Chery nyaris tidak sadarkan diri ketika Chiko memperkenalkan diri. Tadi malam ketika dia sedang tidur nyenyak sambil membayangkan menjadi pacar Chiko Malvino ternyata orang yang dia bayangkan ada di sebelah kamarnya. Pikirannya kosong, bahkan dia merasa seperti masih di dalam mimpinya.
Akira terdiam sambil berdebar hebat. Dia sangat tahu seberapa besar rasa cintanya Chery pada Chiko. Akira menunggu reaksi Adiknya itu ketika ayahnya memberitahukan siapa Chiko dan kenapa laki-laki itu ada di rumahnya. Akira takut Chery akan marah padanya, karena pernikahannya dengan Chiko mungkin akan mempengaruhi imajinasinya sebagai fans nanti.
Selama ini, Chery selalu menolak dengan keras gosip tentang Chiko berpacaran atau dekat dengan siapapun. Bahkan ketika Chiko di rumorkan jalan berdua dengan salah satu artis, Chery menangis di kamarnya dan Akira yang menenangkannya. Akira takut adiknya menangis lagi bahkan lebih parah. Apalagi kali ini penyebabnya bukan artis lain atau orang lain tapi kakaknya sendiri.
“Mas Chiko yang photonya gede-gede banget di kamar kamu itu, calon kakak ipar kamu.” Bening mengatakannya dengan lembut dan hati-hati. Dia tahu bahwa putri keduanya itu sangat mengidolakan Chiko. Chery masih diam saja sambil menatap ke arah Chiko membuat laki-laki itu sedikit gerogi di perhatikan sedemikian rupanya. Bagi Chery keberadaan Chiko saat ini di hadapannya saja terasa seperti tidak nyata, lalu kenyataan bahwa laki-laki itu tiba-tiba saja menjadi calon kakak iparnya lebih sulit untuk di percaya.
“Bagaimana kamu berkenalan dengan kakakku?” Setelah hening beberapa menit, Chery akhirnya mengeluarkan suaranya. Akira pikir pertanyaan itu akan ditanyakan padanya karena Akira baru saja hendak merebut idolanya, tapi gadis itu sedikit terkejut karena justru yang di introgasi dengan raut wajah serius adalah Chiko.
“Kami berkenalan pada saat wawancara ekslusif untuk kebutuhan pekerjaan Chesa.” Jawab Chiko tenang dan hati-hati. Tidak mungkin dia mengatakan mengenai insiden itu sementara Chery terlihat belum cukup umur.
“Wawancaranya baru dua hari lalu kan? Kenapa tiba-tiba saja kamu sudah akan menikahi kakakku?” Tanya Chery lagi.
“Chery sayang gimana kalau Ibu yang jelasin sam—”
“Nggak mau, Bu! Dia kan yang mau menikah sama mbak Chesa bukan ibu.” Potong anak itu dengan nada sedikit kesal. Jantung Akira berdebar hebat, adiknya memang sangat kritis dan tidak suka di bohongi. Didit diam saja, sengaja ingin tahu sejauh mana Chiko bisa mengendalikan putri keduanya itu.
“Saat itu Ayah dan Ibuku bertemu dengan Chesa yang sedang mewawancaraiku, ada sedikit insiden yang membuat mereka salah paham karena itu kami memutuskan untuk menikah.”
“Tidak bisa!” Chery nyaris berteriak.
“Aku menyukainya! Kakakmu.” Chiko memotong sebelum Chery mengamuk karena gadis itu terlihat marah sekali. Sesuai dugaan Chiko, gadis itu sedikit tenang ketika Chiko mengatakan dia menyukai Akira. Untuk beberapa detik kedunya saling bertatapan. Chery seperti melihat kesungguhan di mata Chiko.
Sejak awal adik Akira menanyainya, Chiko sudah tahu bahwa sekalipun Chiko adalah actor kesukaannya, tapi Chery berada di pihak Akira.
“Chery, mbak Chesa minta maaf. Mbak tidak bermaksud—”
“Jangan meminta maaf. Aku tidak sedang menyalahkan mbak, aku memang menangis waktu mas Chiko di gosipkan pacaran dengan siapapun karena aku sangat menyukainya. Tapi kali ini berbeda. Sekalipun dia aktor kesukaanku jika dia berpotensi menyakiti mbak aku tidak akan setuju dia menikahi mbak.” Ucap Chery memotong kalimat Akira. Chiko tersenyum diam-diam melihat seberapa sayangnya Chery pada Akira. Sementara Akira nyaris menangis karena terharu.
“Aku tidak akan menjanjikan apapun padamu karena aku manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan, tapi satu hal yang bisa kamu pegang dariku adalah aku tidak akan pernah sengaja menyakitinya. Sebisa mungkin aku akan menjaganya. Aku tidak akan pernah mengecewakan kamu.” Ucap Chiko berusaha membujuk Chery. Gadis itu masih terus menatap Chiko penuh rasa curiga.
“Baik! Tapi aku akan mengawasi.” Ucap anak itu kemudian beranjak menuju kamarnya. Akira tidak enak sekaligus khawatir, tidak enak dengan sikap adiknya pada Chiko dan kawatir jika diam-diam Chery akan menangis atau melakukan sesuatu dengan akun besarnya itu.
“Ibu akan bicara baik-baik padanya. Setelah sarapan kalian siap-siap saja berangkat.” Bening mencegah Akira yang hendak menghampiri adiknya. Chiko sedikit mendesah, rupanya menikah tidak semudah yang dia bayangkan. Padahal dulu dia sangat percaya diri dengan pekerjaannya dan yakin semua orang tua pasti akan mengijinkan dia menikahi anaknya.
Tidak lama setelah Chery masuk kamarnya, Charly keluar kamar masih dengan wajah ngantuknya. Bening tersenyum dan menyuruh anak bungsunya itu duduk. Pandangannya langsung menuju pada Chiko kemudian anak kecil yang masih duduk di sekolah dasar itu tersenyum. Chiko ikut tersenyum. “Mas yang suka ada di Tv.” Ucapnya polos. Chiko kembali tersenyum kemudian mengenalkan diri. Charly lebih mudah menerima Chiko karena belum terlalu mengerti.
Mereka kemudian sarapan bersama, menjelang pukul enam pagi Akira dan Chiko berpamitan. Akira menoleh sekali lagi ke arah rumahnya kemudian melihat Chery mengintip dari jendela. Gadis itu tidak melihat mata Chery memerah, Akira sedikit lega adiknya tidak menangis.
“Maafkan adikku mas.” Ucap Akira dalam perjalanan menuju kantornya.
“Nggak papa, aku tahu dia pasti mengkawatirkan kamu. Karena itu aku sedikit berbohong dengan mengatakan aku menyukaimu agar dia sedikit tenang.” Balas Chiko yang entah kenapa membuat Akira sedikit kecewa. Tapi gadis itu kemudian menyalahkan dirinya sendiri yang sedikit berharap dengan pernyataan suka Chiko tadi. Laki-laki itu terlihat begitu meyakinkan ketika mengatakannya, Akira lupa lagi bahwa laki-laki yang mengatakan suka itu adalah seorang actor besar yang bisa berperan menjadi apapun.
Chiko juga sebenarnya berbohong, lebih tepatnya bukan hanya berbohong pada Akira tapi berbohong pada dirinya sendiri. Sekarang bahkan jantungnya sedang berdebar karena Akira rupanya sewangi dan secantik ini jika berangkat bekerja. Ada sebagian dari hatinya yang keberatan orang lain akan melihat Akira secantik sekarang.
“Parfum kamu, bisa nggak nggak usah dipakai lagi? Wanginya nggak enak.” Ucap laki-laki itu malah mengatakan kalimat menyakitkan. Padahal dia hanya tidak ingin teman-teman kerja Akira mencium wangi menyegarkan yang sangat di sukai Chiko itu.
“Parfum? Aku nggak pakai tadi. Ini Shampo mas sama vitamin rambut. Mas nggak suka wanginya? Kalau gitu besok kalau ketemu mas, aku nggak pakai sampo dan sabun ini lagi.” Balas Akira sedikit sakit hati. Akira memang belum mampu membeli parfum mahal. Mungkin saja Chiko yang terbiasa mencium wangi parfum mahal tidak tahan mencium wangi murahan dari dirinnya. Seperti itu isi kepala Akira selain sumpah serapah kekesalan yang dia simpan seorang diri.
Chiko tidak menanggapi lagi perkataan Akira, dan keduanya hanya diam saja hingga sampai di lobby kantor Akira. “Terima kasih banyak mas, maaf udah ngerepotin.” Ucap Akira hendak turun dari mobil Chiko tapi pintunya belum dibuka oleh laki-laki itu.
“Nanti sore jangan pulang sama teman kamu lagi, pulang sama Jelita. Aku udah minta dia jemput.” Ucap Chiko sambil sibuk mencari sesuatu di jok belakang.
“Iya aku tahu.” Akira menjawab masih dengan suasana hati yang kesal.
“Ke sini! Lebih dekat!” Ucap laki-laki itu membuat Akira mengerutkan dahi. Akira mendekat sedikit dan cukup kaget ketika Chiko menyemprotkan parfum miliknya pada Akira banyak sekali. Itu adalah parfum dengan wangi laki-laki yang harganya melebihi gaji Akira sebulan.
“Mas!” Akira protes dengan wajah yang cemberut. Chiko menghentikan semprotan parfumnya kemudian menatap Akira yang terlihat kesal.
“Aku tahu mas nggak suka sama wangi murahan yang keluar dari tubuhku, tapi bukan berarti mas bisa seenaknya semprotin parfum kayak gitu.” Akira terdengar marah. Chiko langsung diam dan mematung. Tidak peka jika sejak tadi calon istrinya itu sudah kesal setengah mati. “Buka pintunya!” Akira setengah berteriak. Chiko langsung membuka pintu penumpang dan membiarkan Akira turun sambil menghentakkan kakinya. Gadis itu terlihat marah sekali bahkan sampai membanting pintu mobilnya. Chiko mendesah frustasi.
***
Sekalipun kesal bukan main, tapi diam-diam Akira masih menoleh ke arah mobil Chiko yang perlahan meninggalkan parkiran kantornya. Mencium sedikit wangi yang tertinggal di baju dan tangannya kemudian menemukan wangi Chiko. Parfum yang laki-laki itu semprotkan pada Akira adalah parfum yang biasa dia gunakan. Parfum dari salah satu brand mahal yang menjadikan Chiko salah satu Brand Ambassadornya.
“Gilaaa Akira wangi banget.” Ucap beberapa rekan kerjanya ketika Akira masuk.
“Wangi cowok nggak sih?” Orang lain menanggapi.
“Cieee Akira punya pacar nih.” Judy yang baru datang ikut meledek.
“Siapa yang punya pacar?” Jeremy juga langsung ikut masuk dalam topik hangat pagi itu. Judy tersenyum geli sebelum masuk ruangannya, menaruh tasnya dan keluar lagi sambil membawa sarapannya dan duduk di dekat meja Akira.
“Akira tuh habis ditandain sama pacarnya.” Salah satu rekan Reporter yang juga teman Akira berkomentar.
“Ditandai apaan sih?” Protes Akira. Jeremy sedikit mendekat dan mengendus Akira kemudian menyebutkan merek parfum itu sampai membuat semua orang mendelik tertarik.
“Gilaaa, orang kaya mana yang berhasil lo dapetin Ra?” Susi teman samping meja Akira bertanya penasaran. Akira sedikit tidak nyaman.
“Biasanya cowok suka kalau ceweknya pakai parfum miliknya, biar orang-orang di sekitar ceweknya tahu kalau cewek itu punya pacar. Itu namanya ditandai Ra.” Judy menjelaskan karena Akira terlihat tidak mengerti. Akira menoleh dengan penasaran.
“Benarkah?”
“Huum. Emang kamu pikir ditandai di mana?” Susi mengulum senyum geli membuat wajah Akira bersemu merah dan orang-orang cekikikan.
“Aku cemburu loh Ra.” Ucap Jeremy dengan menampilkan wajah sedih. Orang-orang bersorak.
“Lo kelamaan Jer, makanya Ira udah diambil orang.” Ucap Judy.
“Jadi siapa cowok kaya itu?” Tanya Susi masih butuh penjelasan.
“Apaan sih, nggak ada. Ini parfum ayahku, semalam aku pulang ke rumah.” Ucap Akira berbohong. Pikirannya campur aduk memikirkan kembali sikap Chiko tadi. Benarkah laki-laki itu menandainya atau jijik dengan wanginya? Tapi Akira rasa Chiko tidak mungkin menandainya karena laki-laki itu bahkan tidak menyukainya kan?
“Oh iya semalam apartemen kamu katanya kebakaran yah, Ra? Syukurlah kamu nggak papa?” Jeremy berucap khawatir.
“Iya, makanya aku pulang ke rumah.”
“Tapi unit lo baik-baik aja kan Ra?” Tanya Susi.
“Belum tahu, soalnya belum ngecek. Tapi kayaknya sementara belum bisa di akses deh.” Ucap Akira mendesah.
“Terus kamu mau tinggal di mana sementara Ra? Nggak mungkin bolak-balik kan? Jauh soalnya.” Judy bertanya.
“Belum tahu, kayaknya sementara nginep di rumah teman.”
“Aku ada apartemen yang nggak di huni deket sini Ra, kalau kamu mau. Buat sementara.” Jeremy menawarkan.
“Makasih kak Jer, nanti aku diskusi dulu sama orang tua.” Balas Akira dengan senyuman. Jeremy mengangguk sambil tersenyum.
***