Genta tiba di apartemen Ishana. Perempuan itu membuka pintu. Genta menatapnya dari atas ke bawah, Ishana dengan berani menyambutnya hanya mengenakan robe pendek. Entah apa yang ia kenakan di balik robe itu.
“Masuk,” Ishana berbalik dan melangkah ke ruang tengah. Robe pendek yang Ishana kenakan sepertinya sengaja untuk menggodanya. Bagaimana tidak? Robe itu begitu pendek dan sedikit memperlihatkan lekukan bokongg Ishana yang kencang dan membulat. Kaki putihnya yang jenjang tidak mengenakan penutup apapun.
Apa itu pakaian untuk mengajaknya berlatih dialog? Genta hanya tersenyum, ia ingin menyentuh Ishana, tapi dengan sengaja ia menahan diri. Ia menyukai saat Ishana memintanya dan tidak lagi sanggup menahan gairahhnya. Ishana terlihat seksi…
“Pakaian itu.. Ada apa di balik robe yang kamu kenakan?” Genta memancingnya. Ishana membalik menatap Genta penuh gairah, “Kamu bisa membukanya sendiri.”
Genta duduk di sofa, “Tidak.. Aku mau kamu membukanya untukku.” Ishana mendesah pelan dan mendekat ke arah Genta, “Tidak..”
Ia tahu, desahan itu seperti membangkitkan segala hasrat di tubuhnya, tapi Genta menahan diri dan membiarkan Ishana semakin menginginkannya.
Mereka duduk bersebrangan. Ishana menyilangkan kakinya, “Kita mulai dari scene mana?” Genta hanya menatap Ishana terus menerus, “Terserah..”
***
Btari berpikir soal Genta dan pikirannya melayang pada kucing-kucing kecil itu. Kenapa Genta merawat kucing itu tapi tidak menjaganya di rumah? Itu rumahnya bukan? Jadi tidak mungkin kalau ada yang melarangnya.
Apakah Genta alergi binatang? Alergi kucing?
Btari terpikirkan hal itu karena ia juga alergi binatang, meski tidak terlalu parah. Bahkan, kemanapun ia pergi, ada obat antihistamin dalam tasnya, untuk berjaga-jaga.
Kalau kondisinya sedang drop, akan timbul rasa gatal di tubuhnya. Mungkin efek dari bulu binatang yang menempel. Itulah sebabnya ia menyukai susuvanila. Dari sejak kecil, sang mama memberikannya susuvanila untuk meredakan rasa gatal yang ia alami gara-gara reaksi alerginya.
Sejak itulah, susuvanila jadi semacam penyelamatnya, sugestinya kalau alergi akan membaik dengan meminum su-su. Dan, akhirnya karena terbiasa, ia sering meminum su-su hingga jadi minuman favoritnya.
Genta juga menyukai susuvanila bukan? Apa dugaannya betul? Apa Genta ada alergi pada binatang?
Septha tiba-tiba menghampirinya, “Lagi apa?! Jangan melamun!” Btari menoleh, ah ini orang yang tepat untuk ia tanya. Septha tergabung dalam fanbase Genta, jadi dari A sampai Z soal Genta, dia pasti tahu.
“Sep, kamu kan penggemar Genta kelas berat, apa Genta memiliki alergi binatang?” Btari mulai penasaran.
“Tidak. Tapi memang, Genta tidak suka binatang. Dia tidak menyukai segala jenis binatang. Itu pernah dia bicarakan dalam sebuah wawancara. Meski itu jadi pro kontra diantara pecinta binatang. Tapi kamu tahu sendiri, image Genta lebih kuat..” Septha menjelaskan.
“Ohhh..” Btari heran sendiri. Lalu kenapa Genta menyembunyikan soal kucing itu? Ah sudahlah, ia tidak mau terlalu memikirkannya.
“Aku ada gosip!” Septha duduk di sebelahnya. “Gosip apa?” Btari penasaran. “Ini heboh di forum fanbase Genta yang aku ikuti. Jadi waktu syuting di Malang kemarin, ada salah satu kru film memergoki Genta seperti habis berciuman. Fans pada heboh membicarakan kalau kemungkinan Genta dan Ishana ada hubungan. Bagaimana menurutmu? Apa sepanjang sering ketemu Genta, apa dia pernah bersama Ishana?” Septha bercerita panjang lebar.
Btari menggeleng, ia jujur apa adanya kalau memang tidak pernah melihat Genta dan Ishana bersama. Tiba-tiba saja, hatinya kembali sedih. Hhh… Ia kembali teringat saat pembacaan naskah waktu itu, membayangkan Genta dan Ishana jadi pasangan yang serasi membuatnya menyadari kalau memang tidak akan ada kesempatan untuknya.
Jaket yang Genta pinjamkan, itu hanya bentuk kebaikan semata, bukan karena ada rasa. Hhhh.. Lagi-lagi Btari menghela nafas. Bagaimana menghilangkan rasa yang kadung tumbuh ini? Apa ia bisa?
***
Tiga hari kemudian…
Btari harus kembali mengantarkan naskah ke rumah Genta. Rasanya tidak ingin pergi, tapi ia harus menjalani semuanya. Jangan sampai kejadian itu mengacaukan hari-harinya. Semangat Btari!
Ia kembali memencet bel di pagar tinggi itu, menenangkan dirinya dan mencoba biasa saja. Seperti biasa, Teo yang membuka pagarnya.
“Hai!” Btari berusaha tersenyum. “Hai juga..” Teo membalasnya. “Waktu itu kenapa kamu pergi? Ada yang mau aku berikan, tapi saat itu aku sedang menelepon.”
“Oh iya? Apa?” Btari ingin tahu. “Sekarang aku berikan. Masuk dulu,” Teo kembali mengajaknya masuk. Btari terpaksa mengikutinya.
Mereka masuk ke ruang tengah. Teo terlihat membuka tasnya, mencari sesuatu, tapi sepertinya tidak menemukan apa yang ia cari.
“Tunggu sebentar ya, sepertinya ada di mobil. Kamu duduk dulu,” Teo keluar ke arah garasi melalui pintu samping.
Btari duduk di sebuah stool yang ada dekat meja kecil. Ia meletakkan tas berisi naskah di meja kecil itu.
Matanya mengamati kalau Genta ada tak jauh darinya, sedang duduk di sofa di hadapan televisi, sambil menelepon. Ia tidak ingin melihatnya, Btari hanya menunduk memperhatikan kedua kakinya yang mengenakan kaos kaki.
Tak sengaja ia mendengarnya, Genta berbincang-bincang di telepon menyebut nama Ishana. Percakapan yang mesra dan terdengar seperti percakapan antar sepasang kekasih.
Hmm.. Jadi, apa yang dibicarakan orang-orang ternyata betul. Genta dan Ishana memang menjalin hubungan. Btari harus merelakannya.. Bagaimana lagi? Apalagi Genta dan Ishana adalah pasangan yang serasi.
Tidak mungkin perempuan sekelas Ishana ada yang mengalahkan. Apalagi oleh perempuan sekelas dirinya?
Ia duduk diam menanti Teo, menatap sekeliling rumah yang terasa sepi. Tiba-tiba tak sengaja beradu pandang dengan Genta yang sudah selesai menelepon.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Genta tiba-tiba saja bicara dengan keras dan menatapnya tidak suka. “Te-teo memintaku menunggu,” Btari dengan gugup menjawabnya. Genta hanya menggelengkan kepalanya lalu beranjak pergi memasuki satu ruangan yang sepertinya kamar tidurnya.
Btari merasakan hatinya tidak enak. Genta terlihat sangat tidak menyukainya. Akhirnya, Btari memutuskan untuk pergi. Ia tidak diinginkan di rumah itu.
Ia keluar dan menutup pintu pagar. Air mata lagi-lagi keluar membasahi pelupuk matanya. Ia tidak akan sesedih ini kalau tahu kesalahannya. Rasanya dari awal sering datang ke rumah ini, Genta baik-baik saja. Tapi sekarang? Sudah dua kali ia merasakan Genta bicara keras kepadanya. Dan, tatapan matanya, ia tahu itu tatapan seseorang yang membencinya.
Btari mulai menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Ada dua hal yang membuatnya tidak enak hari ini. Pertama, ia tahu Genta dan Ishana ada hubungan. Kedua, Genta bicara kasar padanya. Hal ini semakin membuktikan kalau Genta jauh dari menyukainya.
Ia tahu, ia tahu, kalau perasaannya tidak mungkin, tapi adanya harapan selalu membuatnya merasa tidak ada yang tidak mungkin.
Btari menenangkan diri lalu masuk ke mini market untuk membeli susuvanila kesukaannya dan sebatang coklat. Ia duduk di teras menikmati su-su dan coklat yang ia beli. Rasanya mini market ini sudah menjadi tempat favoritnya.
Dering ponsel nmenyadarkannya dari lamunan. Ternyata Teo meneleponnya, Btari pun mengangkatnya.
Btari, “Halo..”
Teo, “Kamu kemana?”
Btari, “Mmm.. Maafkan aku, mungkin lain waktu. Nanti saat mengirimkan naskah berikutnya saja.”
Teo, “Ok.. Sori kalau tadi aku lama. Ternyata terselip di mobilku.”
Btari, “Tidak apa-apa.”
Teo, “Ok.”
Btari menutup telepon itu dan menarik nafas panjang. Ia harus melupakan Genta!
Tiba-tiba Teo kembali meneleponnya. Btari pun mengangkatnya, “Halo, halo.” Btari bicara berulangkali, tapi Teo tidak menjawabnya, hanya terdengar bunyi gemerisik. Oh, sepertinya kepencet.
Saat hendak menutup telepon itu, Btari mendengar percakapan yang cukup keras. Rasa ingin tahu membuatnya diam mendengarkan.
Teo, “Apa kamu bersikap tidak menyenangkan pada asisten Taqi?”
Genta, “Definisikan tidak menyenangkan? Dia yang bersikap tidak menyenangkan dengan terus-terusan menatapku seperti itu! Dia tidak dalam level perempuan yang berhak menyukaiku.”
Teo, “Tapi tadi aku memintanya menungguku.”
Genta, “Aku tidak suka melihat perempuan itu.”
Btari menutup telepon itu… Genta menyadari kalau ia menyukainya?
Ucapan Genta terngiang-ngiang di telinganya. Dia tidak dalam level perempuan yang berhak menyukai Genta?? Itu kenyataan yang ia rasakan. Tapi, mendengar langsung dari mulut Genta membuatnya sedih. Bahkan Genta bicara soal tidak suka melihatnya. Kenapa ucapannya sejahat itu? Apa sesalah itu memiliki perasaan suka?
Ia pun kembali menangis.. Sedih rasanya..
***