"Kau pergi dengan siapa?" Wajah Austin tidak pernah seseram ini sebelumnya, setidaknya dalam ingatan Marina.
Ia lantas dengan cepat berlindung pada pelukan tubuh Helen dan berkata dengan nada lirih,"Maaf."
"Aku tidak butuh maafmu! yang aku butuhkan! kau pergi dengan siapa!"
"Aku rasa ini bukan urusanmu Austin," bela Helen."Bukankah bagus jika dia pergi berkencan."
"Ya itu sangat bagus, tapi jika dia tidak pulang dengan keadaan seperti ini."
"Aku tidak apa-apa Austin, tidak ada yang menaykitiku. Sungguh." Marina mencoba menjelaskan setelah ia mendengar nada tinggi Austin yang menurun.
"Lalu kenapa kamu mengalami Anxiety?"
"Itu." Marina mulai merangkai kata yang tepat agar Austin tidak makin murka."Kau tau kan traumaku tentang apa. Seharusnya, kau bisa memperkirakan."
Austin menyipitkan bola matanya."Ia menciummu." Nada Austin mulai kembali meninggi.
"Atas persetujuanku juga!" Marina cepat-cepat menjelaskan dengan suara yang terbata-bata."Jadi kami melakukannya. Jadi, hanya penasaran, apakah aku bisa menghadapinya."Marina tersenyum memamerkan gigi-giginya."Ternyata tidak."
Helen melirik curiga."Jadi kau kencan dengan siapa?"
"Jelas lelaki hidung belang." Austin yang justru menjawab dengan nada kesal.
"Jangan begitu," bela Marina.
"Mr.Gilbert?" Mimik Helen berubah begitu berseri. Untuk beberapa saat ia hanya terdiam. Karena jika ia berkata bukan, justru akan membawa kecurigaan Helen pada Gerald.
"Rahasia." Marina akhirnya menjawab.
Helen tersenyum senang."Berarti itu Mr.Gilbert."
"Jangan begini Marina, aku takut kau hanya di-"
Marina memotong perkataan Austin."Austin, aku baik-baik saja. Dia lelaki yang bertanggung jawab. Aku dapat meyakinkanmu soal itu. Umurku juga sekarang sudah tiga puluh, bukankah sebaiknya aku mulai menghadapi ketakutanku? aku tidak mungkin terus seperti ini."
Meski Gerald playboy dan c***l tapi pamor tentangnya sebagai lelaki yang begitu bertanggung jawab bukanlah isapan jempol semata. Dan Marina juga meyakini itu, ya meski Gerald sama sekali tidak menanyakan keadaannya hingga detik ini.
Semburat rasa bersalah kini terpatri tepat di hatinya ketika mengingat kejadian tadi. Wajah Gerald penuh dengan perasaan terluka. Dan Marina, entah karena faktor apa, benar-benar ingin meminta maaf padanya segera.
"Ya kau benar." Austin yang terdiam cukup lama akhirnya bersuara, membuat Marina sadar dan kembali ke dunianya bersama Helen dan Austin, bukan Gerald.
Austin kemudian mengenggam jemari-jemari Marina dan melanjutkan ucapannya."Aku sangat berharap kau akan bertemu pria baik di sini Marina."
"Terimakasih Austin." Marina memang ingin bertemu dengan pria baik, namun dari semua itu sebenarnya Marina hanya membutuhkan seseorang yang menerima dia apa adanya. Sesuatu yang terkadang tidak dimiliki orang baik sekalipun, tapi orang yang benar-benar mencintainya yang bisa menerima semua itu. Dan cinta di usia tiga puluh, rasanya terasa begitu mustahil.
Vancouver, Kanada
30 April 2030
14 hari sebelum batas waktu.
Marina harusnya meminta maaf, tapi dua hari ini ia justru menghindari Gerald. Bahkan hanya untuk sekedar bertatapan saja. Bukan karena dia marah, tapi kejadian itu menghantuinya setiap malam. Lebih dari pada sekedar sebuah objek tulisan. Dan yang lebih membuatnya terasa aneh, ia tidak takut. Tapi b*******h padanya, ia justru begitu menginginkannya, merasakn bibir Gerald yang begitu lihai dalam berciuman. Hingga membuat semburat wajah Marina di kulit kuningnya terlihat jelas.
Marina mengigit bibir bawahnya saat menatap sekali lagi Mr.Gerald yang menjelaskan rencana pengembangan bisnis Zira di rapat umum perusahaan. Bibirnya tipis dan seksi, apakah akan terasa nikmat jika bibir itu di payudaranya. Marina mendelik karena terkejut pada pikiran kotornya sendiri, ia menggeleng dengan cepat. Menyadarkan dirinya seberapa tidak pantasnya dirinya.
Dan akibat aksi menghindar Marina dua hari ini, membuat Gerald terpaksa turun tangan. Di tengah hiruk pikuk orang yang memandangnya, ia berkata dengan nada yang begitu santai. "Marina, kau ke ruangan ku sekarang."
Membuat Marina tidak bisa menjawab apapun selain kata ya. Karena semua mata tertuju pada Marina sekarang, beberapa dari mereka menatap sinis. Beberapa dari mereka membuat gosip, sesuatu yang paling Marina hindari.
Marina berjalan lesu, saat tiba di ruangan Gerald pada jam makan siang, ia menghembuskan nafas dalam-dalam. Mencoba menahan setiap perasaannya yang semakin kacau dari hari ke hari sekaligus mencoba menyerap energi-energi ruangan yang masih tersisa untuk menghadapi Gerald. Sekarang tidak hanya ada rasa kesal dalam hatinya karena Gerald tidak juga menerima penolakannya. Tapi hati dengan berbagai pemikiran kotor yang membuatnya tidak bisa berhenti b*******h pada seorang lelaki c***l bernama Gerald. Ia benar-benar harus menghindari lelaki itu, karena jika ia kalah. Lelaki itu pasti akan tau penyakitnya, lalu pergi begitu saja dengan perasaan jijik. Ya, itu yang selalu terjadi saat Marina mencoba membuka semuanya dan bersikap serius pada seorang lelaki. Sungguh ia tak mau terluka lagi. Tidak lagi.
Marina membuka pintu ruangan. Ia melihat Gerald yang begitu sibuk dengan catatan laporan keuangan dan rencana perusahaan. Tanpa melihat ke arah Marina, Gerald berkata,"duduklah."
Marina dengan cepat melangkah ke kursi lalu duduk dengan tidak anggun. Membuat tingkahnya ternyata jadi mengemaskan di mata Daphne. Dua perempuan itu saling bertatapan, hingga Daphne tau waktunya dia untuk pergi.
"Kau menghindariku." Gerald berkata bahkan sebelum Daphne memberi privasi khusus pada Marina dan Gerald untuk bicara."Apa ini karena ciuman itu? bukankah kau mengijinkannya?"
Marina menunduk merasa bersalah sekaligus malu. Salah karena ia mengijinkannya, tapi dia malah yang menghindar seperti itu."Maafkan aku Mr.Gerald."
"Aku tidak butuh itu," ucap Gerald tajam."Kita akan membuat perjanjian pernikahan."
Marina mengerutkan alisnya."Apa? apa maksudmu? aku bahkan belum bilang iya."
"Kita berciuman dan kau menyetujuinya."
"Mr.Gerald, aku menyetujui kita berciuman bukan menikah. A-ku tidak bilang iya soal pernikahan!" gerang Marina.
Mr.Gerald meletakkan penanya dan bertanya dengan nada getir,"jangan buat aku naik darah Marina."
"Kau yang membuat dirimu sendiri naik darah, karena kau tetap bilang iya saat aku bilang tidak!"
Gerald menekan pelipisnya yang tidak pening, dia hanya kesal karena menerima penolakan lagi dan lagi. Seorang lelaki yang bahkan memiliki tujuh kekasih kini mengalami penolakan lagi dan lagi.
Gerald meraih minuman brandi yang sudah ada di mejanya. Meminumnya dengan kasar.
"Sebutkan hal apa saja yang membuatmu pantas menolakku?"
"Apa?" Marina kebingungan sekarang.
"Apa kau merasa begitu sangat cantik hingga merasa aku tidak selevel denganmu?" Gerald berdiri, ia tersenyum sinis dan menatap Marina lagi."Atau kau begitu sangat menarik hingga layak melakukan ini padaku?" Gerald mendekatkan wajahnya hingga begitu dekat dengan Marina. Ia sekali lagi mulai mencium aroma lemon yang membuatnya hilang kendali kemarin. Tapi dia tidak mau hilang kendali sekarang, karena ia terlalu marah dengan apa yang terjadi sekarang."Tidak Marina, kau sama sekali tidak menarik dan bahkan cantik hingga pantas menolakku!"
Kata-kata yang ia ucapkan yang bercampur aroma alkohol, membuat batin Marina sakit sekarang. Ia menelan ludah dalam-dalam. Tidak mencoba mengucapkan satu patah kata apapun. Hanya berharap semuanya berlalu dengan cepat.
Nafas Gerald semakin memburu, aroma lemon seolah semakin begitu kuat di hidungnya. Menyegarkan, menginginkan untuk mencicipi setiap aroma asam dari kulitnya.
Gerald menghembuskan nafas panjang untuk mengendalikan dirinya. "Kau boleh pergi." Gerald berkata dengan nada pelan sembari menjauh dari Marina.
Sementara tanpa kata Marina berjalan ke arah pintu ruangan. Sebelum ia membuka pintu. Gerald berkata kembali."Ingat saja Marina, setelah ini. Kau tidak akan pernah berkata tidak untukku. Dan aku masih memastikan, bahwa kau akan menjadi pengantinku nanti."