"Gak pacaran lah."
"Ya lah, mana mungkin Shana mau pacaran."
Ia terkekeh.
"Dia temenku dari SMA. Emang udah deket dari dulu. Terus beberapa tahun belakang ya gitu deh. Mau serius. Tapi ya orangtuaku bukan tipikal orangtua yang ngasih izin untuk anaknya menikah muda."
"Mamamu?"
Ia nyengir. Ia memang hanya punya seorang ibu yang membesarkannya dan adiknya sendirian.
"Ya. Ya tahu lah," ia enggan menyambung lebih panjang. Sesiang ini hendak ke kampus. Sementara tetangga kamarnya ini juga kembali masuk ke dalam kamar.
Ia tinggal di rumah kos dua lantai yang ada di daerah Sleman, Yogyakarta. Perkuliahannya sudah hampir selesai. Ya lebih tepatnya baru saja menyelesaikan ujian akhir semester. Tapi hari ini hendak ke kampus untuk bertemu dengan dosen pembimbing untuk persiapan seminar proposal sekaligus membahas hal lain yang juga penting.
"Hati-hati, Shaaaan!"
Ia mengangguk dengan lambaian tangan. Kemudian berjalan menuju tangga. Kehidupan keluarganya cukup rumit. Di kampung halaman, sudah tak ada yang mau menerima ibunya. Yeah tang akhirnya membuatnya dipanggil....
"Itu...anak pembunuh...."
Ia tak bisa menyangkal karena penyelidikan awal kepolisian memang begitu. Ibunya sempat masuk penjara selama beberapa bulan karena diduga membunuh ayahnya. Ya bukti belum kuat tapi keluarga ayahnya tak terima jadi dengan segala cara, ibunya dijebloskan ke penjara. Ia dan adik lelakinya?
Masuk panti asuhan kala itu. Keluarga ayahnya tentu tak mau menerimanya dan adiknya. Dari dulu, ibunya memang tak diterima di dalam keluarga besar ayahnya. Bahkan ia dan adiknya juga turut dibenci terlebih ketika ayahnya meninggal. Lantas keluarga ibunya di mana?
Ibunya hanya seorang yatim piatu. Tak punya keluarga satu pun. Sewaktu kecil, ibunya yang masih bayi ditaruh begitu saja di depan oanti asuhan. Tak pernah tahu keluarga sebenarnya hingga sekarang. Namun ia juga tak perduli sih. Kemudian bagaimana ibunya bisa keluar dari penjara?
Ibunya divonis bebas ketika hasil penyelidikan justru menemukan kalau ayahnya yang hendak membunuh ibunya. Karena apa? Karena ternyata ayahnya berselingkuh. Tapi yang orang-orang tahu, ayahnya adalah sosok suami dan ayah yang sangat baik. Orang-orang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia juga tak mengerti. Namun yang pasti, minuman yang berisi racun itu malah diminum sendiri oleh ayahnya bukan oleh ibunya. Jadi?
Kecelakaan yang menyebabkan bunuh diri. Aneh? Ya mungkin memang harus begitu. Semenjak ibunya bebas, mereka pergi jauh dari sana. Sempat berpindah-pindah tempat karena pekerjaan ibunya sebagai buruh pabrik di beberapa pabrik. Yeah selalu berpindah-pindah. Berpindah itu pun sebagian besar karena dipecat. Dipecat?
Ya. Karena menjadi rebutan para lelaki kala itu. Maklum, janda cantik yang masih sangat muda. Jadi banyak menjadi rebutan. Walau hingga kini pun, ibunya memutuskan untuk hidup sendiri. Tahu kenapa?
Karena tak ada yang indah di dalam pernikahan. Itu yang ia sadari. Ia juga belum bisa melepas anak sulungnya untuk menikah. Meski sudah ingin dan calonnya sudah ada. Setidaknya calonnya memang mau menunggu.
Shan, kamu selesai kuliah kapan?
Ia baru saja tiba di kampus saat menerima pesan itu. Yeah dari orang yang selalu ada di dalam pikirannya. Ia sudah lama menyukai lelaki ini. Ya tentu saja sejak zaman SMA. Si lelaki juga begitu. Intinya saling menyimpan rasa. Walau hingga kini, tak ada istilah pacaran. Mereka benar-benar tampak seperti berteman. Walau kedua kekuarga sudah saling berkenalan dan ia juga dekat dengan adik-adiknya lelaki ini.
Semester ini insya Allah.
Kalau gitu, kita bisa ngomongin soal nikah?
Ya sudah sejak setahun belakangan, lelaki ini terus bertanya. Shana membaca pesannya. Ia menimbang-nimbang. Jika urusan lain, ia bisa dengan mudah mengambil keputusan. Untuk urusan ini? Adalah hal yang berbeda baginya. Ia butuh pendapat ibunya.
@@@
"Astagfirullah......"
Andra terkekeh mendengar ucapan itu keluar dari mulut Rain. Gadis itu menyusul mereka yang sedang berada di dalam klub. Eiits jangan su'uzzan. Mereka punya ruangan khusus di sini. Tapi memang hanya khusus satu klub ini. Mumpung Ferril mengenal pemiliknya. Yeah, pengusaha mana yang tak Ferril kenal?
Rain geleng-geleng kepala. Padahal ia sudah sering ke sini.
"Tumben lo pakek kerudung ke sini," ujar Ardan.
Rain baru menyadari hal itu. Ia menyentuh kepalanya. Lalu merasa bodoh sendiri. Hahaha.
"Pantesan gue diliatin dari pintu masuk."
Andra terbahak. Ada saja hiburannya saat bersama geng Adhiyaksa. Yeah geng sableng. Tak banyak yang tahu kalau isinya orang-orang gesrek.
"Weeiitss! Jangan dibuka di sini jugaaaa!" tukas Andra. Ia memang tahu kalau Rain itu sembrono. Gadis itu malah cekikikan. Ia tak jadi melepas kerudungnya. Kemudian ikut duduk bersama para lelaki.
"Arinda sibuk lagi," ia mengeluh. Biasanya Arinda bisa menemaninya.
"Lo berdua gak ada niatan buat nyari cewek di sini kan?"
Rain belum tahu kalau ini tempat tongkrongan baru mereka. Ia melihat isi ruangan ini. Tak ada apa-apa selain botol-botol miras di depan mata yang ia yakini bukan berisi minuman beralkohol. Pasti yang lain kan? Teh misalnya. Hahaha. Bagaimana pun, ia tahu kalau keluarganya tak akan berani. Andra? Setahunya masih lurus juga meski kadang suka belok mengikuti Ardan dan Adit.
"Lo gak mabok kan?"
Rain tertawa karena Andra menembaknya dengan pertanyaan itu. Asem memang. Cowok itu tampak santai. Ya kan kalau dibawa stres juga akan repot. Ya kan?
"Bang Adit mana sih?"
Pasalnya, yang ada di sini hanya dua cowok jomblo. Ia mengira yang lain juga ada. Ferril juga jomblo sih. Tapi tak kelihatan juga. Ke mana mereka?
"Lo sama cowok lo gimana?"
"Gak usah nanya deh!"
Andra terbahak. Ia menanyakan hal itu karena tak tahu harus menanyakan apalagi.
"Lo dulu deh, bang. Lo kapan nikah heh?"
Itu adalah pertanyaan yang sulit dijawab baginya. Akhirnya ia hanya bisa tertawa. Tak ada jawaban yang bisa ia katakan kok. Entah menikah atau tidak, ia juga tak berpikir tentang hal itu.
"Eeeh gue salah nanya ya?"
Rain bereaksi begitu karena ia melihat raut wajah Andra yang tampak berubah. Ia tak tersinggung. Namun pertanyaan itu juga turut ada di dalam benaknya. Kapan menikah? Ia juga tak tahu jawabannya. Calon tak punya. Asmaranya benar-benar masih gelap. Satu-satunya hal yang bisa ia kejar adalah karirnya. Ia berusaha sendiri untuk meningkatkan karirnya di perusahaan orang lain. Tujuannya?
Ia hanya tak mau dibilang kalau ia sukses karena papanya. Ya mungkin Ardan dan yang lain punya pikiran sendiri ketika memutuskan untuk meneruskan perusahaan keluarga. Ia?
Ia pikir akan ada waktunya nanti. Sekarang, ia ingin menikmati karir dengan jerih payahnya sendiri. Ia tahu kalau suatu saat, ia akan menggantikan papanya. Walau yah untuk menggantikan posisinya juga sangat berat karena papanya mengajukan syarat untuk itu.
"Kamu nanti harus meneruskan perusahaan papa. Tapi papa punya syarat. Harus punya istri dulu baru papa serahkan perusahaan sama kamu."
Yah sungguh syarat yang tampak sederhana. Tapi sungguh sulit untuk ditepati ya?
@@@