Bab 12. Berkelahi

1041 Kata
Kaila hanya bisa menatap kepergian suaminya dengan perasaan kesal. Berbagai pertanyaan pun mulai memenuhi otak kecil seorang Kaila. Apa, kenapa dan ada apa dengan Abimanyu Wibowo? Apa mungkin Bima berkelahi dengan Johan? Pertanyaan itu seketika mencuat terasa mengusik relung hati Kaila. Dia tidak ingin terlalu larut dalam pertanyaan tanpa jawaban, apalagi Bima mengatakan bahwa dia tidak ingin di ganggu sebelum perasaannya benar-benar tenang. Oleh karena itu, Kaila akan menanyakannya sendiri kepada mantan kekasihnya itu. Ia berjalan keluar dari dalam kamar seraya menggenggam ponsel miliknya dan akan menghubungi Johan saat itu juga. Kaila berjalan melintasi dapur menuju area belakang. "Bi, bawakan aku s**u hangat ya," pinta Kaila kepada Bi Sutri asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya. "Baik, Nyonya," jawab Bibi patuh dan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh majikannya. Kaila duduk di kursi besi yang berada di halaman belakang. Gelapnya malam tidak membuatnya takut, semilir angin yang berhembus agak kencang pun tidak membuatnya merasa kedinginan sedikit pun. Ia menatap layar ponsel lalu menghubungi Johan saat itu juga. "Halo, Kaila. Ada apa? Tumben kamu nelpon saya? Kangen ya," samar-samar terdengar suara Johan begitu memuakan. "Jangan basa-basi segala, Johan! Sekarang katakan, apa kau baru ketemu sama suamiku?" tanya Kaila langsung ke intinya. "Suami kamu?" tanya Johan keheningan seketika tercipta. "Oh ... maksud kamu Om tua itu?" "Cukup jawab, iya atau tidak!" tegas Kaila dingin. "Iya-iya, saya habis ketemu sama suami kamu, Kaila. Biasalah, sempat terjadi perkelahian kecil antar laki-laki." "b******k kau, Johan. Sebenarnya apa maumu, hah? Seharusnya kau senang karena udah ada pria lain yang mau nikahi aku. Bukannya itu yang kau inginkan selama ini? Kau gak mau nikahi aku karena kau masih belum siap menikah dan punya anak? Jadi stop gangguin rumah tangga aku. Oke?" ketus Kaila lalu segera menutup sambungan telpon. Kaila mengusap wajahnya kasar dengan kedua mata yang terpejam. Ternyata, setelah menghubungi Johan perasaanya semakin merasa tidak tenang. Dia merasa takut Johan akan mengatakan hal yang bukan-bukan kepada Bima. Terbukti, sikap Bima berubah drastis setelah suaminya itu bertemu dengan mantan kekasihnya. Tidak lama kemudian, Bibi pun datang dengan membawa s**u hangat pesanan Kaila. Bi Surti meletakan apa yang dia di atas meja. "Ini susunya, Nyonya," ucap Bibi ramah dan sopan. "Terima kasih, Bi," sahut Kaila tersenyum kecil. "Maaf, Nyonya. Kalau boleh Bibi sarankan, lebih baik Nyonya masuk ke dalam. Gak baik Ibu hamil berada di luar malam-malam begini sendirian, kata orang tua jaman dulu mah, katanya pamali," ucap Bi Surti. Wanita berusia 40-han itu mencoba untuk mengingatkan. "Iya, Bi. Aku akan masuk sebentar lagi," ucap Kaila meraih gelas berisi s**u putih lalu meneguknya pelan. "Saya permisi, Nyonya," pamit Bibi dan hanya di jawab dengan anggukkan kecil oleh majikannya. Kaila menatap layar ponsel miliknya lalu mengirimkan pesan terakhir kepada Johan sebelum akhirnya memblokir nomornya. Wanita itu pun segera bangkit lalu berjalan memasuki rumah dan naik ke lantai dua di mana kamarnya berada. Kaila membuka pintu kamar lalu masuk ke dalamnya kemudian. Dia mengedarkan pandangan matanya menatap setiap sudut kamar luas yang di isi oleh dua buah ranjang berukuran sedang. Ya, keduanya sepakat untuk tidur di ranjang yang terpisah meskipun berada di kamar yang sama. Suaminya tidak terlihat di manapun di setiap sudut ruangan. Sampai akhirnya tatapan matanya berhenti di pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat di mana Bima masih berada di dalam sana. Kaila berjalan ke arah kamar mandi lalu mengetuk pintunya pelan. "Mas, apa kamu masih di dalam? Kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya Kaila seketika merasa khawatir. Tidak perlu menunggu terlalu lama, pintu kamar mandi pun di buka. Bima berdiri di depan pintu sudah berganti pakaian. Piyama berwarna ungu pun nampak membungkus tubuh kekar seorang Bima. "Saya baik-baik saja," ucap Bima singkat lalu berjalan melintasi Kaila begitu saja. "Luka kamu harus diobati, Mas," ucap Kaila mengikuti suaminya dari arah belakang. "Gak usah," jawab Bima dingin. Kaila hanya bisa menghela napas panjang lalu menghembuskannya secara kasar, ia pun berjalan ke arah sudut kamar di mana kotak P3K tertempel di dinding. Ia meraih obat luka berikut kapas lalu kembali menghampiri Bima yang sudah berbaring di atas ranjang miliknya. "Obati dulu, kalau nggak lukanya bisa infeksi, Mas Bima," pinta Kaila duduk tepat di tepi ranjang. "Gak bakalan infeksi, Mas ngantuk, Kai," jawab Bima dengan kedua mata yang terpejam. "Mas!" Kaila mulai menaikan nada suaranya membuat Bima sontak membuka pelupuk matanya yang tengah terpejam. "Mas boleh ngediemin aku kayak gini, tapi obati dulu luka kamu! Mas boleh marah sama aku meskipun aku gak tau salah aku di mana, tapi jangan biarkan luka di muka kamu itu infeksi, gimana sih?" decak Kaila membuat Bima seketika bangkit lalu duduk tegak di atas ranjang. "Pelan-pelan, sakit!" pinta Bima lemah. "Ish! Emangnya kamu anak kecil apa, siapa suruh berkelahi segala," sahut Kaila mulai mengoleskan Betadine di setiap luka di wajah suaminya. "Argh!" ringis Bima, rasa perih seketika terasa saat obat luka itu mulai menyentuh permukaan kulit wajahnya. "Tahan sebentar, Mas. Rasanya emang perih, tapi nanti lukanya bakalan cepet sembuh kalau udah diobati," pinta Kaila segera meniup luka tersebut lembut. Bima seketika memejamkan kedua matanya. Hembusan angin yang berasal dari bibir Kaila terasa sejuk membasuh wajahnya. Rasa perih yang semula dia rasakan perlahan mulai menghilang. Setelah memastikan suaminya tidak kesakitan lagi, Kaila pun melanjutkan gerakan tangannya. "Lagian kenapa kamu harus berkelahi sama si Johan segala, Mas? Emangnya kalian itu anak kecil apa," decak Kaila. Bima sontak menangkap pergelangan tangan Kaila dengan kedua mata yang membulat sempurna. "Tunggu, dari mana kamu tau Mas habis berkelahi sama si Johan?" tanya Bima penuh selidik juga menatap wajah Kaila dengan tatapan mata tajam. "Jangan-jangan kamu ngehubungi mantan pacar kamu itu?" Kaila seketika menundukkan kepalanya. Tatapan mata Bima benar-benar tajam membuatnya merasa tidak nyaman. "Maaf, aku khawatir sama kamu, Mas. Kamu juga gak bilang apa-apa sama aku. Itu sebabnya aku tanya sama dia langsung," lirih Kaila lemah dan bergetar. Bima menarik napas panjang lalu menghembuskannya kasar. Dia pun meletakan pergelangan tangan Kaila kasar dengan perasaan kesal. "Saya nggak suka kamu berhubungan lagi sama si Johan, Kaila. Tolong hargai perasaan saya!" tegasnya penuh penekanan. "Apa kamu tau apa yang udah dilakuin sama mantan pacar kamu itu, hah?" "Aku minta maaf, Mas. Aku gak bermaksud buat nggak ngehargai perasaan kamu, sungguh!" lemah Kaila, buliran bening mulai memenuhi kelopak matanya. "Emangnya apa yang udah dilakuin sama si Johan? Dia ngomong apa aja sama kamu, Mas?" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN