"Tunggu Kaila, ada yang ingin saya bicarakan sama kamu," pinta seorang pria berpakaian jas berwarna hitam tanpa dasi tengah mengejar seorang gadis.
"Ikh! Om apaan sih? Jangan ngikutin aku kayak gini deh," decak gadis tersebut merasa kesal.
Pria itu meraih telapak tangan sang gadis membuatnya terpaksa menghentikan langkah kakinya. Abimanyu duda berusia 37 tahun itu menatap wajah gadis bernama Kaila dengan tatapan mata sayu. Dia pun mengeluarkan sekuntum bunga mawar berwarna merah yang semula dia sembunyikan di belakang punggungnya.
"Maukah kamu menerima cinta saya, Kaila?" ucapnya seraya tersenyum lebar.
Kaila memutar bola matanya kesal. Dia pun menatap sekeliling di mana orang-orang tengah berlalu lalang karena dirinya memang sedang berjalan di trotoar baru saja pulang bekerja. Kaila melepaskan tautan tangan Abimanyu kasar.
"Om apa-apaan sih? Apa Om sengaja mau bikin malu aku, hah? Om gak liat orang-orang ngetawain kita? Udah tua juga, so romantis banget sih!" ketusnya menatap sinis wajah pria berkulit sawo matang itu.
"Jawab dulu pertanyaan saya, Kaila. Maukah kamu jadi pacar saya? Saya serius lho," Bima mengulangi pernyataan cintanya.
Ini bukan kali pertama Bima mengungkapkan perasaannya kepada gadis belia yang memiliki usia 10 tahun jauh lebih muda darinya itu. Pria yang akrab di sapa Bima itu merasa bahwa ini adalah waktu yang tepat untuknya mengungkapkan kembali perasaan cinta yang terasa membara di dalam hati sang duda.
"Aku mohon maaf, Om Abimanyu yang terhormat. Dengan sangat menyesal aku harus menolak cintanya Om Bima. Emangnya Om gak ngaca? Om itu udah tua, Om. Astaga! Apa gak bisa Om cari wanita yang seumuran sama Om gitu?" tolak Kaila tegas dan penuh penekanan.
"Gak bisa, Kaila. Hanya kamu wanita yang saya cintai, kamu tau sendiri kalau saya udah lama suka sama kamu," lemah Bima merasa kecewa.
"Tapi Om bukan tipe aku, Om. Aku itu lebih suka pria yang seumuran. Sementara Om? Usia kita beda 10 tahun lho."
Bima tersenyum kecil. Entah sudah ke berapa kalinya dia mendapatkan penolakan seperti ini dari Kaila, gadis yang telah berhasil mencuri hati sang duda. Namun, tidak sekali pun dia berpikir untuk menyerah dan putus asa. Dia yakin hati gadis berusia 27 tahun itu akan luluh juga pada akhirnya. Ya, meskipun Bima sendiri tidak tahu persis kapan waktunya. Yang jelas, dia tidak akan pernah menyerah sampai Kaila menerima cintanya.
"Kenapa Om diam aja? Jawaban aku udah jelas, 'kan? Sekali tidak tetap tidak. Aku gak akan pernah nerima cintanya Om. Jadi, stop ngikutin aku. Paham?" ketus Kaila lalu melanjutkan langkah kakinya.
Bima hanya bisa menghela napas panjang seraya menatap kepergian Kaila. Dia merasa kecewa karena cintanya kembali di tolak untuk ke sekian kalinya. Namun, semakin Kaila menolah cintanya, hasrat cinta sang duda semakin terasa membara. Tidak ada kata menyerah di dalam kamus duda berusia 37 tahun itu. Bima menatap bunga mawar yang masih dia genggam, baginya Kaila seperti mawar mekar ini, terlihat segar dan juga sedap di pandang.
"Tuan Bos," sapa seorang pria berjalan menghampiri. "Pak Bos lagi ngapain di sini? Astaga! Apa Pak Bos habis ngejar-ngejar si Kaila lagi?" decak Irfan asisten pribadi Bima.
Bima tersenyum simpul lalu menyerahkan bunga yang dia bawa kepada sang asisten. Dia pun berjalan melintasi Irfan begitu saja tanpa sepatah katapun. Jika Bima berkata jujur bahwa dirinya baru saja mendapatkan penolakan, maka sudah dapat dipastikan bahwa dirinya akan ditertawakan oleh pria yang sudah bekerja dengannya selama kurang lebih tiga tahun ini.
"Tunggu saya, Tuan Bos," seru Irfan berlari mengejar sang Tuan. Namun, diabaikan oleh Bima.
Pria yang merupakan CEO dari perusahaan tambang emas terbesar di kota Jakarta itu pun semakin mempercepat langkah kakinya hingga dia tiba di mobil mewah miliknya yang diparkir tepat di pinggir jalan. Abimanyu membuka pintu mobil lalu masuk ke dalamnya dengan perasaan kesal. Walau bagaimanapun, penolakan Kaila membuat perasaannya merasa terluka. Tidak lama kemudian, Irfan pun memasuki mobil yang sama. Dia duduk di kursi supir dan siap untuk menyetir.
"Sekarang kita mau ke mana dulu, Tuan Bos? Apa kita mau langsung pulang? Atau mau cari angin dulu gitu?" tanya Irfan menatap wajah sang Tuan dari kaca spion yang berada di dalam mobil.
"Bawa saya ke rumah Kaila sekarang juga," pinta Bima dengan wajah datar.
"Apa? Ke rumahnya Kaila? Tuan 'kan baru ketemu sama dia barusan," tanya Irfan keningnya seketika mengerut heran.
"Udah jangan banyak omong, kamu mau saya pecat sekarang juga?" tegas Bima penuh penekanan.
Irfan menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan dan mulai menyalakan mesin mobil. Irfan nampak menggelengkan kepalanya samar merasa tidak habis pikir dengan sikap sang Tuan. Bagaimana bisa majikanya ini masih mengejar cinta gadis yang jelas-jelas sudah menolaknya dengan kasar?
***
Setelah menempuh perjalan selama 30 menit, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Irfan pun mulai melipir lalu berhenti tepat di tepi jalan. Abimanyu diam seribu bahasa seraya menatap rumah bercat putih yang berada di depan sana.
"Apa yang akan Tuan lakukan sekarang? Apa Tuan akan turun dan menemui Kaila?" tanya Irfan lagi-lagi hanya menatap wajah Tuannya dari kaca spion.
"Tidak! Kaila pasti masih di jalan. Tunggu sebentar lagi, saya hanya ingin melihat dia sebentar," jawab Bima dingin.
"Baik, Tuan," seru Irfan patuh.
Benar apa yang baru saja diucapkan oleh Bima, sebuah motor berhenti di depan sana. Kaila turun dari atas motor, hal yang sama pun dilakukan oleh pria yang datang bersamanya. Bima menatap mereka berdua dengan kedua tangan yang mengepal sempurna. Rasa panas seketika terasa membakar hatinya yang sebenarnya tengah terluka akibat penolakan Kaila.
Hal yang tidak terduga tiba-tiba saja terjadi. Sepertinya, terjadi pertengkaran antara Kaila dan pria tersebut. Pria itu bahkan bersikap kasar, dia mendorong tubuh Kaila hingga dia hampir saja terjatuh. Bima tidak tinggal diam, dia segera keluar dari dalam mobil lalu berlari menghampiri mereka dengan perasaan kesal.
"Astaga, Kaila! Kamu baik-baik saja?" tanya Bima segera membantu Kaila berdiri tegak.
"Om Bima? Lagi ngapain kamu di sini?" tanya Kaila wajahnya nampak memerah menahan rasa malu.
Bima menatap tajam wajah pria itu. "Hey, kau! Beraninya sama wanita kau ya. Dasar pengecut!" bentak Bima penuh emosi.
"Siapa pria ini, Kaila? Apa dia gebetan kamu juga, hah? Jangan-jangan, bayi di dalam kandungan kamu ini anaknya dia lagi?" tuduh pria tersebut seraya menunjuk wajah Bima penuh rasa emosi.
"Apa? Ba-bayi? Ka-kamu hamil, Kai?" tanya Bima seketika merasa terkejut tentu saja.
Bersambung