1. Pengkhianatan

1213 Kata
Deras hujan tak menghentikan langkah Seina untuk pergi dari restoran. Tubuhnya basah kuyup menerjang derasnya hujan di tengah jalanan Kota Bandung. Dua puluh menit perjalanan akhirnya Seina sampai di gedung apartemennya. Dengan tubuh yang bergetar, Seina berjalan lewat pintu darurat. Ia tidak mau harus membersihkan air yang menetes dari pakaiannya yang basah. Perlahan tapi pasti akhirnya Seina sampai di lantai enam apartemennya. Kakinya terasa kram menaiki anak tangga yang tak terhitung, Seina kemudian menekan password apartemennya lalu masuk ke dalam. Siena bergegas membersihkan tubuhnya, sepuluh menit kemudian Seina keluar dari kamar mandi lalu memakai pakaian yang hangat. Seina hanya menatap layar ponsel yang bergetar, melihat nama Arya di sana. Iya, Seina begitu kecewa kepada tunangannya yang membatalkan makan malam mereka hanya karena sahabatnya yang bernama Laras sedang sakit. “Ck! Sepenting itukah sahabatmu dari pada aku Arya, sepertinya kamu harus menikahi dia bukan aku,” ucap Seina menatap layar ponselnya. Tidak ada wanita yang mau berbagi dengan wanita lain termasuk Seina, apa lagi ia harus berbagi dengan sahabat bukan lagi orang tua atau saudaranya. Seina kemudian merebahkan tubuhnya, menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Terdengar tangisan yang lolos dari mulut Seina. Ya ... Seina menumpahkan semua kekesalannya dengan menangis sejadi-jadinya, sebelum akhirnya tangisan itu terhenti tergantikan oleh mimpi. Baru terlelap, bunyi bel serta dering ponsel saling bersautan membangunkan Seina dari tidurnya. Perlahan Seina membuka matanya, tangannya meraba nakas mencari ponsel yang di simpan di sana. Bola matanya memutar saat melihat nama Arya. Setelah panggilan berakhir, Seina membuka pesan dari Arya. Arya : "Maafin aku Seina, aku akan menjelaskan semuanya sama kamu. Kumohon angkat telepon dariku ...." Seina : “Kamu tidak perlu menjelaskannya, semuanya sudah jelas dan sebaiknya kita putus saja,” balas Seina. Setelah mengirim pesan kepada Arya, Seina memblokir nomor ponselnya. Tekadnya sudah bulat, tak ingin melanjutkan hubungannya dengan Arya. Ia tidak ingin pernikahannya selalu diwarnai cekcok karena wanita lain. "Kamu kuat Seina Aluna Putri," ujarnya sambil memejamkan mata, menjemput mimpi. Esok paginya, suara ketukan jari menyentuh keyboard menjadi irama yang indah bagi Seina. Dia merupakan seorang penulis yang sudah meraih banyak prestasi, bahkan bukunya pun selalu best seller. Saat ini ia bekerja sama dengan platform online untuk merilis n****+ yang di baca secara online. Seina suka menulis dari usianya dua belas tahun, ia selalu menuangkan semua imajinasinya ke dalam sebuah tulisan. Di usianya yang kini sudah memasuki dua puluh tiga tahun, Seina tidak pernah bergaul dengan teman-teman sebayanya dan terlihat seperti gadis pengangguran. Meski begitu ia memiliki tunangan bernama Arya Wijaya yang tak lain temannya saat masih kuliah dulu. Hubungan mereka terjalin sudah hampir dua tahun, tapi harus berakhir karena orang ketiga. Bel kembali berbunyi, Seina masih tetap tenang di meja kerjanya. Namun, konsentrasi Seina mulai goyah setelah bel berbunyi berkali-kali. “Argh ...!” teriaknya kesal. Seina berjalan dengan menghentak-hentakan kakinya karena marah dengan orang yang berada di balik pintu. Dia lalu memutar kenop pintu dan— “Seina kita harus bicara,” ucap Arya kemudian menggeser kakinya untuk menghalangi Seina menutup pintu apartemennya. “Apa lagi yang mau kamu bicarakan!” “Kenapa kamu memutuskan pertunangan kita sepihak, apa salahku?” “Hahaha ... kamu lucu sekali Arya, kamu bilang apa salahmu. Dengar baik-baik, kamu mengajakku makan malam, tapi setelah aku menunggu selama dua jam di sana kamu baru memberitahuku jika kamu tidak bisa datang. Satu hal yang membuatku marah, kamu membatalkan makan malam kita hanya karena sahabatmu itu!” hardik Seina dengan nada tinggi. “Maaf sayang, maaf karena aku telat memberitahumu. Saat itu Laras menghubungiku, memintaku untuk mengantarnya ke rumah sakit.” “Aku mau tanya sama kamu, kalau aku dan Laras di ikat di sebuah gedung, siapa yang akan kamu selamatkan lebih dulu?” Arya terdiam seolah sedang memikirkan sesuatu, “Eee, aku akan menyelamatkanmu lebih dulu.” ”Lalu kenapa kamu malah menghampirinya dan membatalkan acara malam kita?” “Seina aku tahu aku salah, aku mohon maafkan aku. Tolong singkirkan rasa cemburumu kepada Laras, hubungan kita hanya sebatas sahabat tidak lebih.” “Dia bukan sahabatmu tetapi selingkuhanmu, aku tidak mau bersaing dengan orang yang jelas-jelas menghalangi hubungan kita dari awal. Jadi lebih baik kita akhiri saja, sebelum kamu benar-benar berselingkuh dengannya.” Brak! Seina melempar pintu apartemennya dengan kencang. Dia mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak di kepalanya. Seina kembali mengetik dengan kecepatan tinggi hingga tulisannya yang muncul di layar komputer menjadi tak karuan. “Argh ... kamu sangat menyebalkan Arya,” oceh Seina sambil membenturkan kepalanya ke meja. *** Hari-hari Seina dihabiskan di ruang kerjanya, dia tidak pernah keluar dari apartemen selain belanja bulanan atau berkencan dengan Arya saat masih bersama. Semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri oleh Seina termasuk memasak. Setiap paginya Seina akan membuang sampahnya ke belakang gedung apartemennya, karena pengelola apartemen tidak mengambil sampah, hanya membersihkan lingkungannya saja. Seina pun keluar dari apartemen untuk membuang sampah, tapi langkahnya terhenti saat melihat pintu apartemen di sampingnya terbuka. “Akhirnya aku memiliki tetangga, semoga mereka tidak menyebalkan,” batin Seina melewati orang-orang yang sedang memindahkan barang di samping apartemennya. Setelah dua tahun tinggal di apartemen, Seina tidak pernah memiliki tetangga. Akan sangat menyebalkan jika tetangganya berisik, dan mengganggu konsentrasinya dalam bekerja. Sesampainya di lobby, Seina berjalan ke pintu belakang untuk membuang sampah memisahkan sampah organik dan non organik. “Aku dengar penghuni baru di apartemen lantai enam memiliki wajah yang tampan,” ucap salah seorang wanita penghuni apartemen. “Apa kamu sudah melihatnya?” tanya temannya yang lain begitu antusias. “Iya, tadi aku berpapasan saat dia mau masuk ke dalam lift. Aku mendengar pembicaraan dia dengan temannya ternyata penghuni baru lantai enam. Beruntung sekali tetangganya, pasti akan menyenangkan bertetangga dengan pria tampan,” ungkap wanita itu. Seina menajamkan pendengarannya, mendengarkan percakapan para wanita yang sedang bergosip. “Pria tampan. Wah, aku jadi penasaran dengan wajah tetangga baruku,” desis Seina sambil merapihkan kembali troli sampah miliknya. Ketika kembali ke apartemen pintu tetangga barunya sudah tertutup, sepertinya ia sudah selesai pindahan. Ponsel Seina pun bergetar menampilkan nomor baru di sana, dia lalu menggeser tombol hijau di layar ponselnya. “Halo,” sapa Seina. “Seina bisa kita bicara, aku tahu aku salah dan aku tidak mau membatalkan pertunangan kita.” “Masih ada waktu tiga bulan lagi untuk berpikir ulang. Jika kamu bisa merubah sifatmu dengan membatasi pergaulanmu dengan Laras, mungkin aku akan mempertimbangkannya.” “Sayang ... Laras itu sahabatku dari kecil, mana mungkin aku menjauhinya. Aku mohon kamu mengerti.” “Kamu memintaku untuk mengerti tapi sahabatmu itu tidak mengerti perasaanku. Meski kalian bersahabat harusnya memiliki batasan! Setiap kita berkencan kamu selalu mengajaknya, kamu selalu membatalkan acara kita hanya karena dia. Menurutmu aku harus pengertian seperti apa lagi ...!” pekik Seina. Tanpa ia sadari, saat ini ada sepasang mata yang tengah menatap punggungnya serta menguping pembicaraannya dari belakang. Seina melempar pintu apartemennya dengan kencang hingga terdengar nyaring— meluapkan emosinya. Suara bel berbunyi, Seina yakin jika orang di luar sana adalah Arya karena sebelum mematikan panggilannya dia mengatakan akan ke apartemennya. Tanpa pikir panjang Seina membuka pintu apartemen. “Sudah aku bi—” ucapan Seina tertahan ketika seseorang yang berada di hadapannya bukan Arya. “Maaf, aku tetangga baru di sini,” ujarnya sembari tersenyum ramah. Netra Seina melebar, mulutnya menganga saat melihat seorang pria berdiri di hadapannya. Jantungnya pun berdegup dengan kencang ketika kedua netra saling bertatapan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN