantik terdiam sebentar. Sebenarnya kakek sedikit keberatan karena ini acara keluarga, apalagi mengingat Bulan dan Arka yang sudah menikah. Membuat suasana menjadi canggung dan tidak bisa leluasa jika ada orang lain nanti. "Tidak apa-apa, Tante. Pergilah, saya sudah harus kembali," ujar Elliot seraya menganggat ponselnya. Menunjukkan jika dia benar-benar harus segera pergi karena sudah di hubungi. "Yah, sayang sekali." "Lain kali, ya." "Bye, Bulan!" kata Elliot ramah dan menyempatkan memeluk Bulan hingga akhirnya pergi, meninggalkan suasana terkejut bagi Abah, umi, Bintang dan juga kakek. Tak ketinggalan mata Arka yang tajam menatap Bulan. Waktu sidangku dimulai, tutur Bulan dalam hati. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN