2~ Drama Pagi Hari

1002 Kata
Hari Kedua. "Aaa ...." Mita berteriak dengan suara cukup kencang. "Aaa ....'' Wira pun ikut berteriak karena terkejut mendengar teriakan istrinya. "Aaa ...'' Sekali lagi Mita berteriak sebab terkejut suaminya berteriak. Kali ini sembari bangkit dari posisi tidur dan duduk di atas ranjang. 'Tok! Tok! Tok!' Pasangan suami istri yang sedang sama-sama merasa terkejut itu saling memandang saat mendengar suara ketukan di pintu. "Wira! Mita! Ada apa? Kenapa pagi buta gini pada teriak?" "Gak ada apa-apa, Bu. Maaf," sahut Wira yang sudah lebih dahulu menguasai kesadaran. Ia kemudian bangkit dan duduk di samping istrinya. "Ibu kira ada apa. Cepat bersih-bersih sebentar lagi Subuh. Ibu tunggu di depan sama anak-anak," ujar Lilis. Ia memang sengaja datang ke sana dengan tujuan ingin membangunkan anak dan menantu tetapi malah terkejut karena mendengar teriakkan dari dalam sana. "Iya, Bu. Nanti aku nyusul," balas Wira lagi kemudian menoleh pada istrinya. "Kamu kenapa teriak pagi-pagi begini?" "Kamu juga." "Ya aku teriak karena kaget. Orang lagi tidur dengar kamu teriak di depan wajah, kaget lah aku makanya ikut teriak," sahut Wira. "Aku juga. Kaget dengar kamu teriak jadi ikutan." "Terus, itu tadi waktu aku masih tidur kamu yang duluan teriak. Itu Kenapa? Mimpi burruk atau gimana?" "Aku ... aku kaget waktu buka mata muka kamu deket banget. Kamu sengaja ya deket-deket aku?" tuding Mita. "Enak aja! Yang ada juga kamu yang deket-deket aku," sangkal Wira. "Mana ada!" Mita membantah tuduhan suaminya. "Ada! Ini buktinya. Kamu yang tidur mepet ke aku. Pakai selimut aku pula. Tadi malam 'kan aku siapin selimut lain di atas bantal," ujar Wira. Mita menoleh. Benar, ia yang mendekati suaminya karena sisi ranjang yang tadi malam ia tempati kini sudah kosong. Selimut pun tergerak di atas lantai beserta bantal guling yang sebelumnya ia gunakan sebagai pembatas di antara mereka. "Nah, sekarang kelihatan 'kan, siapa yang modus," ujar Wira lagi. Wanita itu kemudian menoleh pada suaminya. "Ini salah kamu!" "Aku?" Wira menunjuk pada dirinya sendiri. "Iya. Kamu!" "Kenapa jadi aku?" "Kamu tahu kalau aku terbiasa tidur sendiri dan menguasai ranjang sendiri juga. Bukan salah aku lah kalau aku jadi pindah ke tempat kamu," kilah Mita. "Heleh! Emang kamu mah modus aja. Pakai acara ngeles dan nyalahin aku segala," cibir Wira. Tidak mau disalahkan. "Memang salah kamu kok." "Udah deh gak usah banyak drama. Sekarang tolong lepasin tangan kamu. Aku mau ke kamar madi. Sebantar lagi Subuh. Ibu dan anak-anak pasti nunggu buat berjamaah," kata sang pria lagi. Mita yang baru menyadari bahwa ternyata ia masih memegangi ujung baju yang dikenakan suami, segera melepaskan. Itu yang selalu ia lakukan saat sedang terkejut atau takut, memastikan bahwa ia tidak akan ditinggal sendiri. Wira gegas turun dari ranjang. "Jangan tidur lagi. Nanti kita berjamaah sama yang lain." Bicara saat melihat istri hendak kembali berbaring. "Siapa juga yang mau tidur lagi. Orang aku cuma mau rebahan sambil nunggu kamu ke kamu ke kamar mandi," elak Mita "Awas aja kalau aku balik tapi kamu malah tidur," balas Wira sambil lalu, meninggalkan istri. *** "Dasar Kebo! Abis sholat bukannya ikut olah raga sama anak-anak, malah tidur lagi," gumam Wira saat kembali ke kamar setelah olahraga dan mendapati istri sedang tidur pulas. Namun ia abai dan memilih untuk membersihkan diri karena pagi ini ia ada janji temu dengan seseorang dan tidak bisa ditunda. Menit berlalu, pria itu keluar dari kamar mandi dan hanya memakai handuk berwarna putih yang melilit di pinggang. Mendekati lemari dan mengambil pakaian dari sama. Wira kemudian menoleh pada sang istri yang masih tidur nyenyak sambil meletakan kemeja dan celana bahan yang akan ia pakai. Dengan santai mengenakan pakaian di sana. "Aaa ...." Mita yang baru saja membuka mata—menjerit saat pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah tubuh bagian atas tanpa busana milik suami. Gegas menutup wajah dengan kedua telapak tangan, pipi kini terasa panas. Rasanya malu sendiri dengan apa yang baru saja ia lihat. "Mita ... kamu Ini kenapa sih seneng banget teriak-teriak?" protes Wira sambil mengaitkan kancing celana panjangnya. "Kamu kenapa sih harus tellanjang kayak gitu di sini?" balas Mita. "Tellanjang apa sih? Orang cuma belum pakai baju aja," sahut Wira dengan santai sembari memakai pakaian bagian atas. "Aku mau ke luar sekarang." Mita perlahan menurunkan tangan dari wajah dan membuka mata yang tadi sempat ia tutup kuat-kuat. Dengan ragu ia menoleh ke arah di mana suami berada. Wanita itu menghela napas lega karena ternyata suaminya sudah memakai pakaian lengkap. Rasanya ingin segera pindah dari sana agar mereka bisa punya kamar masing-masing. Jika terus menerus seperti ini ia bisa saja mati muda karena mendadak punya penyakit jantung sebab terlalu sering terkejut. Sekarang saja dadanya masih berdebar dengan kencang. "Kamu cepat mandi. Ibu sama anak-anak pasti udah nunggu buat sarapan," ujar Wira lagi seraya melipat lengan kemeja panjangnya hingga mendekati sikut. "Kamu mau ke mana?" "Mau ketemu klien." "Sepagi ini?" "Iya." "Terus aku gimana?" "Ya enggak gimana-gimana." "Hari ini kita 'kan mau pindah dari sini ke rumah aku." "Kamu tunggu aja di sini, aku usahakan pulang secepatnya. Klien aku pengen ketemu dan lihat langsung desain rumahnya. Jadi kalau ada revisi juga enak," sahut Wira. Mita mengerucutkan bibir. "Memangnya kamu nggak bisa tunda?" "Gak bisa, Ta. Klien aku orang sibuk dan hanya punya waktu sekarang," jawab Wira seraya berdiri di depan cermin untuk memastikan bahwa penampilannya sudah rapi. Tidak lagi mengatakan apa pun, wanita itu turun dari ranjang, membawa langkah kaki menuju kamar mandi dan menutup pintu dengan cukup keras pertanda ia sedang kesal. Wira menatap pintu kamar mandi sembari menggelengkan kepala. "Dasar manja! Kalau pengen apa-apa selalu aja pengennya langsung diturutin." Setelahnya Wita pun abai dan sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang harus ia bawa serta ketika bertemu dengan klien. Pria itu kemudian melangkah menuju nakas yang ada di samping ranjang ketika mendengar suara ponsel berdering tanda ada panggilan masuk. Ia tersenyum saat melihat nama yang tertera pada layar ponsel pintar miliknya. Segera menggeser tombol hijau yang melompat-lompat pada layar untuk menerima panggilan tersebut. Sang pria diam sambil tersenyum saat orang yang menghubungi sedang bicara kemudian akhirnya ia pun bersuara, "Iya, Sayang. Nanti papa ke sana. Tunggu, ya ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN