“Sebenarnya kenapa ibu nggak ngizinin Ayan menikah sementara Ibu juga punya pasangan?” Bara kemarahan itu mengobar di netra indahnya. “Bahas itu terus! Kamu ini nggak bisa ya nurutin apa kata ibu kamu ini? Aku yang udah mengandung dan melahirkan kamu susah payah. Segini balasan kamu sama aku, hah?” katanya dengan amukan yang membuatku tergugu. Emosi Ibu benar-benar meledak seperti api yang siap melahap kerapuhan kayu, membuatku tersentak luruh dalam tangis akhirnya. Kuhampiri dan berusaha kudekati wanita yang sudah membawaku lahir ke dunia itu. "Bu tenang!" Tapi ia seperti tak mengenaliku. Tatapannya seperti hilang di antara kegelapan rasa sendiri yang diabaikan. Hatiku terasa mengecil ragu. Tapi aku tetap mencoba. Meski tak apa ibu menamparku lagi atau malah memukuliku kali ini.