Part 1. Lamaran

1831 Kata
"Jangan begitu, Aliyah. Letakkan di sini dan hias begini," "Bukan begitu cara memotongnya, begini, lalu begini. Berapa kali tante harus mengajarimu ini?" "Cepat bawa itu keluar dan sajikan kepada para tamu," "Aliyah, jalannya cepat sedikit. Semua orang sedang sibuk di sini," Begitulah kira-kira omelan yang sejak tadi didapatkan oleh Aliyah dari ibu Aditya yang insya Allah, kelak akan menjadi ibu mertuanya itu. Ya, memang begitulah sikap ibu tunangan Aliyah itu. Sebenarnya, ibu Aditya sama sekali tidak menyetujui hubungan keduanya sejak dulu karena ibu Aditya memiliki calon menantu idaman sendiri. Aliyah tahu jika ibu Aditya tengah bersikeras mendekatkan keduanya tapi Aditya selalu berusaha meyakinkannya jika tidak akan ada yang memisahkan mereka. Dan saat ini tengah diadakan prosesi lamaran kakak perempuan Aditya di rumah. Tentu saja Aliyah datang untuk membantu segala persiapan yang ada dan juga sekalian berusaha membuat hati calon ibu mertuanya itu sedikit melunak padanya tapi angan tetaplah menjadi angan. Sikap ibu Aditya tidak sedikit pun berubah menjadi manis kepadanya. "Sabar ya, jangan dengarkan omelan Mama. Dia memang selalu begitu," bisik Putri, kakak Aditya yang selalu ramah padanya. Aliyah tersenyum kecil mendengar bisikan wanita cantik itu. Putri sangat mirip sekali dengan ayah Aditya. Penyayang, ramah dan murah hati. Aliyah selalu merasa bahagia saat bersama dengannya. Karena merasa tugasnya di depan untuk menjamu para tamu sudah selesai, Aliyah memilih untuk kembali ke belakang dan mengambil minum karena dia merasa haus. Tapi saat sampai di sana dia disuguhi pemandangan yang selalu membuatnya merasa tidak hati dan sedih melihat betapa berbeda cara bersikap ibu Aditya kepadanya dan juga Sinta. Sinta adalah wanita yang berusaha dijodohkan dengan Aditya oleh ibunya. Dialah calon yang sudah ibu Aditya siapkan untuk menjadi pendamping putranya itu. Kalau dilihat dari sisi mana pun Aliyah dan Sinta memanglah sangat berbeda. Aliyah selalu memakai pakaian tertutup dan selalu tampak anggun dan lembut. Riasannya juga tidak berlebihan dan bahkan lebih ke arah natural tapi wajahnya selalu tampak segar dipandang mata. Berbeda dengan Sinta yang selalu memakai pakaian minim yang pasti sukses membuat pasang mata laki-laki tertuju padanya. Riasannya pun terlihat menonjol seolah-olah wanita itu memang sengaja berdandan karena ingin merayu para pria yang ditemuinya. "Sinta mau makan atau minum apa lagi? Biar ibu yang ambilkan, ya?" ucap ibu Aditya pada Sinta di sana terdengar lembut dana perhatian. Aliyah sendiri terlihat minum air mineral yang tadi sudah diambilnya dengan perasaan yang sedikit banyak merasa iri. Iri karena ia bahkan belum pernah mendengar ibu Aditya berbicara begitu lembut dan perhatian seperti itu kepadanya. "Sayang? Kau di sini? Apa kau lelah? Mau pulang sekarang? Katamu tadi masih ada pekerjaan, 'kan?" ucap Aditya yang datang dan terlihat perhatian seperti biasa membuat Aliyah tersenyum. Seperti biasa ibu Aditya dan Sinta yang melihat keakrabannya bersama Aditya selalu menatapnya tidak suka secara terang-terangan. "Tidak masalah, Dit. Aku bisa membantu di sini sedikit lebih lama lagi. Aku akan bilang jika memang aku sudah ingin pulang," ucap Aliyah sambil tersenyum membuat Aditya membalas tersenyum manis padanya. "Baiklah. Aku ada di depan jika kau mencariku, ya," ucap Aditya sambil menepuk pelan pundak Aliyah di sana membuat wanita cantik itu tersenyum senang. Ya, begitulah cara Aditya memberinya semangat. Pria itu selalu tahu kapan dia membutuhkan pertolongan ataupun sedikit hiburan. Setidaknya dengan kehadiran Aditya yang meski sebentar tadi, itu sudah cukup untuk membuat Sinta sadar akan posisinya. Jika Aliyah lah yang adalah bagian dari anggota keluarga ini. Bukan dirinya. Aliyah terlihat tersenyum saat melihat Sinta terlihat kesal dan pergi dari sana. Ibu Aditya terlihat menatapnya dingin seperti biasa seolah ia baru saja berbuat sesuatu yang seharusnya tidak dilakukannya. Sebenarnya memiliki Aditya sebagai sosok pria yang selalu melindungi dan menjaganya membuat Aliyah sangat bersyukur. Saat orang lain mencoba meremehkannya Aditya selalu ada di sana dan membuat dirinya merasa percaya diri untuk menghadapi rintangan apa pun di dalam hidup ini. Aliyah merasa selama ada Aditya di sampingnya, tak ada apa pun hal di dunia ini yang bisa membuatnya takut untuk terus berjalan ke depan. 'Semoga dia memang benar jodoh sesungguhnya yang sudah kau gariskan untuk menemani perjalanan hidupku ini, Ya Allah, amin,' • • • • • "Menurut kamu cantikkan siapa? Aku atau Sinta Bi?" tanya Aliyah saat keduanya kini berada dalam mobil di dalam perjalanan pulang menuju rumah Aliyah. Ya, saat hanya berdua Aliyah selalu memanggil Aditya dengan panggilan kesayangannya. Bebi. "Kamu mau tanya begitu berapa kali ke aku, hm? Kan sudah berkali-kali kubilang, kamu sama dia tuh beda jauh. Kamu tuh pakaiannya tertutup, sopan, santun, baik, lembut penyayang dan yang paling penting nih, aku sayang. Udah lengkap, 'kan? Jadi kamu tuh sebenarnya takut tanpa alasan, Sayang," ucap Aditya membuat Aliyah yang mendengarnya langsung tersipu. Pria itu memang gemar sekali menggodanya. "Tapi Bi, kamu juga gak bisa melawan orang tua, 'kan? Gimana kalo nanti akhirnya Mama kamu nyuruh kita pisah dan akhirnya kamu nanti nikah sama Sinta? Aku ga bisa bayangin gimana rasa sakit yang kurasain nanti," ucap Aliyah membuat Aditya di sana langsung menggenggam tangannya mencoba menenangkan wanitanya itu. "Kalo semisal itu terjadi kamu boleh benci aku sampai mati. Tapi tetep aja kamu gak boleh nyuruh aku berhenti sayang sama kamu. Karena meskipun aku nikah sama Sinta nanti, aku yakin itu bukan karena aku cinta dia. Tapi karena paksaan Mama," ucap Aditya membuat Aliyah tersenyum tipis. "Gak bisa gitu, Bi. Yang namanya rumah tangga tuh cinta gak cinta mesti dijalani. Kalo ya emang kamu sama Sinta nikah berarti kalian berjodoh dan kamu harus terima dia sepenuh hati. Nolak jodoh pemberian Allah, dengernya aja udah ngeri, 'kan? Apalagi dilakuin," ucap Aliyah membuat Aditya tertawa kecil mendengarnya. "Ya udah iya. Tapi bayangin aja, aku udah sama-sama bareng kamu selama apa coba? Terus tiba-tiba aku nikah sama orang lain. Menata hati lagi gak semudah pas ngomonginnya, 'kan? Jadi kalo sayangku masih tetep buat kamu, itu emang wajar dong," ucap Aditya membuat Aliyah terlihat diam dan terus menatapnya. "Gimana ya, Bi? Kita emang udah ada komitmen di dalam hubungan ini tapi kita belum tahu apakah benar-benar kita ini berjodoh. Kalau pun enggak, aku harap kita gak bakalan musuhan nantinya, ya," ucap Aliyah yang memang begitu positif dan seolah tak memiliki sedikit pun sifat negatif di dalam dirinya membuat Aditya mengangguk pelan. "Pasti, Sayang. Pasti," Skip.. "Kamu gak mau masuk dulu buat ketemu ayah?" tanya Aliyah saat kini mereka sudah sampai di depan rumahnya. Aditya terlihat melihat jam tangannya sebentar sebelum menjawab, "Boleh deh. Sekalian mau minta ijin buat ajak kamu ke acara reuni besok. Ayo turun," ucap Aditya membuat Aliyah senang dan langsung turun dari mobil. "Sebenarnya datang ke acara reuni SMA tuh rasanya ga enak loh, Bi. Mereka suka mojokin aku yang ga nikah-nikah sama kamu," ucap Aliyah saat keduanya kini berjalan bersama masuk ke rumah. "Tapi kalo ga dateng, kita malah digosipin makin aneh-aneh nanti. Lagian, emang kamu ga kangen sama Risa? Kamu sama dia, 'kan jarang ketemu. Dia sulit sekali mendapat ijin keluar suaminya dan cuma boleh pergi ke acara-acara penting seperti reuni ini, Sayang. Pikirkan saja nanti saat reunian tujuan kamu dateng itu buat ketemu Risa. Ga usah mikirin yang lain-lain," ucap Aditya mencoba menenangkan Aliyah di sana dan terbukti berhasil. Wanita itu langsung merangkul lengan Aditya mesra di sana. "Iya udah iya. Kamu pinter banget sih," ucap Aliyah terdengar manja di sana membuat Aditya mengelus lembut tangan wanita yang tengah merangkulnya itu. "Assalamualaikum... Yah! Ayah... Aliyah pulang!" Aditya selalu dibuat tertawa saat melihat wanita yang dicintainya itu yang selalu hobi berteriak saat berada di rumah. "Ayah di samping rumah, Al!" Mendengar Ayahnya berteriak Aliyah langsung menatap Aditya dan, "Ya. Aku akan menemui Ayah dulu. Kamu ganti baju sana," ucap Aditya yang langsung dijawab anggukkan cepat oleh Aliyah sebelum akhirnya wanita itu pergi masuk ke dalam kamarnya. Aditya sendiri langsung keluar dan berniat untuk menemui ayah Aliyah yang seperti biasa pasti tengah merawat kebun dan tanamannya. "Assalamualaikum, Yah," salam Aditya sopan saat sudah menemukan keberadaan ayah Aliyah di sana. "Waalaikumsalam, maaf tangan ayah kotor, Dit" ucap Ayah Aliyah yang selalu ramah padanya. "Tidak papa, yah. Sini biar Adit bantu. Mau dipindahkan ke mana?" ucap Aditya kemudian terlihat membantu ayah Aliyah mengangkat sebuah pot besar tanaman di sana. "Di situ. Ya, sudah. Di sini saja," Aditya memang sudah sangat akrab dengan anggota keluarga Aliyah. Ayah dan ibu Aliyah sudah dianggapnya sebagai orang tua keduanya selama ini. Begitu juga keluarga Aliyah yang sudah menerima penuh kehadiran Aditya di dalam kehidupan putri mereka satu-satunya. "Bagaimana acara lamaran kakakmu, Dit? Apakah semua lancar?" tanya ayah Aliyah di sana sambil terlihat membasuh tangannya yang kotor karena tanah. "Semuanya lancar, yah. Itu berkat Aliyah juga yang banyak membantu Mama tadi," ucap Aditya yang berkata jujur membuat ayah Aliyah tersenyum senang. "Alhamdulillah. Duduk dulu. Mau minum apa. Biar tak suruh ibu buatin buat kamu," ucap ayah Aliyah yang baik seperti biasa membuat Aditya menggeleng sungkan. Keduanya kemudian terlihat duduk bersama di kursi kayu panjang yang ada di sana. "Tidak perlu repot, yah. Adit cuma sebentar, kok," ucap Aditya sopan. "Mau sebentar juga tetep harus minum, Bi. Nih. Ibu yang buatin ga boleh nolak," ucap Aliyah yang datang dan dengan membawa nampan yang berisi dua cangkir teh untuk ayah dan Aditya di sana. "Ibumu mana?" tanya Ayah Aliyah pada putrinya itu. "Ibu nonton tv di dalam. Aya mau masuk dulu ya. Aya ada kerjaan," ucap Aliyah terlihat buru-buru di sana membuat Ayahnya menggeleng melihatnya. "Ya begitu. Kerja terus. Ayah saja jarang lihat dia keluar kamar kalau bukan waktunya makan. Makanya cepat nikahi dia, Dit. Biar nanti dia ganti ngurusin kamu, gak ngurusin kerjaannya terus," ucap Ayah Aliyah di sana bercanda membuat Aditya tertawa kecil. "Adit malah suka Aliyah yang mandiri begitu, yah. Jadi tanggung jawabnya tidak diragukan lagi," ucap Aditya membuat ayah Aliyah menepuk pundaknya tanda bangga memiliki Aditya yang begitu pengertian terhadap Aliyah selama ini. "Setelah ini kamu mau pulang atau bagaimana?" ucap Ayah Aliyah kemudian terlihat meminum teh yang dibawakan putrinya tadi. "Adit mampir buat ketemu dan minta ijin sama ayah mau ajak Aliyah ke acara reuni besok. Pulangnya ga malem kok. Paling malem jam 10 an. Boleh ya?" ucap Aditya sopan membuat ayah Aliyah di sana tersenyum mendengarnya. "Boleh, kok. Hati-hati pas berangkat sampai pulang. Akhir-akhir ini banyak kecelakaan lalu lintas karena jalanan licin gara-gara hujan terus kalo malem," ucap ayah Aliyah mengingatkan di sana membuat Aditya mengangguk pasti. "Siap, Yah. Kalau begitu Adit pamit dulu, ya," ucap Adit setelah meminum seteguk teh yang disuguhkan Aliyah tadi. "Loh. Kok buru-buru. Tak panggilkan ibu sama Aya bentar ya," ucap Ayah Aliyah yang terlihat bersiap berteriak untuk memanggil putrinya itu tapi, "Tidak usah, Yah. Siang begini ibu pasti kagi istirahat. Terus Aliyah suka ngambek kalo diganggu pas lagi sibuk. Gapapa, nanti Adit telepon saja dia, ya. Kalo begitu Adit pamit ya. Assalamualaikum," ucap Aditya kemudian mencium punggung tangan ayah tunangannya itu sopan dan, "Waalaikumsalam. Hati-hati, ya," ucap Ayah Aliyah di sana sambil menatap kepergian pria yang mendiami hati putrinya beberapa tahun belakangan ini dengan tatapan haru sekaligus senang. Senang karena mengetahui sikap baik Aditya yang ia yakin akan mampu untuk menjaga putrinya itu sampai nanti. 'Ya Allah, semoga apa pun yang kau rencanakan untuk putriku itu, itu adalah yang terbaik, amin,' Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN