Keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai kaos milik Mark yang menenggelamkan tubuhnya. Tentu saja karena tubuh Mark yang jauh lebih besar berkali lipat dari tubuhnya. Marsha ragu mendekat pada Mark yang tengah duduk di atas sofa berada di dalam kamar.
"Mark."
Panggilan itu cukup lirih terdengar sebenarnya. Namun, begitu Mark mendongak, mulutnya menganga kemudian kembali terkatup. Dengan jakun naik turun memperhatikan penampilan Marsha yang sungguh menggoda. Netra tajamnya memindai tubuh Marsha dari atas ke bawah dan begitu seterusnya.
"Mark! Kau mendengarku tidak!" Marsha menaikkan nada bicaranya satu oktaf karena Mark tak menghiraukan panggilannya.
"Ada apa?"
Dengan ragu Marsha berkata, "Bisakah aku meminta tolong padamu."
"Minta tolong apa?"
"Itu. Belikan aku pakaian dalam." Blush ... pipi Marsha merah merona setelah mengatakan hal itu. Bagaimana dia yang menahan malu demi bisa meminta hal bodohh semacam itu pada Mark. Yup. Marsha terpaksa meminta hal itu karena merasa risih jika dia tidak menggunakan pakaian dalam seperti ini. Miliknya yang tadi dia kenakan sudah lengket oleh keringat karena telah dia pakai seharian ini. Tidak mungkin ia akan memakainya lagi. Dan saat Marsha mandi tadi, dua benda keramat miliknya itu telah ia cuci. Sekarang demi melihat tatapan Mark yang menyusuri seluruh tubuhnya membuat Marsha merasa semakin risih saja.
"Kurasa kau tak membutuhkan itu semua," ucap Mark membuat Marsha mengernyit.
"Apa maksudmu, Mark?"
Dengan sekali tarikan tangan besar pada pinggang Marsha, detik itu juga gadis itu sudah jatuh di atas pangkuan Mark. Membuat Marsha terkesiap lalu berusaha menjauh dan mencoba beranjak berdiri dari paha Mark yang ia duduki. Namun, Marsha tak bisa melakukannya karena Mark mencengkeram pinggangnya cukup erat.
"Kau akan terlihat jauh lebih seksi dengan penampilan seperti ini." Bisik Mark di depan telinga Marsha.
"Gilaa saja kau Mark! Lepaskan aku!"
Mana mungkin Mark membiarkan Marsha menjauh darinya. Semenjak wanita itu keluar dari dalam kamar mandi, tubuh Mark sudah panas dingin melihatnya. Ditambah melihat penampakan pucuk p******a Marsha yang mencuat membuat sesuatu yang bersembunyi di pangkal pahanya menggeliat bangun tanpa diminta. Sial. Mark begitu menginginkan Marsha kali ini.
Gesekan p****t Marsha di atas pangkuannya akibat gadis itu yang tak mau diam dan berusaha lepas dari kungkungan tubuhnya, membuat Mark semakin tersiksa. Tubuhnya panas terbakar oleh api gairah yang dipercikkan oleh tingkah laku Marsha. Jangan salahkan Mark jika kini telah menarik tengkuk Marsha membuat wanita itu sedikit mendongak. Sigap Mark menyambar bibir Marsha. Melumatnya penuh gairah. Ciuman yang begitu memabukkan membuat tubuh Marsha lemas seketika. Mencengkeram kuat kemeja Mark yang telah terbuka dua kancing teratasnya.
Mark semakin menggebu dorongan akan gairah. Tak hanya ciuman yang dia berikan tapi tangannya pun tak tinggal diam. Merayap mengusap paha Marsha yang begitu halus dan lembut terasa di kulit tangannya. Semakin naik lalu singgah di area pribadi Marsha. Meremasnya pelan membuat Marsha tersadar saat itu juga.
"Auw!" teriakan Mark disertai dengan lepasnya ciuman mereka.
"Kenapa kau menggigitku, Marsha!" Protes Mark tak terima. Pasalnya, Marsha yang terkejut karena Mark berani menjamah daerah terlarang miliknya, membuat Marsha panik dan begitu saja menggigit bibir pria itu.
Segera melompat turun dari atas pangkuan Mark ketika pria itu sedang fokus pada bibir yang ternyata berdarah.
"Siapa suruh kau kurang ajar padaku, Mark!"
"Apanya yang kurang ajar?"
"Awas saja jika kau berani macam-macam padaku. Jangan harap aku akan diam ketika kau kembali mengacaukan dan menghancurkan hidupku lagi!" tuding Marsha dengan berjalan mundur menjauh dari Mark. Marsha rada keberadaannya di tempat ini sangat tidak tepat. Mark bukan orang baik. Bisa saja pria itu akan dengan mudahnya kembali menidurinya seperti waktu itu. Dan Marsha tak akan bisa menerima jika Mark bersikap sesuka hatinya. Marsha masih tahu diri untuk menjaga dirinya meskipun pria di hadapannya ini telah merusak Mada depannya. Cukup satu kali dan Marsha tak akan mengulanginya untuk kedua kali. Andai waktu itu Marsha dalam kondisi sadar, tak akan mungkin Mark memiliki kesempatan untuk menyentuhnya. Sayangnya, semua terjadi di luar dari kesadaran Marsha dan semua sudah terlambat karena Mark berhasil mendapatkan keinginannya.
Mark memegang sudut bibirnya yang perih karena berdarah. Namun, raut marah juga ketakutan yang Marsha tunjukkan menyadarkan Mark jika dia telah bersikap berlebihan pada Marsha.
Memejamkan mata sebentar lalu meraup wajahnya. Berdiri dari duduk yang langsung disambut Marsha dengan sikap waspada.
"Diam di situ, Mark! Jangan berani mendekat padaku atau aku akan lari dari tempat ini."
"Tenanglah, Marsha. Aku minta maaf. Aku janji tidak akan berbuat hal apapun juga padamu. Maafkan aku." Mark berusaha menenangkan Marsha.
Shit! Bagaimana Mark bisa lupa kejadian beberapa jam lalu ketika Marsha mencoba bunuh diri dengan menabrakkan diri pada mobilnya. Kenapa justru sekarang dia ingin menambah lagi beban di pundak Marsha.
Tidak Mark pungkiri jika dia sangat menginginkan Marsha. Tapi jika melihat Marsha yang ketakutan begini, tidak mungkin juga Mark akan memaksa.
"Sebaiknya kau istirahat. Aku akan mandi dan aku janji tidak akan berbuat apapun lagi padamu. Percayalah padaku Marsha. Dan apa yang kau minta tadi? Baju dalam, kan? Aku akan belikan. Jadi sebaiknya sekarang kau tenanglah."
Susah payah Mark menenangkan Marsha juga berusaha menenangkan dirinya sendiri yang masih saja tergoda akan tubuh Marsha yang begitu menggoda.
Mark meraih ponsel, mengetikkan sesuatu lalu menatap tepat pada dadaa Marsha. Kemudian menunduk lagi dan melanjutkan apa yang sedang dia tulis pada ponsel itu.
Setelahnya, ia letakkan ponsel di atas nakas.
"Aku mandi dulu. Jangan ke mana-mana." Pesan yang Mark berikan pada Marsha sebelum pria itu masuk ke dalam kamar mandi.
Tanpa melepas bajunya, Mark berdiri di bawah pancuran shower yang langsung mengguyur seluruh tubuhnya. Ia butuh mendinginkan panas tubuhnya yang terbakar gairah karena Marsha. Entah kenapa Mark begitu menginginkan Marsha. Namun, untuk memaksa Marsha tak berani Mark lakukan. Ia takut Marsha semakin berani berbuat hal yang tidak-tidak.
Sial! Jika seperti ini, Mark jadi tidak sabar untuk segera menikahi Marsha. Ya, semua pengakuan Mark di depan keluarganya bahwa ia akan menikah dengan Marsha bukanlah hal yang main-main. Semua memang ingin Mark wujudkan. Dan Mark akan melakukan segala macam cara untuk bisa menikahi Marsha.
Mark bukan orang sembarangan. Meski untuk dapat menikahi Marsha tidak segampang yang ia pikirkan. Marsha pasti akan menolaknya. Tapi Mark tak akan kehilangan akal. Apapun caranya akan Mark lakukan.
"Aku akan segera menikahimu, Marsha," ucapnya dengan mata terpejam dan tangan yang mengusap miliknya yang mengeras di bawah sana.