Happy reading!
-
-
-
Kota mati Deerholt.
Akhirnya aku tiba bersama pangeran Raven, dan yang lainnya untuk mengambil pedang suci yang di katakan pendeta Mathias dan Arvid.
Aku menatap pangeran Raven, tampak pria itu bergerak turun dari kudanya, diikuti oleh ku dan pasukan lain.
Kami tidak membawa banyak pasukan ke kota ini, tetapi kami sudah menyiapkan antisipasi dimana kami sudah menyiapkan beberapa penyihir yang kami ambil dari asosiasi penyihir, dan beberapa pleton pasukan.
Kami terdiam dan menajamkan indra kami, tetapi tidak ada respon yang mencurigakan saat ini.
Pangeran Raven bergerak memasuki kota yang sudah lama tidak di tinggali oleh penduduk, aku dan yang lain mengikuti di belakangnya, sembari tetap waspada dengan sekitar.
Aku menatap pedang yang tergantung di pinggang pangeran Raven, pria itu tidak menggunakan pedang yang pernah kulihat di segel di sebuah kotak kaca dikamar nya.
Memang sih karena pedang itu di diami oleh seorang yang kupikir adalah roh, dan tampaknya juga tidak bisa di kendalikan dengan mudah.
Tetapi pedang itu sangat kuat, di satu sisi juga sangat berbahaya, aku sedikit menyayangkan hal itu.
Setelah beberapa langkah kami memasuki kota sepi ini, akhirnya tiba dimana batu itu berada.
Mereka mengatakan sebuah batu yang di tancap oleh pedang suci sebagai senjata legenda.
Aku menatap pedang itu yang tampak sangat kuat dan hebat juga cantik, aku kagum memandang pedang itu.
"Apa kau bisa melakukannya Shannon?" Tanya pangeran padaku tanpa mengalihkan pandangannya dari pedang itu, aku menenggak ludah dan mengangguk.
"Aku bisa pangeran." Ucapku tegas yang sedikit mengandung ketidakyakinan, tetapi aku harus tetap melakukannya.
Aku berjalan mendekati batu itu, kemudian melompat ke area kosong di atas batu itu, aku menarik nafas sebentar, kemudian menatap ke arah pangeran Raven.
Mataku bertemu dengan manik zamrud nya, aku mengangguk pasti padanya, tetapi pangeran tidak merespon apapun.
Aku kembali menatap ke pedang yang tertancap di depan ku, kemudian tangan ku bergerak memegang pedang itu, dan mulai mencoba menariknya.
Sulit, jujur saja rasanya tertancap begitu keras, aku mulai kehilangan keyakinan ku.
'Padahal pendeta agung Mathias dan Arvid sudah mempercayai ku, semuanya sudah mempercayai ku.'
Pada firman itu di sebutkan, aku adalah salah satu orang yang ditakdirkan untuk melawan penyihir setelah kehancuran.
Tetapi bahkan aku tidak memiliki kemampuan sebesar itu.
Terbayang di benakku sosok Eloise yang tersenyum.
Aku sering mendengar kabar Eloise di akademi nya, gadis itu sudah meningkat pesan dan menjadi lebih kuat, bahkan aku yakin itu melebihi aku.
Dia sudah memiliki kekuatannya sebagai popi merah, tapi bagaimana dengan ku sebagai safir biru.
"Shannon, tidak apa-apa, turunlah." Ujar pangeran Raven, aku bisa merasakan tatapan para pasukan yang menyayangkan hal ini.
Aku mengatupkan gigiku dan tidak ingin menyerah, aku mengeratkan pegangan ku juga tarikan ku pada pedang itu.
'Kumohon, izinkan aku mendapatkan pedang ini, izinkan aku untuk memiliki kekuatan ku agar bisa memenuhi takdir ku sebagai safir biru.'
Sangat sulit, peluh mulai menetes dari dahi ku, "Hentikan Shannon, tidak apa-apa!" Seru pangeran Raven.
Tetapi aku masih tidak ingin menyerah, aku tidak ingin menjadi beban bagi mereka semua, aku sudah di percaya oleh semuanya, aku tidak boleh memperberat beban Eloise sebagai orang yang sama-sama di takdirkan.
"AKU MOHON!"
Sring!
Aku merasakan pergerakan sedikit pada pedang itu, mataku terbelalak, kemudian aku merasakan tangan yang membantuku, entah bagaimana rasanya hangat dan membantu kekuatan ku.
Aku mengatupkan gigiku kemudian mengerahkan seluruh tenaga ku untuk menarik pedang itu.
"AAAAAHHHHHHH AKU PASTI BISAA!!!!"
SRING!
Pedang itu berhasil keluar dari tancapan batu itu, semua pasukan yang melihat ku langsung bersorak sorai dan bertepuk tangan.
"Kau hebat Shannon!!" Seru Tristan, sedangkan Feitan hanya bertepuk tangan dengan wajah seperti biasa, bersama dengan Harley tetapi pria itu menyunggingkan sebuah senyuman.
Aku melihat pangeran Raven yang mendengus pelan, aku tersenyum ke arahnya, dan pria itu membalasku dengan senyum kecil.
Pangeran Raven berjalan ke arah ku, dan tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu yang datang mendekat dengan cepat dan.
SRING!!
Aku melihat seseorang yang mengarahkan pedang sedang ke arah pangeran, karena terlalu cepat pangeran tidak sempat mengeluarkan pedang maupun menghindar.
Tetapi aku dengan reflek langsung melindungi pangeran Raven.
TANG!
Terdengar suara kencang aduan senjata antara aku dengan orang tersebut, aku menatap ke jubahnya terdapat simbol warzerten.
"WARZERTEN!!" Seru ku.
Semuanya hendak menyerang orang itu, tetapi tiba-tiba saja muncul beberapa orang berjubah lainnya yang menghadang mereka semua, pangeran raven hendak menyerang orang yang beradu senjata dengan ku.
Pria itu mengeluarkan pedangnya hendak mengayunkan nya, tetapi.
Tang!
Seseorang lainnya menahan serangan pangeran kemudian ia menendang ku menjauh dari pangeran.
BUGH!
"SHANNON!!" Aku bisa mendengar suara teriakan pangeran.
BUK!
Tubuhku menabrak pohon dan membuatku terbatuk, seketika tubuh belakang ku terasa sakit luar biasa.
Kemudian aku melihat orang yang sebelumnya hendak menyerang pangeran, ia mengayunkan pedang nya lagi, tetapi aku berhasil bergerak cepat menangkisnya.
Aku hendak berlari ke arah pangeran dan yang lain nya, tetapi orang itu mengayunkan tangannya ke atas dan muncul api besar yang menghadang jalan ku dan menutupi pengelihatan ku ke pasukan lain dan pangeran raven.
Aku mengatupkan gigiku kesal, kemudian menatap orang itu dengan marah, aku melihat ia membuka tudung jubahnya.
Bermanik merah darah dengan rambut lurus pendek sebahu, ia menatapku dengan senyum penuh arti.
"Halo, ah haruskan aku memanggilmu kakak?" Tanya gadis itu, aku mengerut tidak mengerti, aku langsung menarik pedang yang ada di pinggangku, dan menaruh pedang suci itu di sana, lalu menodongkan pedang milikku sendiri pada gadis itu.
"Apa kau tidak akan menggunakan pedang suci itu untuk melawan ku?" Tanya gadis itu sembari jarinya menunjuk pedang itu, aku tersenyum remeh.
"Tidak sekarang." Balasku, gadis itu tersenyum menyeringai setan, aku bisa merasakan amarahnya yang besar.
"Sialan kau meremehkan ku, aku benar-benar akan membunuh mu disini." Ujar nya, kemudian tiba-tiba sesuatu muncul seakan keluar dari tubuhnya.
Aku bisa melihatnya, mahkluk itu bertanduk dan memiliki sayap kelelawar, ia juga membawa pedang besar, aku yakin inilah mahkluk yang di sebut iblis.
"Sudah kuduga kau bisa melihat nya, kehebatan seorang safir biru." gadis itu menahan ucapannya dengan tertawa kecil lalu menatap ku dengan sorot sombong.
"Tetapi kau tidak memiliki Powergate yang terbuka, kau hanyalah ksatria biasa dengan sebuah pedang biasa dan suci, tidak akan menang melawan penyihir iblis seperti ku." Ujarnya.
Lalu ia mengulurkan tangannya dan menggerakkan mahkluk itu menyerang ku.
Tang! Tang! Tang!
SRING!
TANG!
Berkali-kali aku menangkis serangan mahkluk itu, tetapi jujur saja serangannya sangat kuat, bahkan aku tidak mampu membalikkan serangannya, tenaga nya benar-benar di luar batas ku.
Aku bisa melihat gadis yang mengendalikan mahkluk ini tampak kesal dan mengatupkan giginya, lalu dengan tangan lainnya, ia mengayunkan tangannya keatas.
Aku melihat aura hitam besar muncul pada mahkluk itu, kemudian mahkluk itu berhenti, aku bergerak mundur memberi jarak antara dia dan aku.
Lalu tiba-tiba saja dengan gerakan yang sangat cepat ia kembali menyerang ku.
Tang! Tang! Tang!
SRING!
TANG!
Tapi aku sedikit lengah, pedang itu berhasil menggores panjang pinggangku hingga memutus gesper pedangku dimana pedang suci itu jatuh, lalu pedang mahkluk itu juga memotong tanganku kanan ku.
"AAAARGGGGGHHHH!!!" Aku berteriak kencang kesakitan.
Bugh!
Mahkluk itu memukulku jatuh terduduk, kemudian ia menusukkan pedangnya pada kaki ku.
"AAAAHHHHH!!" Aku kembali berteriak, dan air mataku menetes menahan sakit.
Mahkluk itu bergerak ke samping, lalu gadis yang mengendalikan mahkluk itu berjalan ke arah ku sembari tersenyum.
"Kau tahu, sebenarnya bukan hanya ini yang menjadi target p*********n ini." Ujar gadis itu, kemudian tersenyum semakin lebar.
"Aku yakin adikmu tidak akan selamat."
Lalu aku sejenak teringat tentang adikku yang akan mengikuti seleksi penyihir tingkat 3, kemudian terbayang di benakku Eloise yang tersenyum.
Mataku menatap dengan amarah, "BERANI NYA KAU!!!" Seru ku, gadis itu tertawa kemudian menggeser pedang itu memperlebar luka pada kaki ku.
"AAAAHHH!!" Aku berteriak kesakitan, dan menatap gadis itu dengan amarah dan air mata yang tidak berhenti jatuh.
"Kau akan mati disini safir biru, ah harusnya aku menyebut mu kakak bukan, karena saat ini aku juga menjadi anak dari keluarga garthside." Mata ku terbelalak, kemudian gadis itu tersenyum dengan remeh.
"Cecilia Zinaida Garthside, salam kenal kak Shannon." Ujarnya dengan nada di buat-buat, kemudian ia menggeser pedang yang tertancap pada kaki ku.
"AAAAARRRHHHHH!!" Gadis itu menggeser pedangnya hingga tampak luka besar yang hampir memotong kaki kanan ku, ia tertawa melihat ku.
"Aku akan membunuh mu." Ujar ku dalam, gadis itu berhenti tertawa dan menatapku dengan cemooh.
"Bagaimana bisa, tangan mu sudah buntung dan kaki mu sekarang hampir putus, kau sekarat sekarang bodoh, sadarlah itu." Ejek nya dengan posisi setengah berdiri.
"Aku tidak mempunyai satu tangan bukan." Gadis itu terdiam, dengan sangat cepat, menggunakan tangan kiri ku aku mengambil pedang suci itu dan langsung menusukkannya ke jantung gadis itu.
Panjang pedang itu berhasil menembus tubuh Cecilia, gadis itu terkejut dan berteriak.
"ARRRRRGGHHHHH SIALANNNN DASAR w***********g!!!" Kemudian hendak mengendalikan mahkluk nya untuk menyerang ku.
Aku tidak boleh mati dulu, aku harus membunuh orang ini, sebelum ia menyakiti eloise.
Aku mengatupkan gigiku kemudian membuka mulutku, dan berseru.
"AKU MOHON PADAMU RISILV DAN OMNIA, BERIKAN AKU KEKUATAN KU, UNTUK MENGHANCURKAN ORANG INI!"
Muncul cahaya pada pedang itu, dan aku melihat seperti tanda pada kulit gadis itu, Cecilia tampak panik.
"SIALAN! SIALAN!!!" Kemudian ia hendak mencabut pedang itu dari tubuhnya, tetapi dengan seluruh kekuatan ku yang tersisa, aku berusaha keras mendorong pedang itu memperdalam tusukkannya.
"SIALANNN DASAR JALANGG!!!" Cecilia kembali berteriak padaku.
"Aku tidak akan membiarkan nya, AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN MU MENYAKITI ELOISE!!" Seru ku, kemudian aku berhasil menusuk pedang itu sangat dalam.
Crack!
Timbul suara retakan dari tubuh gadis itu, "TIDAK-TIDAK! AKU TIDAK BOLEH MATI!!!" Kemudian retakan itu melebar.
"TIDAKKKKKK!!!!"
Crack!
CRASH!!
Tubuh Cecilia hancur menjadi abu, dan pedang suci itu terjatuh, aku menoleh tiba-tiba saja.
Zrugg!
Entah bagaimana mahkluk itu bergerak dan menancapkan pedang milik nya yang lain ke jantungku, kemudian tubuh mahkluk itu hancur menjadi serpihan.
Aku terbatuk mengeluarkan darah, lalu aku melihat tangan ku yang terpotong dan tampak dari luka itu, muncul tanda kutukan yang pernah kulihat sebelumnya.
Dengan tangan kiri ku aku berusaha untuk mencabut pedang itu dari dadaku, dan berhasil, kemudian aku menjatuhkan diriku karena tidak kuat lagi.
Nafasku mulai memendek, dan seluruh tubuhku terasa sangat sakit, terbayang di benakku ketika aku berbicara pada nya terakhir kali.
"Berjanjilah kakak pasti akan kembali selamat."
Dan saat itu aku berjanji kelingking dengan Eloise.
Air mataku kembali berjatuhan, aku menatap langit yang mendung dan mulai merintik hujan.
"Maafkan aku Eloise, maaf aku harus meninggalkan mu lagi." Ujar ku.
"SHANNON!" Aku mendengar suara seseorang, dan terdengar suara lari yang mendekat ke arah ku.
"Shannon! Astaga!" Itu adalah Dominic, aku menatapnya, ia tampak sangat panik.
"Tunggu aku akan segera menyembuhkan mu, aku mohon bertahanlah Shannon." Ujarnya dengan serius, kemudian ia mulai mengarahkan tangannya pada setiap luka ku, dan berusaha menyembuhkan nya dengan sihir.
Tetapi aku tahu itu tidak akan berhasil, karena luka ku sudah terinfeksi akan kutukan yang besar, bukan sihir kutukan biasa, melainkan sihir iblis.
Aku menarik lengan baju Dominic, pria itu terkejut dan menatap ku, aku menggelengkan kepala ku, ia tampak sangat sedih dan berusaha keras untuk menyembuhkan ku dengan sihirnya.
Tetapi tidak berhasil.
"Maafkan aku, seharusnya aku datang lebih cepat, maafkan aku Shannon." Ujar Dominic, aku bisa melihat ia mulai menangis.
Dengan susah payah, "tolong jaga Eloise, Dominic." Ujar ku, pria itu tampak semakin sedih.
Aku tidak kuat lagi untuk terus membuka mataku, aku menatap langit yang sudah mulai hujan deras.
Kembali lagi terbayang di benakku Eloise yang tersenyum.
Dan akhirnya mataku menutup seutuhnya.
'Maafkan aku eloise...'
⬛⚪⬛
Aku tidak tahu dimana aku, yang pasti aku hanya kegelapan yang ku lihat.
Tapi aku merasakan sebuah tangan memegang tanganku, aku mengeratkan pegangan ku pada tangan itu, kemudian.
Whushhh!
Angin berputar kencang lalu tiba-tiba saja semuanya menjadi putih, dan aku melihat seorang wanita berjubah putih, dengan surai cokelat sama seperti ku dan manik rubi seperti eloise, ia menatapku dengan senyum tetapi sedikit sorot sedih.
Aku terdiam, tetapi entah kenapa aku merasakan perasaan rindu yang bergejolak di dalam dadaku pada wanita itu.
Entah bagaimana.
"I....bu?" Ujarku Begitu saja, wanita itu membuka tangannya seakan memintaku untuk mendekat, air mata ku berjatuhan dan berlari kencang dan langsung memeluknya erat.
"Ibu...ibu..." Ucap ku, wanita itu memelukku erat dan mengusap lembut rambutku.
"Maafkan ibu tidak bisa membantu mu." Ujar nya, aku melepas pelukan ku dan menggeleng.
"Ibu tidak salah, tapi aku mengkhawatirkan Eloise." Ujar ku, ibu mengangguk.
"Sebenarnya soal itu ibu ada jalan lain, tetapi tetap saja itu tidak akan bisa membantu mu kembali." Ia menyentuh dadaku.
"Jiwa mu untuk terhubung pada tubuh mu sudah rusak karena sihir iblis itu." Ucap ibu, aku menatap sedih.
"Tetapi sebagian dari jiwa mu yang lain bisa menggantikan mu untuk kembali hidup sebagai dirimu." Ucapnya, aku mengangkat kedua alis ku, lalu tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap tetapi di depan ku ada seseorang yang menatapku dengan tanya.
Aku merasakan ibu yang memelukku dari belakang, aku tersenyum samar dan tampak di depan ku, ada seorang gadis yang menutup mata nya, kemudian perlahan ia membukanya dan manik mata kami bertemu.
'Aku paham...'
Aku membuka mulutku, "Aku sudah tidak bisa kembali, karena itu aku mohon." ia mengangkat kedua alisnya dan menatap tanya padaku.
"Kau lah yang harus menggantikan ku, karena kau adalah bagian dari diriku juga."
Zap!
-
-
-
To be continued