Malam langit

1248 Kata
Keesokan harinya, Azzura seolah mendapat semangat baru. Wajahnya berseri-seri tidak seperti biasanya. Bahia dan bu Nirmala merasa senang dengan hal ini. Semalam Azzura juga menceritakan segalanya pada Bahia, mengenai ke pulang Azka dan niat Azzura untuk datang ke kajian. Ya... Tidak bisa dipungkiri bahwa kali ini niat Azzura berbeda datang ke kajian, alasan terbesarnya karena ia merindukan Azka. Dan ingin melepas rindu meski hanya mendengar suara Azka. Azzura terlalu terlena akan cinta. Meski Azka baru dalam hidupnya, namun Azka benar-benar mampu mengambil ruangan besar di hati Azzura. Inikah cinta karena Allah? Tidak. “Hari ini ke kampus juga gak? “tanya Bahia. Azzura menggeleng. Lalu menuangkan secangkir teh hangat untuk bu Nirmala. Bu Nirmala tersenyum. Mereka sedang sarapan pagi, sebelum beraktivitas rutin. Ketiganya layaknya sebuah keluarga, meski tidak terikat oleh darah. “Zur, mau juga... “ Bahia menyodorkan cangkirnya ke arah Azzura. Azzura lalu menuangkan teh ke cangkir Bahia. “Terima kasih, Zura,” Bahia tersenyum. “Jadi apa rencana pagi ini? “ tanya Bahia lagi. “Hem...di rumah saja. Mau rapiin bunga di depan, biar makin indah,” jwab Azzura seraya menyendokan satu suap nasi goreng ke dalam mulutnya. “Bu Nirmala, mau kemana pagi ini? “ “Hem, ada acara pengajian di komplek sebelah,” jawab bu Nirmala. “Oh gitu...” Bahia manggut-manggut. Lalu gadis itu telah selesai dengan sarapannya. Ia lantas bangkit dari kursi. “Wah masak Azzura memang enak banget... Zura bilangi sama Azka kalo dia tuh beruntung banget dapat calon istri sebaik dan sehebat kamu...,” puji Bahia, sukses membuat wajah Azzura memerah, malu. “Iya, nih... nasi goreng buatan Azzura emang the best,” kata Bahia, gadis itu membawa piringnya ke tempat cuci piring. “Biar aku aja yang cuci piring, Iah ..” “Oh tidak bisa, Zura,” kata Bahia dengan suara bernada. “ Kamu udah buatin nasi goreng yang enak. Jadi sekarang giliran aku. Kamu jangan serakah dong, semuanya di embat, aku kan juga mau dapat pahala, ya kan Bu? “ Bahia mencari dukungan. . Bu Nirmala terkekeh, menanggapi kpertengkaran kecil keduanya. Pertengkaran yang malah menghangatkan suasana. “Kamu udah selesai makan kan? Sini piring kamu...” pinta Bahia. Tangan gadis itu melambai-lambai meminta piring kotor dari tangan Azzura. “Sudah-sudah, biar Ibu saja yang cuci piring. Kamu kan harus kuliah, da Azzura sudah memasak. Jadi biar ibu dan yang cuci piring.” “Loh kok Ibu sih... biar Bahia aja Bu. Kalian masih ada seperempat jam. Masih sempet ini mah, Bu... “ Bahia bersikeras. “Ya sudah kalo gitu... “ Bu Nirmala akhirnya menyerah dengan keinginan Bahia. “Ibu mau siap-siap dulu ya, Ibu ke kamar dulu... “ “Iya Bu,” jawab Azzura. Sepeninggalan bu Nirmala, Bahia kembali menanyai mengenai Lisa yang tidak ada kabarnya. Azzura yang tidak tahu apa pun, milih hanya diam. Bahia nampak cemas. “Apa ini juga pertanda bahwa, Azka mungkin saja...” Bahia menatap Azzura. Ia tidak tega menyambung kalimat yang akan melukai hati Azzura. “Insyallah tidak Bahia. Aku percaya pada Azka. Dia bukan orang yang mudah percaya hal-hal bohong ini.” “Tapi...” Bahia menghela nafas panjang. “ Aku semua keyakinanmu, benar, Azzura.” **** Bada salat zuhur, Azzura pergi ke masjid. Begitu Azzura sampai di sana, masjid nampak sudah ramai. Di shaff perempuan bagian depan sudah penuh. Azzura memilih duduk di belakang. Azzura tidak menyadari beberapa gadis diam-diam melirik dia sambil berbisik-bisik pelan. Awalnya Azzura benar-benar tidak menyadari hal itu, namun lama-kelamaan instingnya bersuara, beberapa kali Azzura tanpa sengaja menangkap basah mata yang tengah menatap kearahnya. Azzura tahu. Berita itu bahkan sangat viral di media sosial. Tidak heran jika semua orang akan mengenalinya dengan mudah. Azzura berusaha sabar. Ia yakin, malam tidak akan selamanya menutupi langit, ada waktu pagi mengantikan malam. Ia hanya harus bersabar. “Bersabarlah dengan sabar yang baik.” Perkataan Aariz tiba-tiba mengiang di kepala Azzura. Azzura tersenyum. Itu salah satu arti dari ayat Al-Qur’an. Azzura mendengarkan kajian dengan hikmat, kerinduannya akan suara Azka terbayar sudah di tambah lagi, ia mendapatkan banyak ilmu dengan duduk di majelis ilmu ini. Azzura mengucap syukur tiada henti atas kenikmatan ini. Kajian di akhiri seperti biasa dengan salat Ashar berjamaah. Azzura segera mengambil wudu. Tempat wudu sudah sepi karena Azzura merupakan kloter terakhir kebagian keran air. Baru Azzura hendak pergi, samar-samar terdengar pembicaraan dua orang di tempat wudu pria yang notabenya satu tembok dengan tempat wudu wanita. “Ka, apa kamu sudah mendengar berita itu?” “Iya.” Suara itu terdengar sendu. Nada suaranya begitu pelan. Itu suara Azka. Azzura kenal jelas. “Jadi benar itu gadis yang akan kamu nikah? “ Tidak ada jawaban dari Aska. Keheningan terjadi. Dan tidak lama, suara derap kaki terdengar. Keduanya pergi dari sana. Azzura juga segera masuk masjid untuk melaksanakan salat. Azzura mengangkat tangannya. Berdoa. Hatinya gelisah, Azzura tidak mengucapkan sepata kata pun. Suara Azka memenuhi pikirannya. Azzura takut, ia sangat takut sekarang. Azzura berjalan ke luar masjid dengan pikiran melayang jauh, ia tidak menghiraukan lagi situasi di sana. Azzura hanya fokus mengambil sepatunya dan segera memasangnya. “Azzura...” panggil Azka. Langkah Azzura terhenti. Tubuhnya mematung seketika. Ia tidak menoleh, namun pantulan bayangan Azka terlihat jelas di mata Azzura. Pria itu berdiri di belakang Azzura dengan kepala tertunduk. Apa ini akan berakhir kabar buruk? Tidak... Azzura yakin Azka tidak semudah itu mempercayai berita bohong itu. TIDAK... “Maaf Azzura, lebih baik pernikahan ini kita batalkan saja. “ JLEB. Kenapa tiba-tiba petir muncul di hati Azzura. Meluluh lantakan apa yang Azzura sebut kepercayaan. Mata Azzura menghangat, mungkin karena petir itu kini sudah menyerang matanya. Nafas Azzura juga sudah berantakan seolah petir itu tidak ingin meninggalkan Azzura dengan keadaan baik. “Kenapa?” Suara Azzura terhenti di kerongkongan. Rasanya sakit. Sangat sakit. Bahkan untuk sekadar bertanya. Aska menghembus nafas panjang. “Maaf.. “ “Apa kamu percaya pada berita itu?” lirih Azzura. Azka tidak menjawab dan memilih pergi. Derap langkah Azka yang makin menjauh, membuat lutut Azzura gemetar, ia terduduk di tanah begitu saja. Seperti seolah sebagian kekuatannya meninggalkannya dan pergi bersama Azka. Azzura sangat terpukul. Dunia serasa jatuh dihadapnya. Remuk berkeping di depan matanya. Azzura tertegun, menatap langit yang mulai menggelap. Apakah pagi hanya omong kosong untuk Azzura? Langitnya sudah gelap. Sangat gelap. Matanya sudah tidak menangis lagi namun sorot kehidupan seolah pudar perlahan dari kelopak matanya. Ia dan malam hampir sama. Dengan sisa kekuatannya, Azzura melangkah pulang. Gadis itu berjalan entah ke mana langkahnya membawa. Gadis itu seperti lupa akan tujuannya. Lupa akan arah. Dan lupa akan jati dirinya. Mencintai adalah seni terkejam yang Azzura rasakan. Mencintai sama halnya seperti membawa bom waktu yang dengan diletakan dasar hati. Kapan saja, bom itu akan meledak dan menghancurkan segalanya. Dan Azzura mendapatkan bom waktu itu. Hatimu layu bahkan saat sebelum bersemi. “Azzura....... “ Tiba-tiba seseorang menarik tangannya. Tubuh ringgki Azzura tertarik begitu saja ke pinggir jalan tanpa perlawanan. Azzura terlalu lemah untuk melawan. “Hilang semangat hidup? “ Mata Azzura menangkap seorang yang membuat semua ini terjadi. Itu Pak dosen, pria itu yang sama yang telah menjebaknya. Pria itu tersenyum miring pada Azzura yang kini seperti pohon yang mengering. Tanpa harapan dan kebingungan. “Dunia ini sangat kejam, Azzura. Menjadi putih tidaklah mudah, terutama bilang kamu berasal dari dunia gelap. Selamanya orang hanya memandang mu sebagai manusia kelam yang menjijikkan. Tidak perlu lagi semua ini ! Mari kembali ke dunia gelap itu. Dunia itu akan datang menyambutmu. Mari kita bersenang-senang di sana. Lupakan semua peran mu menjadi baik! Lupakan! Ini tidak ada gunanya !” Tubuh Azzura gemetar, nafasnya memburu cepat, semua masa lalu yang Azzura coba lupa di dunia psk langsung berhamburan dikepalanya, ia kembali melihat Azzura yang dulu. Azzura kotor. Azzura menjijikkan. Azzura ketakutan setengah mati, bayangan itu seolah nyata di depan matanya. Azzura tidak bisa membedakan mana ilusi dan kenyataan. Ia tidak tahu, apa yang terjadi. Dunianya tiba-tiba meredup. Semua gelap seketika.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN