Tak terasa 1 minggu sudah berlalu sejak Sean membawa Sein pergi jalan-jalan ke mall, dan semenjak saat itu kondisi kesehatan Sein semakin memburuk.
"Bagaimana Tan?" tanya Sean dengan nada tersirat penuh khawatir.
Tadi pagi, Mommynya itu terus-menerus muntah, juga mengeluh pusing, karena khawatir dengan kondisi Sein, Sean akhrinya memutuskan untuk memanggil Carolyne ke rumah, mengingat Carolyne adalah Dokter dan jarak rumah mereka yang sekarang terbilang cukup dekat. Mungkin waktu yang Carolyne butuhkan untuk sampai di kediaman kedua orang tuanya hanya sekitar 10 menit.
"Enggak apa-apa kok Sean. Mommy cuma kurang istirahat, dan asupan makanannya tolong dijaga ya. Jangan terlalu banyak makan pedas dulu," jelas dan nasehat Carolyne.
"Syukurlah." Sean menghela nafas, merasa lega setelah mendengar penjelasan dari Carolyne. Kakak ipar Mommynya yang tak lain tak bukan Kakak dari Daddynya, Anton.
"Sekarang biar Mommy istirahat dulu. Ingat! Jangan makan pedas dulu ya!" Carolyne tak bosan-bosannya untuk mengingatkan Sean, mengingat Sean adalah salah satu orang yang bisa ia andalkan saat ini.
"Kadang Mommynya yang ngeyel," keluh Sean.
Sean jadi pusing. Kalau ia larang Sein untuk makan pedas, pasti Sein merajuk, kalau tidak dilarang makan pedas, pasti Sein sakit. Jadinya serba salahkan.
Carolyne tertawa, seraya menepuk ringan bahu Sean. "Makanya Sean harus siap siaga jagain Mommy, selalu nasehatin Mommy, hitung-hitung belajar sebelum menikah."
"Tante bisa aja," kekeh Sean.
Carolyne dan Sean memutuskan keluar dari kamar, meninggalkan Sein yang sedang tertidur pulas setelah meminum obat pereda nyeri. Sepanjang jalan, tak henti-hentunya Sean dan Carolyne mengobrol, saling melempar canda serta tawa.
Sementara itu di tempat lain.
Anna terus mengutak-atik ponselnya, kembali mencoba memesan ojek onlie. Sedari tadi, sudah ada 2 ojek online yang menolak Anna dengan alasan macet.
"Hiks, dasar abang ojek tidak berperikemanusiaan, tega-teganya menolak Princess Anna yang cantik jelita dan baik hati," keluh Anna dengan raut wajah yang semakin masam.
"Anna!"
Anna yang merasa dipanggil lantas mendongak, dan orang yang baru saja memanggilnya kini sedang melangkah mendekatinya.
"Ya Kak," sahut Anna gugup begitu pria yang baru saja memanggilnya sudah berdiri menjulang tepat di hadapannya.
"Astaga! Kak Eishi ganteng banget." Pujian itu hanya bisa Anna ucapkan dalam hati, terlalu malu untuk mengungkapkannya.
"Kenapa berdiri di sini? Bukannya masih ada kelas?" Eishi mulai memindai penampilan Anna, mulai dari atas sampai bawah. "Tidak ada yang lecet," ujar Eishi dalam hati, tadinya Eishi pikir Anna terluka.
"Anna mau pulang, Kak."
"Pulang? Kenapa pulang? Apa ada masalah?" tanya Eishi beruntun.
"Mommy sakit Kak, jadi Anna mau pulang." Anna menunduk, tidak berani menatap Eishi yang masih menatapnya dengan intens.
Aish, tidak tahukah Eishi kalau tatapannya itu membuat Anna salah tingkah?
Eishi mengangguk, mengerti dengan apa yang Anna maksud. Meskipun mereka baru berkenalan beberapa bulan yang lalu, tapi Eishi tahu bagaimana sifat Anna, apalagi jika sudah menyangkut anggota keluarganya.
"Ya sudah, ayo Kakak antar pulang." Tanpa menunggu jawaban Anna, Eishi menarik lembut pergelangan tangan kanan Anna, lalu melangkah menuju tempat parkir di mana motornya berada.
"Diam dulu di sini, Kakak ambil motor sebentar." Lagi-lagi tanpa menungu jawaban Anna, Eishi berlalu begitu saja dari hadapan Anna.
Setelah kurang lebih 2 menit menunggu, akhirnya Eishi tiba di hadapan Anna dengan motor sport hitam miliknya, jangan lupakan jaket kulit hitam yang dikenakannya, membuat ketampanan Eishi semakin bertambah berkali-kali lipat. Bahkan Anna sampai terpesona dan terpana takjub dibuatnya, membuat Eishi terkekeh saat melihat raut wajah menggemaskan Anna, ingin sekali Eishi mencubit pipi Anna.
"Anna!"
Anna masih diam, terlalu terpesona dengan ketampanan dan penampilan Eishi. Ini pertama kalinya Anna melihat Eishi menaiki motor sport, karena biasanya Eishi memakai mobil sport yang entah ada berapa banyak, mengingat Eishi selalu berganti warna dan model.
"Anna!" Eishi kembali memanggil Anna, kali ini dengan intonasi yang sedikit lebih tinggi.
Anna mengerjap, lalu menatap Eishi salah tingkah. "Eh, iya Kak. Kenapa?" tanyanya gugup. Kedua jemari Anna saling bertaut, apalagi saat melihat senyum di wajah Eishi, membuat jantung Anna semakin berdebar-debar tak karuan.
"Kak, senyummu melemahkanku!" jerit Anna dalam hati.
"Sini Anna." Dengan gerakan tangan, Eishi meminta agar Anna mendekat.
Anna melangkah mendekati Eishi, dan saat Anna sudah berdiri di hadapannya, dengan lembut Eishi langsung memakaikan Anna helm yang berwarna senada dengan miliknya.
"Enggak apa-apa kan kalau Kakak antar pakai motor?" Sebenernya percuma saja Eishi bertanya karena meskipun Anna menolak, Eishi akan tetap memaksanya.
"Enggak apa-apa kok, tadi Anna pesen ojek online 2 kali masa dua-duanya nolak," adu Anna kesal dengan bibir yang kini mencebik, membuat Eishi gemas di buatnya.
"Kasihan," ledek Eishi seraya menyentil kening Anna, membuat Anna meringis di buatnya.
"Sakit Kak," keluh Anna seraya memegangi keningnya.
Eishi hanya tertawa, seraya menepuk-nepuk jok motornya. "Ayo naik, nanti jalanannya keburu macet."
Anna mengangguk lalu naik ke atas motor Eishi. Beruntung Anna selalu memakai jaket dan rok di bawah lutut, jadi Eishi tidak perlu khawatir kalau Anna akan mengalami kesulitan.
Anna menggigit bibir bawahnya, sedikit bingung di mana ia harus berpegangan. Akhirnya Anna memutuskan untuk memegang ujung jaket yang Eishi kenakan.
Eishi menghela nafas, lalu menarik lembut tangan Anna agar melingkar di perutnya, dan sebelum Anna mengajukan protes, Eishi sudah terlebih dahulu mengatakan apa alasannya melakukan hal itu. "Nanti bisa terbang kalau kamu enggak peluk Kakak."
Eishi membelai lembut jemari Anna, membuat jantung Anna semakin berdetak tak karuan. "Jangan di lepas ya!" Peringat Eishi tegas.
Anna mengangguk seraya mengeratkan pelukannya. "Kak, jangan ngebut-ngebut ya."
Sebenarnya Anna sangat tidak suka pergi naik motor, karena jujur saja ia sangat takut, mengingat temannya pernah mengalami kecelakaan motor dan akibatnya patah tulang.
"Iya," gumam Eishi sebagai jawaban. Eishi mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Setelah kurang lebih 10 menit menempuh perjalanan yang terbilang cukup lengang, akhirnya Eishi dan Anna sampai di halaman kediaman kedua orang tua Anna..
"Terima kasih ya Kak. " Dengan terburu-buru Anna melepas helm dan memberikannya pada Eishi, berlari memasuki rumah dengan perasaan campur aduk. Anna bahkan tidak sempat menawari Eishi yang baru saja mengantarnya pulang untuk mampir.
"Dasar menggemaskan," kekeh Eishi sambil menggeleng.
Setelah memastikan Anna memasuki rumah, Eishi memacu motornya untuk pergi ke kampusnya, mengingat dirinya masih memiliki kelas. Bisa habis dirinya kalau sampai Mommynya tahu ia membolos.
"Anna pulang!" Seperti biasa, berteriak adalah hal wajib yang selalu Anna lakukan saat memasuki rumah.
"Jangan berisik Ann! Mommy lagi istirahat."
Anna sontak menoleh pada asal suara, tersenyum saat melihat Carolyne dan Sean sedang berada di ruang keluarga.
Anna berlari menghampiri keduanya dan langsung memeluk Carolyne, dan Carolyne pun membalas pelukan Anna seraya terkekeh.
"Apa kabar Princess?" Carolyne mengecup pelipis Anna dengan penuh kasih sayang.
Setiap kali dirinya melihat wajah Anna, maka ia akan selalu mengingat sosok Sein saat Sein seusia Anna. Wajah keduanya benar-benar mirip sekali.
"Anna baik Tante, dan sepertinya Tante juga dalam keadaan baik."
"Tante dan yang lain juga dalam keadaan baik-baik saja."
"Lalu bagaimana dengan keadaan Mommy?" tanya Anna khawatir seraya melepaskan pelukannya.
"Mommy baik-baik saja Princess, hanya kurang istirahat dan terlalu banyak pikiran." Carolyne mengusap lembut kepala Anna.
Anna mengangguk, menoleh sekilas pada Sean yang sedang bersandar di sofa dengan kedua tangan bersedekap. Jangan lupakan tatapan matanya yang menurut Anna sangat horor. Anna yakin pasti Sean akan menceramahinya habis-habisan, karena ia kabur dari sekolah untuk yang kesekian kalinya.
"Daddy tolong!" gumam Anna dalam hati.
"Tante sendiri? Kak Aditya enggak ikut?" Lebih baik Anna mengobrol dengan Carolyne dari pada melihat wajah sangar Sean yang seperti mau menelannya hidup-hidup.
"Tante di antar supir Princess, kalau Kak Aditya lagi ada kuliah."
Anna manggut-manggut lalu melirik sekilas pada Sean yang masih saja menatapnya dengan horor.
"Kakak ih, jangan melihat Anna seperti itu ." Anna merajuk dan itu membuat Carolyne tertawa di buatnya.
"Seperti apa?"
"Itu matanya melotot, untung bola matanya enggak keluar." Jari Anna menunjuk pada mata Sean.
"Sudah jangan berantem terus, mending sekarang anter Tante ke depan. Tante masih ada jadwal praktek." Carolyne mencoba melerai Sean dan Anna yang mungkin akan bertengkar, selalu seperti itu.
"Yah, Tante enggak bisa makan siang sama kita?" Padahal Anna sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu dan menghabiskan waktu bersama.
"Enggak bisa Princess, karena Tante ada jadwal praktek hari ini." Carolyne mencoba memberi Anna pengertian.
"Ya sudah deh." Apalagi yang bisa Anna lakukan selain pasrah.
Carolyne, Sean, dan Anna beranjak dari duduknya, lalu melangkah menuju teras depan, di mana supir Carolyne sudah menungu.
Anna melambai begitu mobil yang di tumpangi Carolyne berlalu dari hadapannya.
Anna berbalik dan langsung mendapati Sean yang kini menatapnya penuh selidik, jangan lupakan kedua tangannya yang kini bersedekap.
"Kenapa pulang? Bukannya masih ada jam pelajaran sekolah?" Cecar Sean.
Anna mencebik, kesal begitu mendengar pertanyaan beruntun yang Sean ajukan. "Anna enggak bisa tenang kalau belum lihat kondisi Mommy."
Sean menghela nafas lalu melangkah mendekati Anna, membawa tubuh Anna masuk ke dalam dekapannya. "Mommy baik-baik aja, Dek." Sean tahu betapa Anna sangat menyayangi Sein meskipun terkadang Anna sering bersikap menyebalkan dan sering menjahili Mommynya itu.
"Tapi Mommy sudah sering sakit." Ya, ini bukan pertama kalinya Sein sakit, 2 hari yang lalu Sein juga sakit.
"Kata Tante Carolyne, Mommy hanya kurang istirahat, dan terlalu banyak pikiran." Sean mencoba menenangkan Anna.
Anna mengangguk seraya melepaskan pelukannya dari Sean. "Anna boleh lihat Mommy?"
"Nanti saja ya, Mommy baru aja tidur setengah jam lalu." Peringat Sean yang lagi-lagi Anna jawab dengan anggukan kepala.
Sean dan Anna kembali memasuki rumah, dengan Anna yang berjalan terlebih dahulu.
Keadaan rumah sangat sepi, karena Bi Sari sedang pergi berbelanja ke supermarket di antar supir lain.
"Dek." Panggilan Sean membuat langkah Anna terhenti.
Anna menoleh, menatap Sean dengan sebelah alis terangkat. " Kenapa Kak?"
"Tadi pulang naik apa?" Sean baru ingat kalau hari ini Mang Ujang ijin cuti dan pasti bukan Mang Ujang yang menjemput Anna.
"Di antar sama Kak Eishi Kak, naik motor," jawab Anna.
Sean mengangguk, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang keluarga.
Sean tak perlu khawatir karena Sean sangat mengenal Eishi, bahkan keluarga mereka menjalin hubungan yang sangat baik.
"Mommy sakit gara-gara Anna ya Kak?" Anna ikut duduk di samping Sean, menyandarkan kepalanya di bahu Sean.
"Bukan Princess." Sean membelai lembut kepala Anna.
"Terus salah siapa dong?"
"Salahin Daddy lah, siapa suruh ninggalin Mommy tanpa pamit dan enggak ngasih kabar," ketus Sean.
"Salah Daddy ya Kak?" Sebenarnya Anna sedang mencoba meyakinkan dirinya sendiri, kalau penyebab Sein sakit bukanlah dirinya, melainkan Anton.
Terlalu asik mengobrol membuat keduanya tidak sadar kalau sejak 5 menit yang lalu ada seseorang yang berdiri di belakang mereka dengan kedua tangan yang bersedekap, seraya menggelengkan begitu mendengar percakapan di antara keduanya.
"Kakak mau cariin Daddy baru buat Mommy, biar Mommy enggak sedih lagi," celetuk Sein.
Plak...
Sebuah pukulan yang terbilang cukup kuat tiba-tiba mendarat di bahu kanan Sean, membuat Sean merintih kesakitan, dan juga terkejut disaat yang bersamaan.
"Jangan suka sembarang kalau ngomong Kak," ujar suara bariton dari balik punggung Sean dan Anna.
Sean dan Anna kompak menoleh pada asal suara, mata keduanya sama-sama membola saat melihat siapa orang yang baru saja berbicara.
Siapa lagi kalau bukan Anton.
Pergi enggak bilang-bilang, dan pulang juga enggak ngasih kabar. Bukankah itu sangat luar biasa?
"Daddy!" Anna menaiki sofa lalu melompat, memeluk Anton dengan sangat erat, membuat tubuh Anton sedikit terhuyung karena kuatnya dorongan yang Anna berikan. "I miss you Dad," gumam Anna lirih.