Chapter 2

682 Kata
Sudah hampir seminggu sejak Alvaro mengambil alih perusahaan, Tim Kreatif seakan diberi tekanan dengan merombak ulang storyboard mereka. Dengan alasan ia tidak menyukai konsep yang sudah dibuat oleh Aretha dan kawan-kawan. "Haaaaa sudah sepekan ini aku tidak tidur dengan benar! Benar kejam bos kita itu. Kenapa dia tega menyuruh kita merombak semua nya pada saat sudah dekat dengan deadline!" ujar Indira mengeluh terus belakangan ini. "Padahal bu Mirina menyetujui konsep kita. Ada apa dengam bos besar itu?" Janetta ikut nimbrung. Aretha melamun, dan membenarkan ucapan kedua temannya. Alvaro sangat berbeda sekali dengan yang ia kenal dulu. Mungkinkah gara-gara itu? Aretha menyadari sesautu. "Ini adalah usaha terakhir kita semoga saja dia menyukainya." Ujar Aretha meyakinkan diri. *** "Setidaknya ini sedikit lebih baik dari yang sebelumnya." Ujar Alvaro. Aretha berjengit ngeri, apa katanya tadi? Sedikit? Ia berusaha mengerjakannya dengan mengorbankan waktu tidurnya dan ia hanya bilang sedikit lebih baik dari yang sebelumnya? Aretha memejamkan matanya. Menahan emosi agar tidak meledak dihadapannya. "Apakah ini bisa diterima pak?" "Ini bisa diterima." Ujar Alvaro. "Terimakasih atas usahamu dan tim selama ini." *** Hari sudah menjelang larut malam, Aretha belum beranjak dari kursi dan bersiap pulang. Pekerjaannya sudah selesai, ia hanya mengulur waktu sampai kemacetan ibu kota terurai. Suasana hening membutanya gampang melamun. Aretha tertegun cukup lama. Matanya memang menghadap titik kecil lampu mobil yang memadati ibu kota. Dalam keheningannya lamunannya kembali membawanya ke masa sepuluh tahun yang lalu dimana ada peristiwa yang membuatnya begitu membenci pria yang kini menjabat sebagai Direktur di perusahaan tempat ia bekerja. "Aku membencimu Alvaro Caesar Mahesa!!!" Aretha berlari keluar kelas meninggalkan Al yang masih menatapnya dengan pandangan menyesal. Aretha berlari menuju kamar mandi wanita dan menumpahkan tangisan dan seluruh amarahnya. Sejak awal masuk sekolah, Aretha dan Alvaro tidak pernah akur. Selalu Alvaro yang mulai menjahili Aretha. Mereka selalu terlibat pertikaian dalam hal apapun dan dalam hal sekecil apapun. Entah kenapa sialnya mereka selalu ditempatkan pada kelas yang sama. Kali ini Alvaro sudah membuat seluruh kesabaran Aretha meluap dan meledak begitu saja. "Aku benci pada Alvaro selamanya!" ujar Aretha ditengah isak tangisnya. "Aku memang membencimu, Al. tapi kenapa saat kau bersikap dingin dan seolah tidak memperdulikan aku jadi merasa ada yang salah." Ujarnya sangat pelan. Apakah aku merindukanmu yang dulu? Tanya nya kepada hatinya. Aretha memutuskan untuk pulang beberapa menit kemudian. Hari sudah semakin malam dan ia tidak ingin berada dalam taksi seorang diri. "Kenapa sudah selarut ini kau masih belum pulang?" Alvaro sudah berada di hadapannya dan sempat membuat Aretha terkejut. "Saya, saya baru mau pulang." Al melihat jam di pergelangan tangan kirinya, "Sudah cukup larut bagi seorang perempuan. Mari kuantar." Ujar Al sedikit melunak. Aretha menatap Al tidak percaya, "Apa? Tidak. Saya bisa sendiri. Terima kasih." "Aku tidak ingin karyawanku kenapa-kenapa apalagi setelah kerja kerasmu beberapa hari ini. Anggap saja ini sebagai balasan dariku untukmu." Al langsung berjalan pergi. "Ikut aku." Perintahnya. Aretha mengikuti nya sampai di depan gedung tempat ia memarkirkan mobil nya di tempat yang khusus. Selama beberapa saat mereka hanya terdiam. Aretha mengalihkan pandangannya dengan melihat hiruk pikuk ibu kota pada malam hari. Membiarkan Al mengendarai mobilnya dengan tenang. "Dimana rumahmu?" tanya Al memecahkah keheningan. Aretha menyebutkan alamat rumahnya, setelah itu Al tidak bertanya lagi. "Al... apa kabarmu?" tanya Aretha memberanikan diri. Al tersenyum singkat, "Baik." "Aku tidak menyangka kalau ternyata kau adalah anak dari pemilik perusahaan tempat aku bekerja." Ujar Aretha. "Terkejut?" "Tentu saja aku terkejut. Mengingat kita sudah tidak berkomunikasi lagi setelah lulus sekolah." "Aku mengikuti kemauan mu." Al mengeraskan rahangnya. Aretha menggigit bibir bawahnya, "Waktu itu... aku.... Tidak bermaksud. Aku minta maaf atas kejadian saat itu." Al tidak menjawab selama beberapa detik. Aretha menunggu. "Al.. kau tidak..." "Kita sudah sampai." Ujar nya dingin. Aretha baru menyadari bahwa mereka kini sudah berada didepan rumah Aretha. "Oh ya, sudah sampai. Terima kasih banyak, Al." Aretha keluar dari mobil dan memasuki rumah tanpa menoleh. Al memperhatikan punggung Aretha berlalu menghilang memasuki rumah. Selama beberapa detik ia tidak mengedipkan matanya. Ada sesuatu yang perih yang berasal dari dirinya. Ia tidak dapat mengatakan apa yang sedang terjadi sebenarnya. Rasa ini sungguh sudah menyiksa dirinya dalam waktu yang lama. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN