Part 9. Masuk Atau Nggak?

1139 Kata
"Udah kutinggal aja nih? Gapapa kamu di sini sendirian? Beneran, Bi?" ucap Aditya saat setelah menurunkan Aliyah di alamat yang sebelumnya sudah dikatakan padanya tadi di tengah perjalanan. "Beneran. Udah sana pergi kerja aja. Aku gapapa kok," ucap Aliyah berusaha meyakinkan Aditya dan seperti biasa, dia selalu berhasil. "Yaudah, aku kerja dulu ya, Bi. Aku gak tau kamu mau ngapain disini tapi, kalo ada apa-apa atau perlu dijemput, telepon aku aja ya," ucap Aditya kemudian bersiap pergi dari sana setelah melihat Aliyah mengangguk setuju. "Hati-hati," ucap Aliyah sambil melambaikan tangannya pada Aditya sebelum akhirnya dia masuk melewati gerbang rumah yang sebelumnya sudah dibukakan oleh satpam penjaga di sana. Aliyah mengintip ke belakang sebentar dan benar saja, Aditya langsung pergi dari sana. Kini Aliyah bisa merasa lega. Sejak turun dari mobil tadi, Aliyah sebenarnya merasa waswas karena, takut Aditya tahu niatnya ke sana. Beruntung Mama Sakti tidak terlihat diluar begitu pula pria menyebalkan itu. Jika Aditya tahu niatnya ke sana untuk menjenguk seorang pria, pasti terjadi pertengkaran diantara keduanya. 'Oh iya, aku lupa. Dia, 'kan sedang sakit. Jadi mungkin saja sekarang sedang berbaring di kamar,' batin Aliyah dalam hati. Aliyah merasa sudah salah karena main masuk begitu saja dan sekarang dia sudah berada didepan pintu utama rumah itu. Seharusnya dia bertanya dulu pada satpam tadi apakah penghuni rumah ada atau tidak. 'Tapi ini masih pagi sekali dan seharusnya semua orang ada di rumah, 'kan?' batin Aliyah lagi. "Assalamualaikum..." Akhirnya karena sudah berada di sana Aliyah langsung berucap salam berharap tuan rumah segera keluar dan menyambutnya di sana tapi, di sana terlihat sunyi sepi membuat Aliyah menjadi tidak enak karena merasa sudah datang terlalu pagi. Tapi di sisi lain juga Aliyah merasa senang karena dengan alasan ini dia akhirnya bisa langsung pulang tanpa harus bertemu dulu dengan Sakti. Akhirnya setelah menunggu beberapa saat tadi dan ternyata tidak ada jawaban sama sekali, juga tidak terlihat pemilik rumah keluar, Aliyah langsung membalikkan badannya berniat kembali pulang karena memang masih ada pekerjaan juga yang harus diselesaikannya sekarang tapi baru saja dia berjalan beberapa langkah tiba-tiba, "Loh Aliyah? Udah dateng dari tadi? Maaf ya, Tante tadi habis beli sayur. Ayo masuk dulu. Kok udah mau pergi aja sih? Ga ada yang sambut ya? Papa sama bibi kemana, ya?" ucap Mama Sakti itu terlihat berjalan duluan di depannya dan Aliyah mengekor di belakang. "Biasanya Sakti di rumah ini sendiri tapi, karena dia lagi sakit, Om dan Tante nginep di sini karena kamu tahu sendiri dia rewelnya kayak anak bayi. Siapa yang kuat ngurusin kalo bukan Tante," ucap Mama sSakti itu membuat Aliyah mau tak mau tertawa dalam hati mendengarnya. Ternyata bukan hanya dia yang merasakan sikap kekanakan pria dewasa itu. "Duduk dulu, Al. Anggep aja rumah sendiri," ucap Mama Sakti lagi padanya saat mereka kini sudah sampai di ruang tamu. "Oh ya ini, Tante. Titipan dari Ibu. Terus kata Ibu, mudah-mudahan Mas Sakti cepet sembuh. Maafin Aliyah juga karena udah bikin anak Tante jadi sakit begini. Aliyah ga punya niat begitu sama sekali loh, Tante. Beneran," ucap Aliyah terlihat sedikit takut saat mengatakan semua itu membuat Mama Sakti tertawa kecil melihatnya. "Sayang... jangan gitu, ah. Tante ga marah, kok. Malahan Tante seneng. Pertama kali ini Sakti ngelakuin hal baik dan yang ditolongin ternyata Aliyah pula. Lagian kalo ga sakit gini, anak itu ga akan ambil libur kerja. Biarin aja, anggep aja dia sengaja ambil cuti kerja, 'kan? Bentar Tante buatin minum, ya," ucap Mama Sakti begitu pengertian dan ramah membuat Aliyah tak berhenti tersenyum karenanya. "Tidak usah repot-repot, Tante. Aliyah juga cuma sebentar, kok," ucap Aliyah jujur karena memang dia masih harus bekerja setelah ini tapi, "Kok sebentar? Ini pertama kalinya Aliyah datang ke rumah ini, 'kan? Jadi Aliyah ga boleh pulang sebelum nanti sarapan bareng Tante sama Om. Oh ya, sekalian tante panggilin Om biar kenalan, ya," ucap Mama Sakti kemudian masuk ke dalam begitu saja membuat Aliyah terlihat mendesah kecewa. Ya, rencananya pulang cepat gagal sudah. Dia masih harus tetap di sana untuk beberapa waktu ke depan. Sudah pasti Lina akan memarahinya nanti. Karenanya Aliyah tidak berani melihat ponselnya. Dia sengaja menyetel ponselnya dalam mode diam. "Assalamualaikum, wah.. ini yang namanya Aliyah, ya? Cantik sekali? Maaf Om tadi terlalu asyik main masa Revano di belakang, jadi ga tau kalo ada tamu," ucap seorang pria paruh baya yang terlihat masih segar bugar dengan menggendong Revano, menyapanya, membuat Aliyah langsung menunduk malu. "Assalamualaikum, Om. Tidak apa-apa kok. Tadi juga udah ketemu Tante diluar. Hai, Revano," ucap Aliyah terdengar ramah membuat Papa Sakti itu tersenyum kepadanya. "Udah cantik baik pula. Oh, ternyata udah kenal sama Revano, ya? Pas waktu Mama main ke rumah waktu itu, ya? Sayang banget Om ga bisa ikut ke sana karena ada pekerjaan. Nanti kapan-kapan Om sama tante ke sana bareng, ya. Boleh, 'kan?" ucap Papa Sakti yang sungguh membuat Aliyah merasa sedang berbincang dengan Ayahnya sendiri saat ini. Entah mengapa Aliyah merasa aura keduanya sama dan mirip. "Tentu boleh, Om. Boleh banget. Pasti Ibu sama Ayah seneng," ucap Aliyah sopan sambil tetap tersenyum malu-malu. "Pah!! Bisa ke sini sebentar bantuin Mama, nggak?!!" Aliyah langsung menutup mulutnya berusaha menahan tawa setelah mendengar teriakan Mama Sakti yang mungkin dari dapur itu. Papa Sakti sendiri terlihat tersenyum dan menampilkan giginya seolah merasa malu karena kejadian itu. "Om titip Vano sebentar ya, Nak. Om mau ngecek dulu ada apa sama Tante kok sampe teriak gitu. Maaf ya, Aliyah," ucap Papa Sakti itu terlihat malu kemudian melenggang pergi setelah Aliyah mengambil Alih Revano di sana. "Hai.. anak baik. Vano baru mandi, ya? Wangi banget sih?" ucap Aliyah terlihat mencoba mengajak bocah dalam pangkuannya itu bicara dan Vano langsung tertawa seolah mengerti semua yang dikatakannya. Aliyah kemudian memutuskan untuk berpindah ke sofa panjang agar dirinya dan Vano bisa lebih leluasa bermain. Tapi hanya sebentar saja dia dan Vano bermain bersama di sofa besar itu karena bocah itu terlihat merengek ingin pergi ke suatu tempat. "Vano mau ke mana, hm?" ucap Aliyah setelah berdiri dan menggendong bocah itu. Melihat Vano seperti menunjuk sebuah tempat, akhirnya Aliyah mengikuti petunjuk dari bocah itu. Bukannya apa-apa, jika anak keinginannya tidak dipenuhi, anak kecil pasti akan langsung menangis dan Aliyah tidak mau itu terjadi. Terlebih lagi jika dia disalahkan karenanya, itu tidaklah baik. "Kenapa mengetuk pintu ini? Vano mau masuk? Ini kamar Vano, ya?" ucap Aliyah terlihat ragu karena akan tidak sopan jika dia membuka pintu dan masuk ke sana begitu saja. "Masuk saja, Al. Itu kamar Sakti. Kesini karena mau nengokin Sakti, 'kan? Ajak Vano sekalian liat Papanya. Kalo Sakti sakit, Vano jadi manja banget," ucap Mama Sakti yang entah muncul dari mana tapi kemudian pergi lagi meninggalkannya. Sepertinya Mama Sakti itu hanya lewat untuk mengambil sebuah barang. Aliyah merasa ragu karena dia sendiri tidak mau bertemu dengan pria menyebalkan itu tapi, 'Yaudah deh, ayo kita masuk. Nanti kalo dia marah, alasan saja Vano yang pengen masuk. Nah, pinter juga Aliyah,' Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN